Saturday 26 December 2015

Hukum Haramnya Muslim Ucapan Selamat Natal


Seorang muslim modern menantang Ustadz Yusuf Mansur (Official) untuk menunjukan dalil pelarangan mengucapkan SELAMAT NATAL...
Berharap tulisan ini bukan hanya menjawab tantangannya, tetapi untuk diketahui saudaraku muslimin dan muslimat yang tidak ingin syahadatnya gugur..

Kupasan berdasarkan ilmu TAWHIID...

Bila kita mengucapkan...
... kalimat SELAMAT ULANG TAHUN kepada seseorang, berarti kita mengakui bahwa dia lahir di tanggal itu..

Bila kita mengucapkan...
...kalimat SELAMAT ATAS PELANTIKAN JABATAN, berarti kita mengakui dirinya sebagai pejabat baru...

Bila kita mengucapkan...
...kalimat SELAMAT ATAS KEMENANGAN PERTANDINGAN, berarti kita mengakui lawan sebagai pemenang...

Ternyata kata SELAMAT bermakna PENGAKUAN...

Kalau banyak pertanyaan, bukankah mengucapkan SELAMAT NATAL hanya merupakan sebuah ucapan saja...

Wahai saudaraku,
...Seorang muslim dinilai dari ucapannya...

Bukankah SYAHADAT juga hanya UCAPAN..?
..tapi mengapa setelah berucap SYAHADAT...seseorang menjadi muslim...?

Bukankah BISMILLAH juga hanya UCAPAN..?
..tapi mengapa hewan yang disembelih tanpa mengucap BISMILLAAH, dagingnya haram dimakan...?

Bukankah AQAD NIKAH juga hanya UCAPAN..?
..tapi mengapa setelah diucapkan, suami halal menggauli istri...

Bukankah kata CERAI juga hanya UCAPAN..?
..tapi mengapa bila suami mengucapkan kata ini terhadap istrinya baik secara bercanda maupun tidak, maka akan jatuh hukum CERAI bagi istrinya...

Saat kita mengucapkan SELAMAT NATAL dan TAHUN BARU, atau hari raya agama lain, disitulah awal kita MENGAKUI keberadan Tuhan lain yang berarti kita mengakui adanya beberapa Tuhan.
Berarti sudah tidak sesuai dengan SYAHADAT yang diucapkan dan Surat Al Ikhlas ayat 1 serta beberapa ayat lainnya.
Padahal meng-ingkari 1 AYAT QUR'AN saja...sudah dikategorikan sebagai orang kafir yang sebenar-benarnya...

"Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya..."
[ Qur'an Surat An Nisa (4) ayat 151 ]

Inilah ayat-ayat yang menegaskan TERHAPUSNYA SYAHADAT yang pernah diucapkan dikarenakan ucapan selamat hari raya umat lain...

Sesungguhnya telah KAFIR lah orang-orang yang berkata/mengakui, "Sesungguhnya ALLAH ialah Al Masih putra Maryam, padahal Al Masih sendiri berkata " Hai Bani Israil, sembahlah ALLAH Tuhan-ku dan Tuhan-mu..."
[ Qur'an Surat Al Maidah (5) ayat 72 ]

"...Janganlah kamu mengatakan TUHAN itu tiga, berhentilah dari ucapan itu. Itu lebih baik bagimu. Sesungguhnya ALLAH Tuhan yang Maha Esa. Maha Suci ALLAH dari mempunyai anak..."
[ Qur'an Surat An Nisa (4) ayat 171 ]

"Dan mereka berkata, "Tuhan yang maha pemurah mempunyai anak". Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat MUNKAR"
[ Qur'an Surat Maryam (19) ayat 88-89 ]

Saudaraku umat Nasrani dan para pendeta,
Perbedaan kita hanya pada nabi Isa, padahal bagi kami Nabi Isa adalah salah satu Rasul yang utama.
Maafkan jika menyinggung hati, tapi sungguh telah terbukti dalam Sejarah, bahwa tanggal 25 Desember itu hari kelahiran Janus dan Mitra, Sang Dewa Matahari.
Bunda Maryam melahirkan Nabi Isa disaat pohon kurma berbuah, yang berarti disaat musim panas tetapi 25 Desember adalah musim dingin...

Wahai para pendeta dan missionaris...
Kamipun meng-imani Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa...
Bahkan Nabi kami, Muhammad memiliki paman dari istri yang seorang pendeta nasrani bernama Waraqah...
Jadi Islam sangat paham bagaimana toleransi yang benar...

Wahai para penganut nasrani.
Silakan saja rayakan natal sesuai keyakinan...
Karena bagi kami..."UNTUKMULAH AGAMAMU dan UNTUKULLAH AGAMAKU"

Tapi tegas kusampaikan...
Jangan paksa pegawai muslim berpakaian santa...
Sebagaimana kami tidak pernah pula memaksa para misionaris menggunakan peci dan sorban disaat Iedul Fitri...

Jangan paksa undang pejabat muslim hadiri natal di gereja...
Sebagaimana kami tidak pernah memaksa para pendeta hadir pada Sholat Iedul Fitri...

Saudaraku umat muslim,
Silakan saja ucapkan SELAMAT NATAL..
Tapi jangan menyesal ...
....bila sholat kita batal...
......mati pun bukan sebagai muslim...
Karena SYAHADAT KITA SUDAH GUGUR...

Wednesday 18 November 2015

Lyric Lagu Harris J Salamu'alaikum


Lirik lagu "Salam Alaikum" Harris J

You can try and turn off the sun
I’m still going to shine away, yeah
And tell everyone
We’re having some fun today
We can go wherever you want to
And do whatever you like
Let’s just have a real good time

CHORUS:
Assalamu Alaikum, Alaikum yeah!
(Peace be upon you)

I just want to spread love and peace
And all of my happiness, yeah
To everyone I that meet
‘Cause I'm feeling spectacular
I love it when we love one another
Give thanks everyday
For this life, living with a smile on our face

CHORUS

Spread peace on the earth
Cherish the love that is around us
Spread peace on the earth
Treasure the love, let it surround us
Always be kind, always remind one another
Peace on the earth everyday

CHORUS

Assalamu Alaikum, hey!
Assalamu Alaikum, hey!
Assalamu Alaikum
Wa Alaikum Assalam

Spread peace on the earth
Cherish the love that is around us
Spread peace on the earth every day


Wednesday 7 October 2015

Cewek 'Realis' [Matre] vs Cowok 'Realis'

Cowok Realis akan mengkalkulasi untung rugi dalam setiap hubungan

Ketika seorang wanita yang katanya “REALISTIS” (tdk mau dibilang matre), mendapat jawaban dari seorang pebisnis yang juga REALISTIS

Pertanyaan seorang gadis di sebuah forum netizen di US:

“Apakah yang harus saya lakukan untuk dapat menikah dengan pria kaya?”

Usia saya 25 tahun. Saya sangat cantik dan berselera yang tinggi. Saya berharap menikah dengan pria kaya dengan penghasilan pertahun minimal $500 ribu (+/-Rp.5,5M) atau lebih. Saya tidak matre, tapi realistis. Di New York penghasilan sebesar itu hanya termasuk kelas menengah. 


Adakah pria di forum ini yang berpenghasilan $ 500 ribu per tahun dan ingin menikahi saya? Di manakah saya bisa bertemu pria kaya yang ingin menikahi saya?”

Jawaban datang dari seorang ahli keuangan dari Wall Street Financial:

“Dear Gadis Jelita,

Saya membaca email anda dengan sangat antusias. Saya yakin sebenarnya banyak gadis2 yang memiliki pertanyaan senada dengan Anda. Izinkan saya menganalisa situasi Anda dari sudut pandang investor profesional.

Penghasilan tahunan saya lebih dari $ 500 ribu yang tentu memenuhi kriteria Anda. Jadi, saya harap setiap orang percaya bahwa jawaban saya cukup kredibel dan tidak membuang waktu.

Dari sudut pandang seorang pebisnis, menikah dengan Anda adalah keputusan yang buruk. Jawabannya sangat sederhana dan akan saya jelaskan sbb:

Sebenarnya apa yang ingin Anda lakukan adalah pertukaran antara “kecantikan” dan “uang”. Si A akan menyediakan kecantikan dan si B akan membayar untuk itu. Kelihatannya adil dan cukup wajar.

Tapi ada permasalahan fatal di sini. Kecantikan Anda akan sirna, tapi uang saya tidak akan hilang tanpa alasan yang jelas. Penghasilan saya akan meningkat dari tahun ke tahun. Tapi, Anda tidak akan bertambah cantik tiap tahunnya.


Karena itu dari sudut pandang ekonomi: saya adalah aset yang ter-apresiasi sedangkan Anda adalah aset yang ter-depresiasi. Depresiasi yang Anda alami bukan depresiasi normal, tapi depresiasi eksponensial.

Jika hanya ini aset Anda, nilai Anda akan sangat mencemaskan 10 tahun kemudian.

Dengan menggunakan istilah yang kami gunakan di Wall Street, setiap perdagangan memiliki sebuah posisi. Berpacaran dengan Anda juga memiliki “posisi perdagangan”. 


Jika nilai aset yang didagangkan menurun, maka kami akan menjualnya. Bukan ide yang baik untuk mempertahankannya.

Begitu juga dengan pernikahan yang Anda inginkan. Mungkin perkataan saya kejam, tapi untuk membuat keputusan bijak, aset yang menurun nilainya akan dijual atau disewakan.

Pria dengan penghasilan $ 500 ribu tentu bukan orang bodoh. Kami akan berpacaran dengan Anda, tapi tidak akan menikahi Anda. Saran saya, lupakan mencari petunjuk bagaimana cara menikahi pria kaya. Usahakan agar Anda dapat membuat diri Anda kaya dengan berpenghasilan $ 500 ribu, itu lebih berpeluang ketimbang mencari pria kaya yang bodoh.”
________________________________@@@@@@@-___________________________


Dari gambaran di atas dapat kita petik hikmahnya, bahwa kecantikan bukanlah modal utama untuk menggapai kebahagian. Mungkin saat ini Anda adalah wanita tercantik di atas catwalk, namun setelah menikah kecantikan Anda akan cepat menurun secara kuadrat, dan bias jadi Anda ditinggalkan suami kaya Anda yang selalu berpikir tentang UNTUNG-RUGI. Bukan rahasia lagi, ‘serigala-serigala Wallstreet’ dan pengusaha-pengusaha menengah ke atas banyak yang memiliki ‘selir-selir’ yang tinggal di kondominium,villa-villa meskipun para pengusaha tersebut juga yang berteriak anti poligami. Begitu pula dengan pria kaya yang memilih isteri hanya dari kecantikannya saja, ada kalanya bisnis jatuh-bangun dan jika istri cantik tak siap menghadapi kegagalan bisnis Anda, bias jadi dia akan berpaling ke pria lain yang merupakan rival bisnis Anda ataupun relasi bisnis Anda.

