Wednesday, 12 December 2012

Jilbab, Antara Trend dan Kewajiban


PERTAMA mendengar nama IPB mungkin yang terlintas tidak hanya sebatas nama besarnya sebagai Institut Pertanian Bogor. Lebih dari itu, bisa jadi nama IPB memiliki arti berbeda, antara lain yang pertama adalah Institut Pleksibel Banget (lafadz huruf ‘F’ dari kata ‘fleksibel’ dalam ejaan bahasa Sunda menjadi ‘P’). Hal ini karena lulusan IPB terkenal bisa bekerja di beragam profesi, mulai dari wartawan, karyawan bank, peneliti, dosen hingga menteri. Kedua, IPB juga sering disebut sebagai Institut Pesantren Bogor. Untuk yang satu ini, IPB memang ibarat pesantren bagi para mahasiswa/inya serta para dosen dan karyawan/ti yang mayoritas muslim. Suasana islami kampus IPB sangat kondusif untuk pembelajaran dan perkembangan pemikiran Islam di kalangan civitasnya. Istilah ‘pesantren’ itu juga didukung adanya fakta bahwa 90% mahasiswi, dosen dan karyawati muslimah di IPB menutup aurat alias mayoritas berkerudung, atau yang di Indonesia kerudung sering diistilahkan dengan ‘jilbab’. Akan tetapi, apakah memang kerudung sama dengan jilbab??

Fenomena menutup aurat

Di era tahun 1980-1990-an, kerudung dan jilbab disebut sebagai simbol gerakan baru keagamaan di Indonesia. Hal ini karena di mana kaum muda di kalangan mahasiswa dan pelajar cenderung melakukan purifikasi dalam sikap keberagamaan mereka, termasuk dalam berbusana. Seiring dengan perjalanan zaman, penggunaan kerudung dan jilbab mulai mengalami perkembangan pesat. Di abad 21, penggunaan kerudung dan jilbab semakin marak di berbagai kalangan, melintasi batas-batas kalangan pelajar dan mahasiswi yang menjadi perintis. Pada universitas-universitas negeri maupun swasta, mahasiswi yang berkerudung dan berjilbab lebih banyak dibandingkan mahasiswi yang tidak berjilbab. Kerudung dan jilbab pun mulai menjadi trend perempuan muslimah.

Kerudung dan jilbab sebagai kewajiban dari Allah

Seorang muslimah mengenakan kedua pakaian syar’iy (kerudung dan jilbab) sebagai refleksi keimanannya kepada Allah Swt. Iman yang benar pasti akan mendorong seorang mukmin untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya yang diimaninya. Firman Allah Swt: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (TQS Al-Ahzab [33]: 36). Kerudung dan jilbab wajib dipakai ketika dirinya sudah baligh (sudah mengalami menstruasi). Penggunaan kerudung harus disertai jilbab, demikian pula sebaliknya. Kerudung dikenakan bersama jilbab ketika keluar rumah ataupun berinteraksi dengan orang yang bukan mahram.

Kerudung

Kerudung atau khimar merupakan penutup kepala yang disyariatkan Allah Swt kepada perempuan muslimah, sebagaimana firman Allah Swt: “Katakanlah kepada perempuan yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau perempuan-perempuan Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’” (TQS An-Nuur [24]:31).

Kriteria pemakaian kerudung adalah tidak tipis. Jika tipis maka harus diberi lapisan tebal di bawahnya. Batas minimal panjang kerudung adalah amenutupi juyuub (dada) serta harus menutupi kepala, rambut, dua telinga, leher dan dada. Adapun kerudung yang tidak sesuai syariat: tidak menutup leher, hanya sampai menutup leher, tidak menutup telinga, rambut masih terlihat, memperlihatkan perhiasan seperti kalung dan anting, tipis/transparan dan ketat membentuk lekuk kepala/tubuh.

Jilbab

Jilbab berasal dari akar kata jalaba (jamaknya jalaabib), yang berarti menghimpun dan membawa. Jilbab adalah pakaian luar yang menutupi segenap anggota badan dari kepala hingga kaki perempuan dewasa, sebagaimana firman Allah Swt: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS Al-Ahzab [33]: 59).

