"Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa sah-sah saja melaksanakan shalat tarawih 20 raka'at seperti yang masyhur dalam madzhab Ahmad dan Syafi'i. Boleh pula melaksanakan shalat tarawih sebanyak 36 raka'at sebagaimana pendapat Imam Malik. Boleh pula melaksanakan shalat tarawih dengan 11 raka'at atau 13 raka'at. Semua itu baik. Boleh saja mengerjakan shalat tarawih dengan banyak raka'at atau sedikit raka'at tergantung pada lama dan pendeknya berdiri.
'Umar bin Khottob radhiyallahu 'anhu ketika mengumpulkan jama'ah dengan imam Ubay bin Ka'ab, ia memerintahkan untuk mengerjakan 20 raka'at.
Para sahabat sendiri ketika mengerjakan shalat malam, ada di antara mereka yang mengerjakan dengan sedikit raka'at dan ada yang dengan banyak raka'at. Adapun membatasi dengan jumlah raka'at tertentu tidak ada dalam Islam sama sekali." (Syarh Wazhoif Ramadhan, hal. 133-134).
Shalat Tarawih dengan Jumlah Raka'at yang Banyak Namun "Ngebut"
Lalu kembali Syaikh 'Abdurrahman bin Qosim menyinggung orang-orang yang shalat tanpa thuma'ninah seperti yang kita perhatikan saat ini pada sebagian jama'ah yang melakukan tarawih dengan 23 raka'at (raka'at yang banyak). Beliau rahimahullah berkata,
"Banyak sekali imam yang ketika melaksanakan shalat tarawih tanpa memakai nalar. Mereka melakukannya tanpa ada thuma'ninah ketika ruku' dan sujud. Padahal thuma'ninah termasuk rukun shalat. Dalam shalat kita pun dituntut untuk menghadirkan hati dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah yang dibaca. Tentu thuma'ninah dan khusyu' tidak didapati ketika seseorang ngebut dalam shalatnya. Jika mau dinilai, sedikit raka'at namun disertai khusyu' ketika ruku' dan sujud itu lebih baik daripada banyak raka'at namun dilakukan dengan ngebut yang jelas dilarang dalam shalat.
Kalau mau dikata, mengerjakan shalat malam dengan 10 raka'at namun ada thuma'ninah lebih baik daripada 20 raka'at dengan tergesa-gesa. Karena ruh shalat adalah ketika hati itu benar-benar menghadap Allah.
Begitu pula membaca Al Qur'an dengan tartil lebih baik daripada dengan terburu-buru. Yang masih dibolehkan adalah dalam keadaan cepat namun tidak ada satu huruf pun yang luput dibaca. Yang tidak dibolehkan adalah jika sampai menghilangkan satu huruf bacaan karena terburu-buru dalam shalat. Namun jika dibaca dengan bacaan yang jelas dan para jama'ah pun dapat mengambil manfaat, maka itu lebih baik.
Allah pun mencela orang yang membaca Al Qur'an namun tidak memahaminya seperti disebutkan dalam ayat,
"Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui maksud Al Kitab, kecuali dongengan bohong belaka." (QS. Al Baqarah: 78). Yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang membaca namun tidak memahami. Padahal maksud diturunkannya Al Qur'an adalah untuk dipahami maknanya dan diamalkan, bukan hanya sekedar dibaca." Lihat Syarh Wazhoif Ramadhan, hal. 136.
Bermasalahnya Shalat Tanpa Thuma'ninah
Kadar thuma'ninah dalam ruku' dan sujud menurut ulama Syafi'iyah adalah sudah mendapat sekali bacaan tasbih. Lihat Al Fiqhu Al Manhaji karya Syaikh Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, dkk, hal. 134.
Kalau di bawah kadar itu, berarti tidak ada thuma'ninah. Kalau tidak ada thuma'ninah berarti hilanglah rukun shalat dan membuat shalat tidak sah.
Mengenai perintah thuma'ninah disebutkan dalam hadits ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada orang yang "ngebut" shalatnya untuk mengulangi shalatnya. Dalilnya sebagai berikut,
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika masuk masjid, maka masuklah seseorang lalu ia melaksanakan shalat. Setelah itu, ia datang dan memberi salam pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau menjawab salamnya. Beliau berkata, "Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat." Lalu ia pun shalat dan datang lalu memberi salam pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau tetap berkata yang sama seperti sebelumnya, "Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat." Sampai diulangi hingga tiga kali. Orang yang jelek shalatnya tersebut berkata, "Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku!" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantas mengajarinya dan bersabda, "Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Al Qur'an yang mudah bagimu. Lalu ruku'lah dan sertai thuma'ninah ketika ruku'. Lalu bangkitlah dan beri'tidallah sambil berdiri. Kemudian sujudlah sertai thuma'ninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil thuma'ninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai thuma'ninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap shalatmu." (HR. Bukhari no. 793 dan Muslim no. 397).
Lihatlah orang tersebut disuruh mengulangi shalatnya karena shalatnya tidak memiliki thuma'ninah, artinya shalatnya sangat cepat atau "ngebut". Jadinya orang yang shalat tarawih dengan ngebut tanpa ada thuma'ninah, berarti shalatnya tidak sah.
0 comments:
Post a Comment