Idealnya, mencari pasangan hidup haruslah yang seiman, agar tidak muncul riak-riak kecil di kemudian hari, suami yang shaleh dan juga isteri yang shalehah. Pria baik akan cenderung memilih wanita yang bias diandalkan untuk mengatur keuangan dengan bijak dan mampu mendidik anak-anak-anak dengan baik, santun dalam berbicara dan ramah sesuai dengan tempatnya. Seorang suami tidak suka bila isterinya berias & terlalu ramah dengan pria lain yang lebih ganteng atau lebih kaya darinya.

Selain itu, kekayaan bukanlah barometer utama dalam memilih calon suami, namun tanggung jawab seorang pria dalam menghadapi masalah dan keuletannya dalam menggapai kesuksesan adalah kriteria yang patut diperhitungkan. Pria kaya namun pelit, tidak pernah bersedekah, terlalu memikirkan factor UNTUNG-RUGI adalah seburuk-buruknya pilihan.

Monday 28 September 2015

Mengapa MetroTV dan Media Liberal Selalu Menyudutkan Arab Saudi ?


Jamaah haji setiap tahun yang jumlahnya diperkirakan mencapai 4 juta orang, membutuhkan manajemen dan pengelolaan yang ekstra tinggi dan kerja keras tiada henti. Beberapa hal kecil yang bisa dilihat misalnya;

1. Jika 1 orang jamaah membutuhkan 20 liter air bersih untuk standar minimal MCK di luar zam-zam, maka sehari Mekah memerlukan sekitar 20 liter x 4 juta orang = 80 juta liter air. Bagaimana menyediakan 80 juta liter air setiap hari untuk keperluan MCK jamaah haji, padahal lembah hijaz itu, tidak ada sumber air selain zam zam. Sumber Air bersih untuk kebutuhan MCK adalah laut merah, yang disuling, itupun harus dialirkan sejauh 60 km. Anda yang pernah haji atau umrah, pernahkah kesulitan mendapatkan air bersih? Atau pernahkah terdengar keluhan dari jamaah yang kekurangan air, atau tandon yang kosong, atau kran yang macet seperti di negara kita? Tidak ada ada bukan?

2. Lalu bagaimana menyediakan 12 juta liter air zam-zam setiap hari untuk kebutuhan wudhu dan minum jamaah, belum lagi air zam-zam yang disediakan pemerintah Saudi untuk dibawa pulang secara gratis? Pernahkah terdengar ada jamaah yang mengeluh karena kehausan atau tidak kebagian air zam-zam?

3. Kita beralih ke soal sampah. Jika seorang jamaah menghasilkan sampah 20 gram saja sehari, berarti 20 gr x 4 juta = 80 juta gr = 8 ton sampah kering perhari yang harus dibersihkan dan disediakan tempat penampungan. Kita tidak bisa bayangkan, andai kota Mekah ada di bumi jakarta. Betapa pusingnya pemerintah DKI dalam menanganinya. Mungkin presiden harus sediakan menteri khusus urusan sampah

4. Selanjutnya masalah Sanitasi.
Untuk bisa BAB, tentu butuh sarana dan prasarana. Sekarang, berapa kotoran padat dan cair manusia di Mekah yang harus dibersihkan? Jika seorang jamaah buang kotoran padat 5 gram dan ½ liter kotoran cair, tentu jumlahnya mencapai sekitar 20 ton kotoran padat dan 40 ton kotoran cair. Adakah jamaah mengeluh terkena penyakit akibat sanitasi yang mampet? Atau masalah MCK yang gak beres? Hampir tidak kita jumpai bukan?

Mungkin Anda perlu tahu, pengelola masjidil haram setiap hari harus menumpahkan cairan desinfektan untuk mencegah pencemaran lingkungan. Tenaga kerja pembersih masjidil haram terbagi dalam 3 shift dan beberapa jenis pekerjaan. Singkatnya ratusan tenaga pembersih harus dikerahkan setiap shift agar masjidil haram tetap bersih dan nyaman.

Mari kita hitung, jika seorang tenaga kerja dibayar 500 riyal saja per-bulan (ini angka kasar minimal), berapa juta riyal yang harus dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja itu? Adakah jamaah diminta untuk infak? Atau Anda pernah melihat ada kotak infak bersliweran di masjidil haram? Jutaan riyal dikeluarkan pengurus masjidil haram, sementara kita sepeserpun tak diminta iuran, dan kita nyinyir? Satu lagi yang tidak bisa dihitung dengan uang secara instan, yaitu keamanan dan stabilitas di Mekah. Tanpa ini, anda tidak mungkin bisa berhaji atau berangkat Umrah dengan aman dan nyaman.

Negara maju aja tidak ada yang nyinyir mengomentari tragedi tersebut, tidak Jerman, tidak Amerika, tidak pula Jepang. Hanya Metro TV dengan media syiah dan kelompok liberal saja yang pandai berkomentar. Mungkin Metro Group punya proposal yang lebih bagus bagaimana mengelola 4 juta jamaah haji. Atau mungkin para komentator itu lebih hebat dari Jerman, Amerika dan Jepang!

Kita semakin yakin, sebenarnya tujuan besar mereka bukan dalam rangka kritik kebijakan pemerintah Saudi, toh mereka juga tidak punya kepentingan dengan itu. Tapi kritik Saudi, hakekatnya untuk menyudutkan Wahabi. Mengapa syiah dan liberal selalu bersinergi?

Thursday 3 September 2015

Nasehat Sunan Bonang Terkait Bid'ah


Diantara dokumen-dokumen dan catatan sejarah tentang Walisongo adalah “Het book van Bonang”. Dokumen ini merupakan salah satu teks sumber tentang walisongo yang dipercayai sebagai dokumen asli dan valid. Saat ini dokumen itu tersimpan di Museum Leiden, Belanda. Dari dokumen ini telah dilakukan beberapa kajian oleh beberapa peneliti. Diantaranya disertasi Dr. B.J.O. Schrieke tahun 1816, dan Thesis Dr. Jgh Gunning tahun 1881, Dr. Da Rinkers tahun 1910, serta Dr. Pj Zoetmulder Sj, tahun 1935. (Lihat karya disertasi B.J.O Schrieke yang berjudul Het Book van Bonang dalam bahasa Belanda)

Menurut Pemerhati Sejarah Kerajaan Jawa, E.A. Indrayana, buku asli karya Sunan Bonang itu berada di perpustakaan Leiden-Belanda dan menjadi salah satu dokumen langka dari Zaman Walisongo. Kalau tidak dibawa Belanda, barangkali dokumen yang amat penting itu sudah lenyap. Buku ini ditulis oleh Sunan Bonang pada abad 15 yang berisi tentang ajaran-ajaran Islam.

Dalam naskah kuno itu diantaranya menceritakan tentang Sunan Ampel memperingatkan Sunan Kalijogo yang masih melestarikan selamatan. ”Jangan ditiru perbuatan semacam itu karena termasuk bid’ah.”

Sunan Kalijogo menjawab, “Biarlah nanti generasi setelah kita ketika Islam telah tertanam di hati masyarakat yang akan menghilangkan budaya tahlilan itu”.

Dalam buku Kisah dan Ajaran Wali Songo yang ditulis H. Lawrens Rasyidi, dan diterbitkan ‘Penerbit Terbit Terang’ – Surabaya, dikupas cukup panjang lebar mengenai masalah ini. Sunan Kalijogo, Sunan Kudus, Sunan Gunungjati, dan Sunan Muria yang dianggap mewakili kaum abangan dikisahkan berbeda pandangan mengenai adat istiadat dengan Sunan Bonang, Sunan Ampel, Sunan Giri dan Sunan Drajat sebagai wakil dari kaum putihan.

Sunan Kalijogo mengusulkan agar adat istiadat lama seperti selamatan, bersaji (Sesaji), wayang, dan gamelan, disisipkan ajaran Islam. Sedangkan Sunan Ampel berpandangan lain. “Apakah tidak mengkhawatirkan di kemudian hari bahwa adat istiadat dan upacara lama itu nanti dianggap sebagai ajaran yang berasal dari agama Islam? Jika hal ini dibiarkan nantinya akan menjadi Bid’ah?” kata Sunan Ampel.

Sunan Kudus menjawab bahwa ia mempunyai keyakinan bahwa di belakang hari kelak, akan ada yang menyempurnakannya (hal. 41, 64).

Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Gunung Jati, dan terutama Sunan Giri, berusaha sekuat tenaga untuk menyampaikan ajaran Islam secara murni, baik tentang aqidah maupun ibadah. Mereka menghindarkan diri dari bentuk sinkretisme (mencampurkan) ajaran Hindu dan Buddha dengan Islam.

Namun sebaliknya Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Kalijaga mencoba menerima sisa-sisa ajaran Hindu dan Buddha di dalam menyampaikan ajaran Islam.

Maka wajar jika sampai saat ini, di Indonesia, khususnya di Jawa, budaya-budaya itu masih ada di sekitar masyarakat, seperti sekatenan, ruwatan, shalawatan, tahlilan, upacara tujuh bulanan, dll [Sumber: Abdul Qadir Jailani , Peran Ulama dan Santri Dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia, hal. 22-23, Penerbit PT. Bina Ilmu].

Salah satu catatan menarik yang terdapat dalam dokumen “Het Book van Mbonang” adalah peringatan dari Sunan Bonang kepada umat untuk selalu bersikap saling membantu dalam suasana cinta kasih, dan mencegah diri dari kesesatan dan bid’ah.

“Ee..mitraningsun! Karana sira iki apapasihana sami-saminira Islam lan mitranira kang asih ing sira lan anyegaha sira ing dalalah lan bid’ah,” sebagaimana kata Abu Yahta Arif Mustaqim, pengedit buku Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan, Istighosahan dan Ziarah Para Wali hal. 12-13.


Artinya: “Wahai saudaraku! Karena kalian semua adalah sama-sama pemeluk Islam maka hendaklah saling mengasihi dengan saudaramu yang mengasihimu. Kalian semua hendaklah mencegah dari perbuatan sesat dan bid’ah.