Selanjutnya, hadits dari Ummu ‘Athiyah yang berkata: “Rasulullah saw telah memerintahkan kepada kami untuk keluar (menuju lapangan) pada saat Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha; baik perempuan tua, yang sedang haid maupun perawan. Perempuan yang sedang haid menjauh dari kerumunan orang yang sholat, tetapi mereka menyaksikan kebaikan dan seruan yang ditujukan kepada kaum muslim. Aku lantas berkata, “Ya Rasulullah saw, salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab.” Beliau kemudian bersabda, “Hendaklah salah seorang saudaranya meminjamkan jilbabnya.” Ketika Ummu ‘Athiyah bertanya tentang seseorang yang tidak memiliki jilbab, tentu perempuan tersebut bukan dalam keadaan telanjang, melainkan dalam keadaan memakai pakaian yang biasa dipakai di dalam rumah yang tidak boleh dipakai untuk keluar rumah. Dan perempuan yang tidak memiliki jilbab harus meminjam kepada saudaranya. Jika saudaranya tidak bisa meminjamkannya, maka yang bersangkutan tidak boleh keluar rumah.

Jilbab seringkali disebut sebagai budaya bangsa Arab. Jilbab bukanlah budaya bangsa Arab, jilbab merupakan syariat Islam. Jika jilbab merupakan budaya bangsa Arab, tentu ayat itu tiada berguna. Ayat tentang kewajiban berjilbab ini turun di Madinah. Hikmah mengenakan jilbab adalah supaya lebih mudah dikenal sehingga tidak diganggu. Bagian akhir ayat bahwa ‘Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’ dimaksudkan bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang terhadap apa yang telah berlalu di masa jahiliyah di mana mereka belum mengetahui dan memahami tentang kewajiban jilbab.

Di zaman Rasulullah saw, jika orang-orang fasik melihat seorang perempuan yang mengenakan jilbab, maka mereka mengatakan bahwa ini perempuan merdeka dan mereka tidak berani mengganggu perempuan itu. Jika mereka melihat perempuan itu tidak mengenakan jilbab, maka mereka mengatakan bahwa ini budak perempuan, sehingga mereka menggodanya. Perempuan berjilbab itu menjadi mulia karena diketahui bahwasanya mereka adalah perempuan merdeka sehingga orang-orang fasik itu tidak mengganggunya. Orang-orang fasik tidak berani mengganggu muslimah, karena pelecehan terhadap muslimah akan menerima hukuman besar. Disamping itu, segala gangguan dan pelecehan terhadap muslimah pada hakikatnya adalah pelanggaran terhadap kehormatan kaum muslimin secara keseluruhan.

Bentuk pakaian wanita yang tidak termasuk kriteria jilbab adalah sebagai berikut:

• rok panjang dan baju kurung

• celana panjang dan baju kurung

• kerudung panjang sampai menutupi pantat tetapi jubahnya tidak sampai telapak kaki

• jubah panjang sampai telapak kaki tetapi ada potongan/belahan di pinggir pakaian dari bawah sampai betis, lutut atau paha

• jubah sampai telapak kaki tetapi ketat sehingga membentuk lekuk tubuh

• jubah sampai telapak kaki dan luas tetapi transparan sehingga terlihat warna kulit tubuhnya

• jubah sampai telapak kaki, luas dan tidak transparan tetapi bukan merupakan baju luar karena di dalamnya tidak ada pakaian rumah (mihnah).

Solusi

Islam memandang perempuan sebagai suatu kehormatan yang wajib dijaga dan dipelihara. Islam mensyariatkan kerudung dan jilbab adalah untuk menjaga dan memelihara kehormatan itu. Nabi saw bersabda: “Perempuan itu adalah aurat.” Badan perempuan harus ditutupi sebagai aurat yang merupakan kehormatan baginya. Jika aurat itu dilihat orang yang tidak berhak, maka perempuan itu dilecehkan kehormatannya.

Para perempuan yang tidak memakai pakaian syar’iy (kerudung dan jilbab) di depan umum, berarti dia telah menyia-nyiakan payung hukum baginya. Perempuan yang mengobral auratnya sesungguhnya telah menjatuhkan martabat dan kehormatannya sendiri. Ini tidak diperkenankan dan pelakunya bisa dikenakan hukuman ta’zir (hukuman untuk mendidik) oleh negara. Dalam sistem peradilan Islam, hakim bisa menjatuhkan hukuman jilid pada perempuan yang keluar rumah tanpa mengenakan kerudung dan jilbab. Jika mengulangi lagi, maka perempuan itu akan diasingkan selama 6 bulan.

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Faried - Premium Blogger Themesf | Affiliate Network Reviews