Friday 14 August 2015

Kisah Nabi SAW Menolak Pluralisme Agama


Alkisah, sekelompok pemuka kaum kafir Quraisy mendatangi Rasulullah saw, seraya berkata: "Wahai Muhammad! Ikutlah agama kami, niscaya kami pun akan mengikuti agamamu. Sembahlah tuhan-tuhan kami selama setahun dan kami akan menyembah Tuhanmu dalam setahun". Rasulullah menjawab: "Aku berlindung kepada Allah dari perbuatan syirik. Mendengar jawaban ini, mereka tidak menyerah, bahkan meringankan penawaran dengan hanya meminta beliau mengakui keberadaan tuhan mereka: "Terimalah sebagian tuhan-tuhan kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan menyembah Tuhanmu". Lalu turunlah surat "al-Kafirun" dalam al-Quran.

Keesokan harinya, beliau pergi ke Masjidil Haram. Di sana para pemuka Quraisy sedang berkumpul. Lalu Rasulullah menghampiri dan berdiri di tengah-tengah mereka, . Beliau bacakan wahyu yang baru diterimanya: “Katakanlah, hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu pun tidak pernah menjadi penyembah apa yang aku sembah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” (Terj. QS al-Kafirun).

Dengan jawaban Nabi yang tegas itu, kaum Quraisy pun berputus asa. Peristiwa ini disebut dalam banyak kitab tafsir, seperti Tafsir imam Tabari (w. 310H), Ibnu Katsir (w. 774H), al-Baghwi (w. 516H), al-Alusi (w. 1270H), dsb. Dan tidak ada satu pun perbedaan yang kontradiktif di kalangan ulama tafsir dalam menguraikan makna surat al-Kafirun.

Sekilas, tawaran kaum Quraisy itu tampak simpatik dan – dalam bahasa sekarang – pluralis. Tapi, dengan bimbingan wahyu dari Allah, Nabi saw menolak tegas. Beliau tidak melemah untuk menunjukkan suatu keteguhan hati dalam mengemban Risalah Allah. Padahal, bisa saja orang berpikir, jika jika saja Nabi Muhammad menerima tawaran mereka, maka kerukunan akan tercipta. Bahkan, kaum Quraisy bersedia memberikan banyak harta yang dimiliki dan menjadikan beliau orang terkaya di Makkah, serta mempersilahkan beliau mengawini perempuan mana saja yang beliau maui.

Di samping itu, mereka juga berjanji akan tunduk setia kepada aturan Rasulullah asalkan beliau mau mengakui tuhan mereka dan tidak mengusiknya. Mereka menyakinkan bahwa tawaran ini terdapat kebaikan (maslahat), saling menguntungkan dan menyenangkan semua pihak. (lihat tafsir Tabari dan Ma'alim Tanzil/al-Baghwi). Maka Allah pun menguatkan hati beliau, "Katakanlah: "Maka apakah kepada selain Allah kamu menyuruhku menyembah, wahai orang-orang yang jahil?" (QS. 39:64)

Al-Qur'an mengkategorikan pola pikir "arisan keyakinan" atau dalam istilah akademisnya dikenal dengan “kesatuan transenden agama-agama” sebagai tindakan orang jahil yang tidak berpengetahuan. Agama Islam yang berlandaskan tauhid mempunyai karakteristik dan pandangan hidup sendiri yang tidak bisa disamakan dengan agama-agama lain. Orang jahil bukan hanya mereka yang kosong dari ilmu pengetahuan, tapi juga mereka yang menyakini sesuatu yang keliru. Ibn al-Qayyim dalam kitabnya, "Tahzib Madarij al-Salikin", menjelaskan bahwa kejahilan itu adalah memandang baik sesuatu yang mestinya buruk atau menganggap sempurna sesuatu yang mestinya kurang. Jika kejahilan ini dibiarkan terpelihara, maka ia akan menghasilkan kezaliman. Ibn al-Qayyim menjelaskan bahwa kezaliman itu berarti meletakkan sesuatu secara tidak proporsional. Seperti marah pada sesuatu yang seharusnya direlakan dan merelakan padahal semestinya harus marah; bersabar dalam kebodohan; bakhil dalam kondisi lapang; dst.

Sedangkan kezaliman terbesar adalah perbuatan syirik. Yakni sebuah sikap yang menyakini adanya tuhan selain Allah; adanya kebenaran yang sama mutlaknya dengan kebenaran agama Allah; adanya keyakinan bahwa semua agama itu diibaratkan sebagai jalan yang sama-sama validnya menuju Tuhan yang sama. Tradisi syirik seperti ini anehnya justru dijadikan tolak ukur bertoleransi dan tren beragama pada sebagian masyarakat modern. Bahkan kajian kritis terhadap suatu agama atau menyakini bahwa agama yang dianutnya itu benar akan dipandang kaum pluralis sebagai tindakan yang tidak toleran dan menyebarkan kebencian. (www.apologeticsindex.org/p14.html). Sebuah koran nasional 3/11/2007 pun menurunkan sebuah ulasan bedah buku yang bertema: "Sikap Tak Dukung Pluralisme Justru Ciptakan Teroris Baru"

Sayangnya, secara akademis justru banyak artikel, buku, seminar dan materi perkuliahan yang mengajarkan sikap mencampur adukkan yang Haq dan yang bathil. Sebuah buku berjudul Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan kaum Beriman, menulis: (a) "Kita tidak dapat mengatakan bahwa (agama) yang satu lebih baik dari yang lain.” (b) “Semua agama itu kembali kepada Allah. Islam, Hindu, Budha, Nasrani, Yahudi, kembalinya kepada Allah". Ada juga inteletktual yang menjawab pertanyaan, siapa saja yang layak masuk surga, maka siapa saja, asalkan berakhlak mulis, tanpa memandang agamanya apa.
Pluralisme agama sebenarnya adalah konsep yang dihasilkan dari kebijakan politik dalam menengahi konflik agama maupun konflik yang mengatasnamakan agama di Barat. Dengan konsep ini, para pemuka agama dipaksa membuktikan dirinya bersih dari label-label "tidak toleran" dan "berpikiran sempit". Sehingga mereka bisa diterima di dunia posmodern, di mana setiap keyakinan harus didasarkan pada relativisme. Oleh karena itu, setiap klaim kebenaran berdasar kitab suci, hukum dan moral yang sudah kedaluwarsa harus dihindari. (www.allaboutreligion.org/religious-pluralism.htm)

Di Indonesia, paradigma lintas keyakinan sudah mulai dikembangkan kedalam Islam. Akhirnya banyak akademisi yang latah menyatakan: "Karena itu, berdasarkan hasil kajian dalam buku ini dari berbagai ayat al-Qur'an, maka pada hakekatnya setiap agama bisa dikatakan al-Islam". (buku: Tafsir Inklusif Makna Islam). Di buku lain juga disebutkan: "Sampai di sini, sejatinya pengertian Islam harus dipahami dalam makna generiknya, yaitu sikap pasrah dan tunduk kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal ini, tidaklah terlalu tepat jika Islam dibatasi hanya untuk agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw."

Islam secara jelas membedakan antara mukmin dan kafir, tauhid dan syirik, petunjuk dan kesesatan, serta melarang mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil. Pembedaan identitas ini tidak menghalangi umat Islam untuk menjalin muamalah, bermain sepak bola bersama dan berbuat baik kepada pemeluk agama lain. Bahkan Islam secara tegas melarang umatnya mencaci maki keyakinan orang kafir (QS. 6:108). Prinsip tertinggi bertoleransi sudah ditawarkan Islam di penghujung surat al-Kafirun: lakum dinukum waliya din”. Jadi, sikap Islam terhadap agama lain sangat tegas: kalau itu kalian anggap sebagai “agama”, maka itu adalah urusan kalian, tetapi kami mempunyai agama dan pandangan hidup sendiri. Lebih lanjut, surat al-Kafirun merupakan perisai umat dari segala bentuk syirik dan diibaratkan setara dengan seperempat al-Qur'an. Oleh karena itu, Rasulullah mengajarkan kita untuk senantiasa membacanya sebelum beranjak tidur, di samping bacaan yang lain. Ataukah kita masih mau mencari lagi cara-cara bertoleransi untuk menandingi surat al-Kafirun?

Tuesday 21 July 2015

Meragukan Kesesatan Orang Musyrik, Syahadat Bisa Batal !


Di antara prinsip ajaran Islam yaitu seorang muslim mesti meyakini kafirnya non muslim dan orang musyrik, tidak ragu akan kekafiran mereka, juga tidak sampai membenarkan ajaran mereka. Demikian dijelaskan oleh para ulama mengenai akidah yang mesti diyakini setiap muslim. Jika tidak meyakini hal tersebut, Islam seseorang jadi tidak sah.

Mengkafirkan Yahudi, Nashrani dan Orang Musyrik

Wajib bagi setiap muslim mengkafirkan orang yang dinyatakan kafir oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah telah menyatakan kafirnya orang musyrik yaitu para pengagung berhala dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan dalam ibadah. Begitu juga seorang muslim harus meyakini kafirnya orang yang tidak beriman pada para rasul atau tidak beriman pada sebagian Rasul -seperti kafirnya orang Nashrani yang tidak mau beriman pada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Sebagaimana dalam Al Qur’an pun telah ditegaskan akan kafirnya orang Yahudi, Nashrani, pengagung berhala dan orang musyrik secara umum. Seorang muslim harus meyakini kafirnya orang-orang tadi sebagaimana Allah dan Rasul-Nya telah menyatakan kafirnya mereka. Sebagai buktinya disampaikan dalam ayat-ayat berikut ini:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam”.” (QS. Al Maidah: 17). Ayat ini menunjukkan seorang muslim harus meyakini kafirnya orang Nashrani.

وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا

“Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu”, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila’nat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu.” (QS. Al Maidah: 24). Orang Yahudi dalam ayat ini dilaknat karena mereka telah mensifati Allah dengan sifat pelit sedangkan merekalah yang ghoni (berkecukupan atau kaya).[1]

لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: “Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya”.” (QS. Ali Imran: 181). Ayat-ayat di atas menceritakan tentang kafirnya ahli kitab, yaitu Yahudi dan Nashrani.

Kita pun bisa menghukumi kafirnya mereka karena mereka mengingkari kenabian Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal kenabian tersebut telah tercatat dalam kitab mereka sendiri. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat,

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آَمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (157) قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (158)

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung. Katakanlah: “Wahai sekalian manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.” (QS. Al A’rof: 157-158).

Dalam ayat ini disebutkan bahwa penyebutan Nabi Muhammad sudah ada dalam kitab taurat dan injil. Dan juga disebutkan “Wahai sekalian manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”, ayat ini adalah umum yaitu seruan untuk ahli kitab dan seluruh umat. Jadi siapa saja yang tidak mengimani keumuman risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam walau ia meyakini Muhammad adalah utusan Allah, akan tetapi ia mengatakan bahwa kerasulan Muhammad hanya khusus untuk orang Arab dan tidak pada umat yang lainnya, maka ia kafir. Bagaimana jika ia tidak mengimani risalah Muhammad sama sekali? Tentu yang terakhir ini lebih parah kekafirannya.

Sama halnya, seorang muslim pun harus meyakini kafirnya orang musyrik. Karena syirik itu membatalkan persaksian dua kalimat syahadat dan membatalkan keislaman, juga merusak tauhid. Jadi, wajib bagi setiap muslim mengkafirkan orang musyrik terserah dari bangsa Arab atau non Arab yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan bagi Allah.

Satu ayat lagi yang menjadi bukti pernyataan kafir dari Allah pada orang Yahudi, Nashrani dan orang musyrik yaitu pada ayat,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah: 6). Ayat ini secara tegas mengatakan mereka kafir.

Adapun maksud mengkafirkan orang kafir disini bukan berarti untuk digunakan sebagai panggilan untuk si fulan, misalnya "Hai kafir, ayo kita main futsal..." Tidak demikian, namun kita memanggil mereka tetap dengan sebutan nama aslinya saja.

Ragu akan Kafirnya Mereka

Begitu pula orang yang ragu akan kafirnya Yahudi, Nashrani dan orang musyrik, maka ia pun kafir. Contohnya seseorang yang mengatakan bahwa ia tidak mengetahui bahwa mereka tadi kafir ataukan tidak. Orang seperti ini dihukumi kafir karena terdapat keraguan dalam agamanya antara kafir dan iman, tidak bisa membedakan antara ini dan itu.

Yang Lebih Parah Jika Sampai Membenarkan Ajaran Mereka

Yang lebih parah dari itu jika sampai seseorang membenarkan ajaran agama lain atau ajaran orang musyrik. Begitu banyak saat ini orang-orang yang mengatasnamakan diri mereka Islam namun berprinsip seperti ini. Mereka sampai membenarkan dan mendukung ajaran Yahudi dan Nashrani. Inilah yang dikenal dengan “dakwah penyatuan agama”, yaitu menyatukan antara Islam, Yahudi dan Nashrani. Semua agama ini dianggap sama karena semuanya sama-sama beriman kepada Allah. Jadi, kata mereka jangan sampai dikafirkan. Mereka lebih parah dari orang yang sekedar ragu akan kafirnya agama lain. Contoh membenarkan agama non Islam dengan mengatakan, “Mereka sama-sama beriman pada Allah, sama-sama mengikuti para nabi. Yahudi mengikuti ajaran Musa, sedangkan Nashrani mengikuti ajaran ‘Isa.”

Bantahan: Sebenarnya mereka tidak mengikuti Musa, tidak pula mengikuti Isa. Jika mereka benar-benar mengikuti keduanya, tentu mereka akan beriman pada Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Dalam Taurat orang Yahudi yang diturunkan pada Musa sudah termaktub nama Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka.” (QS. Al A’rof: 157).

Begitu pula dalam Injil Nashrani yang diturunkan pada Nabi Isa ada juga penyebutan Muhammad. Bahkan Nabi Isa sampai tegas menyebutkannya sebagaimana kita dapat menyaksikan dalam ayat,

وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ

“Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)”.” (QS. Ash Shoff: 6). Siapa yang datang setelah Nabi Isa? Yaitu Nabi kita Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Dan dalam ayat ini disebut dengan nama Ahmad, di antara nama nabi kita yang mulia. Bahkan di akhir zaman, Isa akan turun dan akan mengikuti nabi kita Muhammad, akan berhukum dengan syari’at Islam dan bukan membawa ajaran yang baru.

Jadi, barangsiapa yang tidak mengimani Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam– dan tidak mengikuti ajaran beliau, ia kafir. Inilah akidah yang wajib diyakini setiap muslim. Jangan sampai ia keluar dari Islam sedangkan ia dalam keadaan tidak tahu. Seseorang bisa keluar dari Islam karena tidak mengkafirkan orang kafir atau bahkan sampai membenarkan ajaran mereka. Sehingga tidak pantas mereka non muslim dianggap sebagai saudara layaknya saudara seiman.

Yahudi dan Nashrani Tidak Akan Senang

Perlu dipahami bahwa Yahudi dan Nashrani tidak ingin kaum muslimin tetap eksis di atas agama mereka. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS. Al Baqarah: 120).

وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوا

“Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”.” (QS. Al Baqarah: 135). Jadi orang Yahudi dan Nashrani menganggap bahwa jika seseorang tidak berada di atas ajaran mereka, maka mereka tidak mendapat petunjuk, alias ‘sesat’. Inilah yang disebutkan dalam ayat Al Qur’an, kalam Allah. Tentu saja ini alasan kita menganggap mereka kafir. Bagaimana kita bisa ragu akan kekafiran mereka?

Sekali lagi, akidah seorang muslim tidaklah sah sampai ia mengimani kafirnya orang kafir. Ia harus bisa membedakan antara yang benar dan yang salah, antara iman dan kekafiran, antara musyrik dan muwahhid (ahli tauhid).

Semoga Allah selalu menunjuki kita pada akidah yang lurus. Wallahu waliyyut taufiq.

(*) Dikembangkan dari tulisan Syaikhuna -guru kami- Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan –hafizhohullah– dalam kitab “Durus fii Syarh Nawaqidhil Islam”, terbitan Maktabah Ar Rusyd, tahun 1425 H, hal. 78-83.

Saturday 20 June 2015

Trik Download Video Youtube Tanpa Software

Happy Ramadan Mubarak!Yeah, di minggu pagi ini admin ingin share bagaimana caranya download video di youtube. Mungkin sebagian dari netter suka pake software IDM untuk download video dari situs youtube. But, kita juga harus sering update software IDM kalau ingin tetap kompatibel dengan situs Youtube karena youtube juga selalu mengupdate celah keamanan agar tidak mudah ditembus oleh software IDM. Mungkin bagi Youtuber yang suka pake IDM agak jengkel dengan IDM karena harus update softwarenya. Nah kali ini admin share trik download video youtube tanpa software. Here we go...

Klik website yang ingin dikunjungi, trus tambahkan huruf  ss atau pwn di depan youtube.
Contohnya :

https://www.ssyoutube.com/watch?v=s9X9UxFuIX0

Setelah itu, akan muncul website yang akan menconvert video dari youtube tadi :

Friday 8 May 2015

GP Anshor, HMI dan PMII Terima Dana Korupsi Sekjen ESDM ?

 
Jakarta - Waryono Karyo, bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, didakwa merugikan negara hingga Rp 11,124 miliar. Penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Fitroh Rohcahyanto, mengatakan, selaku kuasa pengguna anggaran pada Sekretariat Jenderal Kementerian Energi, Waryono bersama-sama pegawai Kementerian Energi lainnya, Sri Utami, sekitar Desember 2011 hingga Desember 2012 melakukan tindak pidana korupsi.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan melawan hukum," ujar Fitroh saat membacakan surat dakwaan Waryono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 7 Mei 2015.

Duit Waryono mengalir ke berbagai pihak, mulai dari pasukan pengamanan presiden sebesar Rp 25 juta. Staf khusus presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono, Daniel Sparringa, juga mendapat jatah Rp 185 juta. Sedangkan wartawan menerima Rp 53,950 juta. Waryono memerintahkan Sri Utami untuk membuat laporan pertanggungjawaban fiktif tentang kegiatan sosialisasi sektor energi dan sumber daya mineral bahan bakar minyak bersubsidi.

Setelah anggaran tersebut cair, Waryono mengalokasikan untuk berbagai kegiatan. Salah satunya diberikan kepada pegawai Kementerian Energi, Eko Sudarmawan, sebesar Rp 2,964 miliar. Eko menggunakan duit itu untuk kegiatan Sekretariat Jenderal Kementerian Energi yang tidak dibiayai APBN. Berikut ini daftar mereka yang menerima duit panas Waryono.
1. LSM Hikmat Rp 150 juta
2. PMII Rp 70 juta
3. GP Anshor Rp 50 juta
4. Aliansi BEM Jawa Barat Rp 15 juta
5. LSM Laksi Rp 25 juta
6. Daniel Sparingga, staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rp 185 juta
7. HMI Rp 10 juta
8. Biaya makan malam Sekjen KESDM Rp 35 juta
9. Uang ketupat Lebaran melalui Sri Utami dan Vanda Rp 247 juta
10. Paspampres melalui Sri Utami Rp 25 juta
11. Tata usaha pimpinan Rp 88,15 juta
12. Haris Darmawan Rp 3 juta
13. THR Nuraini dan Jendra Rp 5 juta
14. Paper bag acara buka bersama Rp 1,5 juta
15. Diberikan kepada 83 wartawan @Rp 650 ribu, total Rp 53,95 juta
16. Diberikan kepada Riky untuk biaya organ tunggal Rp 7,5 juta
17. THR untuk Silva Rp 5 juta
18. Office boy Rp 7,5 juta
19. Tujuh kepala biro Rp 105 juta
20. Operasional Setjen Rp 159,350 juta
21. Ibnu Rp 1,5 juta
22. Partisipasi Porseni Rp 15 juta
23. Makan siang dengan Badan Pemeriksa Keuangan Rp 13,7 juta
24. Biaya pairing mini tournament golf Rp 120 juta
25. Entertain Biro Keuangan Rp 2,5 juta
26. Entertain auditor inspektorat jenderal Rp 20 juta
27. Uang muka perjalanan kepala pusat ke Belanda Rp 40 juta
28. Uang perpanjangan STNK Rp 5 juta. (sp/tempo)

Thursday 7 May 2015

Adik Sultan Resah Larangan Assalamualaikum di Kraton


Beberapa adik Sri Sultan Hamengku Buwono X menggelar pertemuan di nDalem GBPH Prabukusumo, Rabu (6/5) malam. Pertemuan ini akan membahas sikap keluarga terhadap sabda raja yang dikeluarkan Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Menurut Prabukusumo, pertemuan dihadiri enam adik Sultan HB X yaitu KGPH Hadi Winoto, GBPH Prabukusumo, GBPH Yudhaningrat, GBPH Condroningrat, GBPH Suryaningrat, GBPH Suryonegoro, GBPH Hadinegoro. "Pertemuan ini tertutup bagi wartawan," kata Prabukusumo di Makam raja-raja di Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (6/5).

Pertemuan ini, kata Prabukusumo, juga untuk mempersiapkan acara open house di nDalem Yudhoningratan Jalan Ibu Ruswo Yogyakarta, Kamis (7/5/2015) pukul 10.00 - 15.00 WIB. Open house digunakan untuk menyerap aspirasi masyarakat luas dalam menyikapi sabda raja. 

Rayi dalem mengaku sangat prihatin terhadap isi sabdaraja melarang kata 'Assalamu'alaikum' digunakan di dalam Kraton Yogyakarta. Selain itu, juga menghilangkan gelar Khalifatullah pada Sultan.

Wednesday 22 April 2015

Saudi Eksekusi Mati Majikan yang Membunuh TKW Indonesia


Hari Selasa (21/04/2015) bertepatan dengan tanggal 07 Jumadil Akhir 1436 H pemerintah Arab Saudi menghukum mati (pancung) Syayi’ bin Said Al-Qahtany, seorang warga negara Saudi di kota Abha Provinsi Asir atas kasus pembunuhan Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Indonesia.

Berita ini diumumkan pihak Kementrian Dalam Negeri Arab Saudi (KSA) setelah Syayi’Al-Qohathany terbukti melakukan pembunuhan yang dilakukannya terhadap pembantu rumah tangga asal Indonesia.

Dalam surat keterangan resminya, Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi menjelaskan alasan eksekusi mati warga Saudi ini.

“Allah azza wa jalla berfirman: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,” demikian keteranyanya mengutip Al-Quran Surat Al Maidah ayat 33, terkait landasan hukuman qishas bagi pembunuh sebagaimana dikutip sabq.org.

Seperti diketahui, Syayi’ bin Said bin Ali Al-Qahtany, adalah warga asli Saudi, telah melakukan pembunuhan terhadap seorang pembantu rumah tangga yang bekerja di kediamannya atas nama, Kikum Armal Asari, seorang TKW asal Indonesia.

Syayi’ bin Said telah membunuh Kikum dengan cara memukulnya dengan benda keras dan menyiramnya dengan air panas serta melakukan tindakan asusila terhadapnya.

Syayi’ bin Said berhasil diringkus polisi dan telah menjalankan serangkaian pemeriksaan terhadap pelaku atas tuduhan yang diarahkan padanya.

Setelah melewati proses persidangan, pengadilan memutuskan kebenaran tuduhan yang dialamatkan kepada pelaku.

Keputusan hukum pancung (ta’zir) ini, telah disahkan oleh Mahkamah Isti’nafiyah dan Mahkamah Tinggi hingga keluar perintah resmi pihak kerajaan untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan mahkamah.

Hukum pancung Syayi’Al-Qohathany dilaksanakan hari Selasa (21/04/2015) bertepatan dengan tanggal 07 Jumadil Akhir 1436 H di kota Abha Provinsi Asir.

Dalam keterangannya, pihak Kementerian Dalam Negeri mengumumkan, keputusan ini sebagai penegasan bagi semua atas upaya pemerintah –khususnya Pelayanan Dua Kota Suci– dalam mewujudkan keamanan, keadilan.

Juga sebagai upaya merealisasikan penegakkan hukum Allah Subhanahu Wata’ala terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan terhadap orang-orang tak bersalah dan menumpahkan darah mereka.

Sebelum ini, Indonesia dikejutkan dengan eksekusi TKW asal Madura, Zaenab binti Duhri, yang dihukum pancung di Madinah pada Selasa (14/04/2015) akibat dakwaan pembunuhan terhadap Nourah Binti Abdullah Duhem Al Maruba, istri pemakai jasanya, pada tahun 1999. [ Baca: TKW Asal Madura Jalani Hukuman Mati di Madinah]

Berita ini membuat pemerintah terkejut dan menyampaikan protes pada Pemerintah Saudi, alasannya, pihak Saudi tidak menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu mengenai waktu pelaksanaan hukuman mati.*/Aan Chandra Thalib (Saudi)

Bus Umum di New York Diwajibkan Pasang Iklan yang Menghina Muslim


Seorang hakim memutuskan bahwa bus-bus umum di kota New York harus memasang iklan kontroversial yang menyebutkan Muslim membunuh Yahudi, lapor BBC Rabu (22/4/2015).

Otoritas Transportasi Metropolitan New York (MTA) sebelumnya telah menentang pemasangan iklan tersebut, dengan alasan dapat memicu terorisme dan tindak kekerasan.

Tetapi, hakim John Koeltl menolak argumen tersebut dan mengatakan bahwa iklan dilindungi oleh konstitusi Amerika Serikat, yang mengekalkan prinsip kebebasan berbicara.

Iklan yang menyudutkan Muslim itu dibayar oleh American Freedom Defense Initiative.

Iklan tersebut sudah dan masih terpasang di transportasi-transportasi publik di kota Chicago dan San Francisco.

Iklan itu menunjukkan gambar seorang laki-laki dengan tatapan mata mengancam, kepalanya dan wajahnya dibungkus kefiyeh (scarf khas Palestina). Di sampingnya tertulis kutipan yang diambil dari video nasyid Hamas.

Kutipan itu berbunyi, “Kiling Jews is worship that draws us close to Allah” (membunuh Yahudi adalah ibadah yang mendekatkan kita kepada Allah).

Selanjutkan iklan itu bertanya, “That’s his Jihad. What’s yours?” (Itu jihad dia, apa jihadmu?).

Hakim Koeltl mengatakan bahwa dia peduli dengan masalah keamanan, tetapi MTA telah menganggap enteng toleransi yang dimiliki warga kota New York dan terlalu berlebih-lebihan dalam memperkirakan dampak iklan tersebut. Dia merujuk pada pemasangan iklan itu di Chicago dan San Francisco yang buktinya tidak menimbulkan dampak negatif apapun pada warga setempat.

Hakim menunda pelaksanaan keputusannya selama 30 hari agar MTA punya kesempatan untuk mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau tidak.

Juru bicara MTA Adam Lisberg mengatakan pihaknya “kecewa dengan keputusan tersebut dan sedang mempertimbangkan opsi-opsi mereka.” American Freedom Defense Initiative dimotori oleh blogger dan aktivis Pamela Geller. Kelompok itu dimasukkan dalam daftar kelompok anti-Islam oleh organisasi peduli hak-hak asasi manusia Southern Poverty Law Center.

Monday 20 April 2015

Kartini masa kini kemana akan melangkah ?


Kini, atas nama emansipasi, dengan dalih meneladani kartini banyak perempuan yang meninggalkan kodratnya. Menjadi Kartini masa kini telah menjadikan banyak kaum hawa tidak menyadari bahwa sebagai perempuan Indonesia apa yang banyak dilakukannya, justru membuat mereka kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang menjunjung tinggi moral yang berdasarkan nilai-nilai agama. Mereka lupa akan kemuliaannya sebagai perempuan yang berpegang teguh pada nilai agama. Mereka pun lupa bahwa untuk berprestasi di ajang daerah, nasional atau internasional itu bisa tanpa mengorbankan jati dirinya sebagai umat beragama.

Ironis! Perempuan Indonesia tak terkecuali muslimahnya saat ini kita lihat belum termuliakan. Perempuan-perempuan barat yang doyan mengeksploitasi tubuh justru yang banyak dijadikan sumber inspirasi kaum perempuan masa kini. Miris! bahkan hingga hari kartini tahun ini, kita peringati potret generasi Kartini masa kini jauh dari harapan. Perempuan Indonesia mulai meremehkan kodratnya.

Memang perempuan makin terdidik seperti halnya harapan Kartini. Tapi keterdidikan kaum perempuan masa kini tidak seperti apa yang diperjuangkan Kartini. Kini semakin terdidik bukan malah menjadikannya semakin pintar menjalankan kewajiban, melainkan disibukkan menuntut hak-haknya. Perempuan sibuk berkiprah menyamai laki-laki, baik di bidang politik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial dan sebagainya.

Padahal, fakta berbicara, presiden perempuan pun pernah di Indonesia, tapi keadaan tetap sama. Bahkan ketika kuota partisipasi perempuan di politik dipatok 30 persen pun, tidak lantas membuat perempuan bersuka cita berbondong-bondong memenuhinya. Ini karena citra politik yang kotor, penuh intrik dan kolutif, yang bertentangan dengan fitrah perempuan yang lemah-lembut dan penuh kasih. Kalau pun gayung bersambut, kuota 30 persen tercapai ternyata masalah malah jadi tambah runyam.

Belum lagi ide Pemberdayaan Ekonomi Perempuan yang juga mendapat sambutan semakin memperburuk keadaan. Perempuan benar menjadi punya penghasilan sendiri, tidak tergantung suami dalam hal keuangan, dianggap sukses, mandiri, bebas menentukan nasib sendiri, bebas mengaktualisasikan diri dan mendapatkan hak-haknya.Tapi kewajibannya sebagai istri dan ibu pendidik generasi jadi terabaikan. Sebutan wanita karier lebih menggiurkan dibanding dengan sebutan Ibu Rumah Tangga. Waktu di luar rumah dengan bos atau relasi yang bukan mahramnya, lebih intens dibanding bercengkerama di rumah dengan suami atau anak-anaknya. Jika suami, ayah atau kerabat melarangnya, akan dikenai pasal kekerasan dalam rumah tangga. Penjara taruhannya. Rumah tangga pun rentan dengan perceraian.

Kehancuran generasi tinggal menunggu waktu. Lahirlah penjahat masa kini, bukan lagi lelaki berwajah sangar dan bertampang seram, tapi lelaki berdasi dan perempuan seksi.

Ke mana Kartini masa kini harus melangkah?
Fitrah perempuan dari sejak dulu sampai sekarang sama. Fitrahnya dia itu adalah istri bagi suaminya, ibu bagi anak-anaknya dan pengatur rumah yang bertugas menciptakan keharmonisan di dalam rumah tangga. Adapun dari sisi bahwa perempuan juga manusia sama sebagaimana halnya laki-laki, dia adalah hamba Allah dan juga bagian dari anggota masyarakat yang berkewajiban beramar ma’ruf nahi munkar.

Sangat menarik bagi kaum muslimah khususnya, terutama di bulan April menelaah lebih dalam sosok Kartini, agar bisa mengingatkan kaum perempuan Indonesia lainnya untuk tidak salah melangkah. Karena bila salah melangkah dalam kehidupan resikonya tidak main-main, keselamatan dunia dan akhirat yang dipertaruhkan.

Diceritakan, pertemuan Kartini dan Kyai Haji Sholeh Darat. Takdir, mempertemukan Kartini dengan Kyai Sholeh Darat. Pertemuan terjadi dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya.

Kyai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah. Kartini tertegun. Sepanjang pengajian, Kartini seakan tak sempat memalingkan mata dari sosok Kyai Sholeh Darat, dan telinganya menangkap kata demi kata yang disampaikan sang penceramah. Pertemuan ini pula yang mendorong Kyai Sholeh Darat menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan dan diberikan sebagai hadiah perkawinan yang disebut Kartini sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia.

Surat yang diterjemahkan Kyai Sholeh adalah Al Fatihah sampai Surat Ibrahim. Kartini mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Sayangnya, Kartini tidak pernah mendapat terjemahan ayat-ayat berikutnya, karena Kyai Sholeh meninggal dunia.

Kyai Sholeh membawa Kartini ke perjalanan transformasi spiritual. Pandangan Kartini tentang Barat (baca: Eropa) berubah.

Perhatikan surat Kartini bertanggal 27 Oktober 1902 kepada Ny Abendanon. “Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban. Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan.”

Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis, “Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai”.

Lalu dalam surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis, “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu hamba Allah”.

Jadi, jelaslah perjuangannya membela perempuan kini ditafsirkan sangat melenceng dari khittah. Bahkan setelah perkenalannya dengan Kyai Sholeh Darat Kartini dengan terang-terangan menyebutkan gelar hamba Allah adalah gelar yang ia anggap paling tinggi. Beliau pun tidak lagi menganggap masyarakat Eropa sebagai masyarakat terbaik. Bahkan, masih menurut Kartini peradaban Eropa tidak patut disebut peradaban.

Tips Memilih Jodoh Ideal


Roda kehidupan setiap insan di dunia ini selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan, ada pilihan yang baik dan ada pilihan yang buruk, jika dihadapkan pada pilihan yang buruk maka pilihan yang tepat adalah menolaknya baik secara terbuka maupun secara sindiran. Begitu juga jika pilihan itu baik maka langkah yang paling tepat adalah memilih untuk tidak menolaknya.

Memilih sesuatu hal tentu saja ada parameter-parameter tertentu yang mengharuskan setiap insan untuk menimang-nimangnya secara matang dengan memadukan otak kiri dan otak kanan sehingga terpilihlah pilihan yang paling baik dan cocok.

Dasar utama yang menjadi landasan untuk memilih adalah ilmu pengetahuan, misalkan saja ketika seorang Insinyur Teknik sipil ingin memilih dimensi tulangan untuk sebuah kolom beton bertulang maka tahap utama yang dia lakukan adalah menganalisa seluruh kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi dengan ilmu mekanika rekayasa sehingga diperoleh nilai momen yang selanjutnya bisa dipakai dalam memilih ukuran tulangan yang proposional terhadap dimensi kolom yang direncanakan.

Dalam kasus seperti ini rasanya tidak terlalu sulit untuk memilih karena parameternya sangat jelas, jika tulangan yang terpasang terlalu banyak maka konsekuensi yang bakal terjadi adalah dikhawatirkan bakal menyebabkan keruntuhan tekan dikarenakan tulangan terlalu banyak dan beton tidak sanggup mengimbanginya sehingga mudah retak dan colaps.

Untuk urusan jodoh pun ada parameter penting untuk direnungi secara mendalam. Jauh-jauh hari lebih kurang 14 abad yang lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memberi gambaran yang jelas mengenai parameter yang menjadi tolak ukur dalam memilih jodoh. Ketika seorang lelaki muda yang lajang ingin meminang seorang gadis Rasulullah telah memberi 4 kriteria pilihan, yakni pilihlah dengan melihat rupa, harta, nasab dan agama,jika memilih karena dasar agama niscaya akan selamat dan berbahagia.

Hal pertama yang membuat lelaki menjadi tertarik dengan wanita adalah karena melihat wajahnya, wajah yang cantik tentu saja akan mempunyai daya tarik yang kuat bagi setiap lelaki. Sehingga atas dasar ini dia telah menentukan pilihan untuk memilih si wanita tersebut. Namun demikian, wajah cantik ini bukan sebuah patokan yang mutlak karena ada parameter kedua yakni hartanya dan parameter ketiga yakni bagaimana keluarganya. Akan tetapi ketika wajahnya oke, hartanya melimpah, dan berasal dari keluarga yang “wah”, namun agamanya tidak jelas alias sekedar tanda pengenal di KTP saja maka ketiga kriteria tadi bakal sia-sia belaka. Untuk itu penting sekali untuk mengedapankan nilai-nilai iman dalam memilih wanita idaman, dan wanita yang baik hanya untuk lelaki yang baik, dan lelaki yang baik hanya untuk wanita yang baik.

Demikian juga halnya dengan wanita, ketika ada seorang lelaki yang datang hendak meminang dia untuk dijadikan teman hidup di dunia dan akhirat baik dalam suka maupun duka, maka parameter utama dalam menerima atau menolak-nya adalah karena 4 hal itu juga, yakni: rupa, harta, nasab dan agama.

Ketika seorang wanita menolak karena alasan agamanya yang kurang pas Insya Allah dia akan selamat dan berbahagia. Seorang wanita berhak untuk menolak, dan penolakan yang sangat logis adalah penolakan atas dasar agama. Jika terlihat bahwa lelaki yang datang memilih dia bukanlah seseorang yang baik dalam agamanya biarpun rupawan hartawan dan bangsawan sekalipun maka menolak pinangannya adalah langkah yang tepat.

Namun, jika alasan penolakan karena rupa kurang tampan atau karena kurang kaya dan berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja maka ini bukanlah sebuah alasan yang tepat. Karena kunci utama bahagia itu terletak di hati bukan karena luas atau sempitnya sebuah rumah. Seorang lelaki yang beriman insya Allah akan menerima setiap taqdir dari Nya dengan lapang dada, dan seorang yang beriman tentu saja mempunyai cinta yang besar terhadap Penciptanya, wujud cinta kepada Nya adalah dengan menjalankan segala titah Nya dan menjauhi segala hal yang dilarang oleh Nya.

Salah satu titah dari Nya adalah berlaku lemah lembut terhadap istri, berbakti kepada kedua orang tua, serta menyayangi keluarganya dengan memberi bimbingan agama agar terhindar dari jilatan api neraka.

Mencari Istri yang Banyak 'Keterbatasannya'


Seorang Ikhwah datang ke saya minta tips cari istri yang shalihah.

Saya katakan, “Cari wanita yang punya banyak keterbatasan.”

“Kok gitu?” kata dia seperti protes.

“Iya dong,” kata saya.

“Maksudnya gimana sih? Saya jadi bingung, yang bener kan cari istri kalau bisa yang kekurangannya sedikit,” kata dia.

“Gini akhi, cari istri yang pandangannya terbatas, engga jelalatan kalau lihat sesuatu, liat laki-laki lain melotot, lihat barang-barang ngiler, lihat ini itu pengen, kan repot…. hehehe.”

“Kemudian cari yang mulutnya terbatas, bukan bibirnya kurang nih, tapi ngomongnya terbatas, ga suka ghibah, namimah, ngomong kotor dan keji, bawel, dan sebagainya.”

“Kemudian cari yang kakinya terbatas, yang gak suka nganjal, tahu nganjal ? Demen nya keluar rumah buat ngelayap kemana mana engga tahu juntrungannya.”

“Kemudian cari yang tangannya terbatas, bukan buntung tapi mampu menjaga tangan dari mengambil yang bukan haknya atau melakukan tindakan yang keluar dari aturan agama atau perbuatan yang tidak disukai oleh suaminya.”

“Lalu cari yang pikirannya terbatas, terbatas hanya memikirkan keluarga, agar keluarganya menjadi sakinah mawaddah wa rahmah, menjadi keluarga yang mampu memberi sumbangsih bagi dakwah dan penegakan syariatNya.”

Dia manggut-manggut

“Satu lagi, cari istri yang mau diajak senang,” kata saya.

“Ah gimane tuh?” tanya dia.

“Yang mau senang pas lagi susah, senang diajak ibadah, senang diajak taat, senang ditinggal karena urusan dakwah dan ummat, senang dikasih uang belanja dikit, senang walaupun rumah ngontrak, pokoknya disini senang disana senang, hehehe…”.

Tahu gak? Ternyata dia setuju dengan tips saya, okeh katanya.

Oleh: Ustadz Ibnu Hasan Ath Thabari

Friday 17 April 2015

Anti Ekstrimis Islam, Jokowi Masuk 100 Pemimpin Berpengaruh Dunia versi TIME


Dalam hal ini, Time mengetengahkan pendapat mantan Presiden Bank Dunia dan mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Paul Wolfowitz.

Wolfowitz menjuluki Jokowi sebagai “Indonesia’s anti-extremist”. Awalnya, ia mengulas perjalanan karier Jokowi hingga bisa seorang Presiden RI. Mulai dari seorang pengusaha kemudian menjadi politisi.

Wolfowitz menulis bahwa Jokowi merupakan orang biasa pertama yang mampu mencapai prestasi tersebut. Menurut Wolfowotz, sejak terpilih jadi presiden, Jokowi memancarkan aura yang muda dan melakukan pendekatan yang merakyat.

Wolfowitz juga menekankan keberanian Jokowi melawan kaum ekstremis berbasis agama yang menolak penunjukan seorang perempuan Kristen sebagai lurah di kawasan Jakarta Selatan. Seperti kita ketaui, kejadian yang disebut oleh Wolfowitz merujuk pada Susan Jasmine Zulkifli, lurah di Kelurahan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, tahun 2013.

Wolfowitz berpendapat bahwa komitmen Jokowi mempertahankan keberagaman budaya dan agama sangat penting. Menurut Wolfowitz, apa yang dilakukan oleh Jokowi ini tidak hanya bagus untuk Indonesia, tetapi juga bagi dunia yang memerlukan Indonesia sebagai contoh negara Muslim berdemokrasi yang sukses. Pun begitu, Wolfowitz menegaskan bahwa Jokowi harus memaksimalkan popularitasnya dan melakukan perubahan di Indonesia serta melawan pihak dan kepentingan yang menolak adanya perubahan.

Untuk Apa Belajar Islam pada Dosen Yahudi ?


SUDAH lama di berbagai kampus bergengsi di Negara Amerika, terdapat fakultas Studi Agama (religious studies). Di fakultas itu biasanya disediakan 6 jurusan: Yahudi, Budha, Kristen, Hindu, studi islam dan filsafat agama.

Ketika melihat daftar dosen-dosen yang tercantum di website kampus, saya amati dosen untuk mata kuliah Yudaisme, Sejarah holocaust, filsafat yahudi dan studi naskah Talmud di Stanford, Yale, Harvard, California, Duke, dan Universitas Chicago, 100% diajar oleh Orang Yahudi sendiri. Tidak ada orang non Yahudi yang dibiarkan mengajar mata kuliah yang berkaitan dengan agama mereka.

Ambil contoh, seorang dosen Wanita di Universitas Stanford bernama Charollete Elisheva fonrobert, Elisheva ini Profesor yang ahli Talmud (mungkin hafal diluar kepala). Selain itu dia dosen tamu di Universitas Karl-Franzens, Austria. Satu lagi, menguasai 6 bahasa asing: Ibrani, Yunani, Latin, Inggris, Jerman dan Prancis. Benar-benar bukan sembarang dosen yang diperbolehkan mengajar di sana.

Adapun Studi Islam (Islamic studies), sejak kemunculan Orientalis, agama ini diteliti habis-habisan oleh sarjana Non Muslim. Tentu saja dengan metodologi andalan mereka seperti Filologi, Kritik Sejarah, Fenemonelogi, dan Hermeneutika. Setelah dirasa mereka “pakar” di Studi Islam, dengan disokong dana yang besar, mereka memberanikan diri membuka jurusan Studi islam.

Mereka melakukan publikasi besar besaran baik dalam bentuk buku, majalah, ensiklopedi hingga jurnal ilmiah. Selain publikasi, mereka menawarkan beasiswa, pertukaran mahasiswa hingga suplai dana untuk pelatihan dosen.

Celakanya, generasi muda Islam yang telah menjadi sarjana, sebagian dari mereka kepincut belajar Islam kepada Orientalis, dengan memmunculkan adagium, “Belajar Islam di Barat itu ilmiah banget, sedangkan di Timur tengah ketinggalan zaman karena berbasis hafalan“. Padahal adagium ini tidak benar dan menyesatkan.

Sebaliknya, di Timur Tengah studi Islam hanya diajarkan oleh orang Islam sendiri.

Sebagaimana diawal tulisan ini bagaimana mata kuliah Yudaisme diajarkan oleh orang Yahudi sendiri.

Disamping kepentingan ilmiah, studi Islam di Timur Tengah orientasinya bukan sebatas keilmuan saja, tetapi juga diamalkan serta didakwahkan kepada orang lain. Inilah yang barangkali belum ada di kampus-kampus bergengsi di Barat.

Studi Islam dengan dibarengi amal dan dakwah akan menjadikan ilmu yang didapat menjadi berkah dan mengalir pahalanya.

Generasi muda Islam yang bangga kuliah di Barat itu seharusnya perlu kita tanyai, ”Apakah setelah lulus, Anda menjadi kritis seperti Dr Rasidji ataukah menjadi seperti Cak Nur dan Harun Nasution?”

Jika tidak, buat apa jauh-jauh belajar Islam ke Barat, bila hasilnya menjadi penghancur kemuliaan agama ini?

Idealnya kalau kuliah ke Barat harusnya belajar sains seperti yang dilakukan Prof Dr BJ Habibie. Ia kuliah ke Jerman untuk mendalami ilmu Aeronautika sampai jenjang doktoral.

Adalah hal lucu, belajar agama Islam kepada non Muslim, yang sejatinya ia tak meyakini Islam dan hanya menganggap Islam sebatas gejala sosial, bukan agama wahyu yang bersumber dari Allah Subhanahu Wata’ala. Mudah-mudahan ini menjadi renungan kita bersama, supaya di masa depan, tidak terulang lagi kebiasaan mengirim sarjana Muslim untuk belajar Islam kepada non Muslim.

Thursday 16 April 2015

Islam Nusantara, Makhluk Apa Itu ? [bagian 2]


KEDUA kelompok karakteristik tersebut mengandaikan adanya pertentangan antara “Islam esoteris (Islam hakikat)” dengan “Islam eksoteris (Islam syariat)” serta antara “Islam lemah lembut” dengan “Islam keras”. Kedua kelompok karakteristik itu diklaim sebagai “ciri khas Islam Indonesia” sedangkan kebalikan dari keduanya adalah milik “Islam Arab”.

Konsep “Islam Indonesia” sering diperhadapkan dengan konsep “Islam Arab”. Bahkan istilah “Islam Arab” distigma sebagai ancaman bagi “Islam Indonesia”.

Jika kita perhatikan secara jeli sesungguhya apa yang secara klise sering diklaim sebagai karakteristik “Islam Indonesia” di atas sebenarnya lebih banyak diwarnai asumsi dan idealisasi daripada kenyataan.

Menurut hemat penulis klaim bahwa “Islam Indonesia” adalah “Islam esoteris” dan “Islam yang lemah lembut” semata adalah generalisasi dan simplifikasi yang cenderung a-historis dan menafikan realitas keberislaman masyarakat Indonesia yang tidak sesederhana yang kita bayangkan.

Sejak awal masuk dan berkembangnya Islam di Kepulauan Nusantara ini, Islam telah dipahami dan dipraktikkan baik dalam aspek esoteris maupun eksoteris.

Sebagai contoh, naskah-naskah Islam tertua di Jawa seperti Pituture Seh Bari atau Kropak Ferrara misalnya, selain membicarakan tasawuf juga membicarakan akidah dan fikih. Dengan kata lain bukan hanya membahas aspek esoteris ajaran Islam tetapi juga aspek eksoterisnya.

Demikian pula dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, meskipun dalam membangun wibawa kekuasaannya banyak menggunakan konsep-konsep tasawuf namun tetap tidak meninggalkan penegakan syariat. Bahwa penerapan syariat masih harus menenggang keberadaan hukum adat yang sudah ada sebelum Islam datang tentu itu adalah bagian dari proses Islamisasi yang panjang, namun yang jelas ada upaya dari para penguasa Muslim di Nusantara untuk menerapkan syariat dan tidak mempertentangkan antara syariat dengan hakikat.

Begitu juga bila kita menengok sejarah kita bisa menyaksikan bahwa kaum Muslim Nusantara tidak mempraktikkan Islam hanya agama lemah lembut semata.

Ada kalanya kaum Muslim Nusantara bersikap tegas dan keras ketika merasa ditindas oleh orang-orang kafir atau kehormatan agamanya dilecehkan. Perlawanan-perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda sepanjang abad ke-19 yang dimotori para kiai, haji, dan santri bisa menjadi contoh bagaimana kaum Muslim Nusantara pun bisa bersikap dan bertindak radikal.

Perlu dicatat, perlawanan-perlawanan tersebut kerap kali diarahkan bukan hanya kepada orang-orang Belanda tetapi juga kepada orang-orang pribumi Muslim yang berkolaborasi dengan Belanda. Oleh gerakan-gerakan perlawanan itu -yang banyak di antaranya adalah kaum tarekat- mereka sering dicap “kafir” karena bersekutu dengan Belanda.

Terlepas bahwa vonis kafir secara serampangan tidak dibenarkan dalam syariat, fakta sejarah ini sekadar menggambarkan bahwa takfir bukan hanya dilakukan oleh mereka yang saat ini distigma dengan ‘Wahabi’ melainkan juga kaum tarekat (sufi) yang sering dikonstruksikan sebagai kelompok Islam yang “toleran”, “moderat”, cinta damai, dan humanis. Ini sekaligus menunjukkan bahwa pemahaman Islam yang mengedepankan aspek esoteris tidak selalu berbanding lurus dengan sikap “moderat” dan “toleran”.

Lebih jauh lagi kita pun bisa mempertanyakan, apakah proses (yang disebut) “pribumisasi Islam” itu selalu melahirkan ekspresi keberagamaan yang kental dengan nuansa esoteris dan atau kelemah-lembutan dalam beragama?

Lagi-lagi jika menengok sejarah, jawabannya adalah tidak. “Pribumisasi Islam” bisa saja menghasilkan ekspresi keberislaman yang mengedepankan aspek eksoteris -tanpa harus berarti menafikan aspek esoteris- dan juga garang alih-alih lemah lembut. Hal ini bisa kita lihat dalam kasus gerakan DI/TII di Jawa Barat.

Sejumlah tulisan yang mengupas DI/TII di Jawa Barat menunjukkan bahwa gerakan ini menggunakan konsep-konsep budaya lokal (Jawa dan Sunda) untuk mengartikulasikan ideologinya. Dalam rangka melegitimisi kepemimpinannya misalnya, Kartosuwiryo mengklaim mendapat “wahyu cakraningrat”/pulung ketika sedang bertafakur di hutan. Lalu dalam sebuah manifestonya Kartosuwiryo menampilkan dirinya sebagai Herucokro yang dalam tradisi Jawa merupakan nama Ratu Adil yang akan membawa keadilan dan kemakmuran bagi rakyat seraya menggambarkan perang antara NII melawan RI bagaikan perang “Brontoyudho Joyo Binangun” antara Pandawa (NII) melawan Kurawa (RI). Keberhasilan DI/TII merekrut pengikut di daerah pedesaan Priangan juga tidak lepas dari usaha menampilkan DI/TII sebagai pemenuhan dari ramalan para karuhun (leluhur) Sunda seperti Prabu Kian Santang. Ini jelas merupakan suatu bentuk “pribumisasi Islam” namun pribumisasi tersebut justru dilakukan dalam kerangka perjuangan menegakkan aspek eksoteris Islam yaitu syariat Islam. Pribumisasi itu juga tidak berbanding lurus dengan sikap lemah lembut. Sebaliknya DI/TII dikenal sebagai gerakan yang tidak mengenal ampun terhadap musuh-musuhnya. Berbagai eksekusi yang kini sering dilakukan ISIS sudah dilakukan DI/TII di Jawa Barat puluhan tahun yang lalu.* (bersambung)

Islam Nusantara, Makhluk Apa Itu ?[Bagian 3]

Islam Nusantara, Makhluk Apa Itu ? [Bagian 3]

Alhasil, wacana “Islam Indonesia” ala para akademisi, birokrat, politisi dan tokoh ormas Islam itu lebih bersifat politis ketimbang sebuah usaha intelektual yang jujur


BERDASAR uraian di atas dapat dikatakan pula bahwa wacana “Islam Indonesia” yang hari ini digembar-gemborkan kalangan elit intelektual, birokrat Kemenag, politisi, dan sejumlah tokoh ormas Islam sejatinya hanya menampilkan satu wajah saja dari wajah “Islam Indonesia” secara keseluruhan.

Bukankah DI/TII –lepas dari soal setuju atau tidak setuju dengan gagasan dan sepak terjangnya– sebagai gerakan Islam politik yang radikal, militan, dan eksoteris adalah juga bagian dari “Islam Indonesia” karena ia lahir dan tumbuh di Indonesia dalam konteks sosial Indonesia dan bahkan mengadopsi budaya lokal Nusantara?

Masalahnya, ia tidak diakui sebagai salah satu warisan “Islam Indonesia” karena tidak memenuhi kriteria kedua kelompok karakteristik di atas.

Dengan demikian maka sesungguhnya telah terjadi pengingkaran atas sebuah realitas historis.

Terkurung dalam Partikularitas

Selain apa yang sudah dikemukakan di atas, kritik atas wacana “Islam Indonesia” juga bisa mengambil sudut pandang kritik atas partikularitas wacana ini. Satu pernyataan sederhana, apakah tradisi-tradisi keberislaman masyarakat Muslim Indonesia yang diklaim sebagai “ciri khas Islam Indonesia” hanya ada di Indonesia? Apakah tradisi-tradisi semacam ziarah kubur, tahlilan, yasinan, dan sejenisnya hanya dikenal di Indonesia?

Dalam kumpulan tulisan studi “Ziarah dan Wali di Dunia Islam” yang diedit Henri Chambert-Loir dan Claude Guillot tentang praktik ziarah ke makam wali di berbagai penjuru Dunia Islam, ditemukan bahwa tradisi kaum Muslim yang dianggap sebagai ekspresi Islam lokal ternyata jamak ditemukan di seluruh Dunia Islam – mulai dari Senegal di barat sampai Indonesia di timur, dari China di utara sampai Zanzibar di selatan.

Dengan demikian maka tradisi-tradisi yang disebutkan di atas bukan hanya milik kaum Muslim di Indonesia semata.

Lagi-lagi jika menengok sejarah, berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari peran dan pengaruh berbagai negeri dan bangsa. Mulai Arab, Persia, India, China, dan tentu saja orang Nusantara sendiri.

Jadi budaya Islam yang berkembang di Nusantara juga lahir dari interaksi antara masyarakat Muslim dari beragam bangsa dan negeri sehingga dalam konteks ini mustahil membedakan secara tegas antara apa yang “asli/khas Indonesia” dengan yang “tidak asli/khas Indonesia”.

Jadi hubungan antara kaum Muslim Nusantara dengan kaum Muslim di luar Nusantara sudah terjalin sejak lama. Karena itu istilah “jaringan Islam trans-nasional” sesungguhnya juga bukan suatu hal yang baru.

Karena itu adanya kekhawatiran jaringan “Islam trans-nasional” akan memarjinalkan “Islam Indonesia” adalah berlebihan dan tidak berdasar.

Pada abad ke-19 tumbuhnya kelas pedagang Muslim pribumi dan membaiknya transportasi laut lintas benua mempermudah akses kaum Muslim Nusantara ke Haramain untuk beribadah haji sekaligus menuntut ilmu di sana. Dampaknya adalah membanjirnya para da’i yang menyebarkan ilmu yang diperolehnya di Tanah Suci sekaligus mengadakan perombakan-perombakan dan pembaharuan di masyarakatnya agar mereka hidup sejalan dengan tuntunan Islam. Bahkan dakwah yang mereka lakukan tidak tanpa resistensi. Dakwah mereka kerap dianggap mengancam tatanan budaya (Islam) lokal yang telah mapan. Misalnya Perang Paderi di Minangkabau.

Sekalipun demikian apakah lantas “Islam Indonesia” atau “Islam Nusantara” musnah digantikan “Islam Arab”? Nyatanya tidak, justru yang kemudian terjadi ekspresi keberislaman yang dibawa para dai tersebut -yang pada zamannya dianggap asing- diserap oleh masyarakat dan ikut mewarnai serta membentuk apa yang hari ini diterima sebagai “Islam Indonesia”. Toh bukankah budaya itu cair dan dinamis?

Apa yang hari ini dianggap budaya asing bisa saja beberapa puluh tahun kemudian diterima sebagai “budaya asli”. Dengan demikian maka hari ini pun kita tidak perlu alergi dengan ekspresi keberislaman kaum “Islam trans-nasional” yang terkesan “kearab-araban”. Mengapa kita tidak memandang ekspresi itu secara positif sebagai sesuatu yang bisa memperkaya “Islam Indonesia”?

Cara Pandang Dualis-Dikotomis

Dari catatan kritis atas wacana “Islam Indonesia” dan “Islam Nusantara” akan terlihat bahwa stereotipisasi tersebut berpangkal pada asumsi yang dibangun di atas cara pandang dualis-dikotomis.

Esoterisme dipisahkan dan dipertentangkan dengan eksoterisme, “Islam lemah-lembut” dipisahkan dan dipertentangkan dengan “Islam keras”, “Islam Indonesia” dipisahkan dan dipertentangkan dengan “Islam Arab”, “pribumisasi Islam” dipisahkan dan dipertentangkan dengan Islamisasi, dan seterusnya.

Cara pandang dualis-dikotomis dan saling bertentangan satu sama lain ini berasal dari tradisi peradaban Barat ini berbeda dengan cara pandang tauhid yang bersifat integralistis.

Dalam cara pandang tauhid apa yang oleh persepsi manusia dianggap sebagai dua hal yang terpisah dan saling bertentangan sesungguhnya tak terpisahkan satu sama lain, yang satu adalah penyempurna yang lain, selama keduanya diletakkan di bawah terang wahyu Allah. Dengan demikian maka esoterisme (hakikat) tidak terpisah dan tidak perlu dipertentangkan dengan eksoterisme (syariat), begitu pula sebaliknya, bahkan keduanya saling melengkapi satu sama lain sebagaimana dikatakan dalam sebuah ungkapan “barangsiapa mengamalkan syariat tanpa hakikat maka ia fasik, barangsiapa mengamalkan hakikat tanpa syariat maka ia zindik”.

Kelemah-lembutan juga tidak perlu dipertentangkan dengan kekerasan. Kita memang sering merasa tidak nyaman ketika Islam diidentikkan dengan kekerasan namun Islam pun bukan agama damai mutlak. Ada saat-saat dan ranah tertentu yang di situ kaum Muslimin harus mengedepankan sikap lemah-lembut namun ada pula saat-saat dan ranah tertentu yang di situ kaum Muslimin harus bersikap tegas dan keras.

Alhasil, wacana “Islam Indonesia” ala para akademisi, birokrat, politisi dan tokoh ormas Islam itu lebih bersifat politis ketimbang sebuah usaha intelektual yang jujur.

Ketika ilmu sudah diperalat untuk kepentingan politik dan dibangun di atas landasan yang keliru, maka rusaklah ilmu dan mereka yang merusak ilmu hendaknya sadar akan dosa yang mereka perbuat.Wallahu a’lam.*

Islam Nusantara, Makhluk Apa Itu ?

Apakah yang dimaksud adalah “agama Islam ala Indonesia”? Jika ya lantas seperti apa wujudnya? Apa seperti di Turki pada zaman Mustafa Kemal Attaturk dulu yang adzan dikumandangkan dalam bahasa Turki

BELAKANGAN ini muncul wacana “Islam Indonesia” atau “Islam Nusantara”. Istilah ini bahkan sedang menjadi tren di kalangan intelektual, birokrat Kementerian Agama, politisi, dan sebagian organisasi Islam.

Dalam berbagai kesempatan sejumlah akademisi, pejabat Kementerian Agama, dan beberapa tokoh organisasi Islam kerap mengulang-ulang frasa ini dalam pidatonya.

Wacana “Islam Indonesia” (di)muncul(kan) di tengah konstelasi politik global yang sedang sumpek akibat berbagai konflik yang ikut menyeret Islam dan umat Islam di dalamnya, sebut saja misalnya perang di Iraq, Suriah, Yaman, Somalia, Nigeria, dan lain-lain. Tidak bisa dipungkiri konflik-konflik tersebut melahirkan -atau melibatkan- kelompok-kelompok militan yang tidak segan-segan menggunakan cara kekerasan untuk mencapai tujuannya yang kemudian menimbulkan citra Islam sebagai agama kekerasan, teror, haus darah, dan sebagainya.

Di tengah situasi inilah wacana “Islam Indonesia” hendak dihadirkan sebagai tawaran alternatif untuk menampilkan wajah Islam yang “moderat”, “toleran”, cinta damai, dan menghargai keberagaman.

Namun di luar “niat baik” itu sesungguhnya masih banyak hal yang menjadi tanda tanya dari wacana “Islam Indonesia” ini, baik landasan konseptualnya maupun substansinya. Akan tetapi sayangnya tidak banyak orang yang memberi perhatian akan hal ini padahal ia mencakup permasalahan yang mendasar. Berangkat dari situ penulis akan mencoba mengkritisi wacana “Islam Indonesia” ini.

“Islam Indonesia”, Makhluk Apakah?

“Islam Indonesia” sejatinya adalah sebuah konsep. Sebagai konsep, sampai hari ini belum ada definisi baku tentang apa yang dimaksud “Islam Indonesia” atau “Islam Nusantara”.

Aneh, sebuah sebuah konsep belum jelas, sudah diwacanakan secara resmi di lembaga-lembaga kementerian bahkan wacana akademik.

Bagaimana mungkin sebuah konsep diperbincangkan sedemikian rupa tanpa dijelaskan maknanya, ini sama saja membicarakan sesuatu yang tidak ada isinya.

Penulis masih menebak-nebak, apa sesungguhnya “Islam Indonesia” yang dimaksud para akademisi, pejabat, dan tokoh ormas itu?

Apakah yang dimaksud adalah “agama Islam ala Indonesia”? Jika ya lantas seperti apa wujudnya? Apa seperti di Turki pada zaman Mustafa Kemal Attaturk dulu yang adzan dikumandangkan dalam bahasa Turki dan Al Quran hanya diterbitkan terjemahannya saja yang ditulis dengan huruf Latin? Atau seperti apa? Masih belum jelas.

Selama pengertiannya belum jelas, sebaiknya para akademisi, pejabat, birokrat dan tokoh tidak latah bicara soal “Islam Indonesia” atau “Islam Nusantara”. Membicarakan konsep yang masih kabur hanya akan membingungkan dan menyesatkan masyarakat.

Mengingkari Realitas

Terlepas dari belum jelasnya pengertian “Islam Indonesia” itu sendiri, tampak bahwa wacana ini erat hubungannya dengan gagasan almarhum Gus Dur tentang “pribumisasi Islam”. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa “pribumisasi Islam” adalah upaya mengartikulasikan ajaran dan nilai-nilai Islam sesuai dengan konteks sosial-budaya masyarakat penganut Islam itu sendiri.

Bagi masyarakat Muslim Indonesia tentu saja Islam harus diterjemahkan sesuai dengan konteks-sosial budaya lokal Indonesia atau Nusantara.

Dalam banyak perbincangan seputar wacana “Islam Indonesia” kerap disinggung memiliki “ciri khas” dan membedakannya dengan Islam di negeri-negeri lain. Secara umum ada yang mengelompokkan dalam dua macam karakteristik. Pertama “Islam Indonesia” lebih mengedepankan aspek esoteris (hakikat) ketimbang eksoteris (syariat); kedua sebagai Islam yang “moderat”, “toleran” dan “cinta damai”. Pendeknya Islam yang lemah lembut, kebalikan Islam yang “radikal”, “intoleran” atau “gemar kekerasan”.

Islam Nusantara, Makhluk Apa Itu ?[Bagian 2]

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Faried - Premium Blogger Themesf | Affiliate Network Reviews