Julissa Fikri tumbuh dan besar di East Harlem. Salah satu permukiman terbesar yang didominasi warga keturunan Amerika Latin di New York, Amerika Serikat. Ia tak pernah membayangkan sebelumnya, keputusanya memeluk Islam akan memicu kebencian keluarga dan lingkungannya.
“Begitu saya mulai mengenakan jilbab, saya selalu menjadi perhatian orang-orang di sekeliling,”
Fikri lahir di tengah keluarga keturunan hispanik yang mayoritas beragama Katolik. Ia memutuskan masuk Islam semenjak tujuh tahun silam.
“Mereka melihat saya berjilbab. Mereka berpikir saya dipaksa suami dan itu keliru,” katanya. ”Memang tidak buruk, saya tidak merasa tertindas. Saya sangat nyaman. Saya hanya ingin orang tahu bahwa saya orang yang sama.”
Fikri, keturunan Puerto Rico dan Dominika, tengah menjalani dakwah di kalangan terdekatnya, termasuk ibunya sendiri. Ia gunakan situs jejaring video Youtube guna menyebarkan kisah keislamannya. “Islam merupakan hal yang asing bagi masyarakat hispanik,” ungkap Fikri.
Islam lahir untuk semesta alam
Mereka, ungkapnya, mengasosiasikan Islam dengan budaya Arab. Padahal, Islam lahir bukan untuk kalangan tertentu. Islam lahir untuk semesta alam. ”Karena itu, saya ingin memperkenalkan Islam kepada masyarakat hispanik,” katanya.
Fikri mengatakan telah mengeksplorasi Islam semenjak 2004 silam setelah mengalami krisis identitas. Ia cari mencari agama yang sesuai dengan dirinya.
Hidayah pun datang. Ia berkenalan dengan Alquran terjemahan bahasa Spanyol. Selanjutnya, ia bertemu pria yang menuntunnya masuk ke dalam Islam. Pria asal Mesir itu lalu menjadi pasangan hidupnya.
Awal tahun ini, tepatnya Februari, Fikri mulai mengenakan jilbab. Pengalaman pertama Fikri mengenakan jilbab mendapat cobaan. Saat ia menjemput putrinya, ia berpapasan dengan pria latin. Oleh pria itu, ia disebut perempuan Arab. “Oh jadi, ia telah berubah ras,” kenang Fikri menirukan perkataan pria tersebut.
Dalam insiden lain, seorang perempuan di sebuah kios menatapnya dan menyebutnya teroris. “Saya merasa sakit. Sebelum anda menghakimi saya, ingat saya memakai syal yang sama dengan mereka. Di bawah kerudung, saya hanya orang yang sama. Saya orang Amerika..dan saya juga manusia.”
“Begitu saya mulai mengenakan jilbab, saya selalu menjadi perhatian orang-orang di sekeliling,”
Fikri lahir di tengah keluarga keturunan hispanik yang mayoritas beragama Katolik. Ia memutuskan masuk Islam semenjak tujuh tahun silam.
“Mereka melihat saya berjilbab. Mereka berpikir saya dipaksa suami dan itu keliru,” katanya. ”Memang tidak buruk, saya tidak merasa tertindas. Saya sangat nyaman. Saya hanya ingin orang tahu bahwa saya orang yang sama.”
Fikri, keturunan Puerto Rico dan Dominika, tengah menjalani dakwah di kalangan terdekatnya, termasuk ibunya sendiri. Ia gunakan situs jejaring video Youtube guna menyebarkan kisah keislamannya. “Islam merupakan hal yang asing bagi masyarakat hispanik,” ungkap Fikri.
Islam lahir untuk semesta alam
Mereka, ungkapnya, mengasosiasikan Islam dengan budaya Arab. Padahal, Islam lahir bukan untuk kalangan tertentu. Islam lahir untuk semesta alam. ”Karena itu, saya ingin memperkenalkan Islam kepada masyarakat hispanik,” katanya.
Fikri mengatakan telah mengeksplorasi Islam semenjak 2004 silam setelah mengalami krisis identitas. Ia cari mencari agama yang sesuai dengan dirinya.
Hidayah pun datang. Ia berkenalan dengan Alquran terjemahan bahasa Spanyol. Selanjutnya, ia bertemu pria yang menuntunnya masuk ke dalam Islam. Pria asal Mesir itu lalu menjadi pasangan hidupnya.
Awal tahun ini, tepatnya Februari, Fikri mulai mengenakan jilbab. Pengalaman pertama Fikri mengenakan jilbab mendapat cobaan. Saat ia menjemput putrinya, ia berpapasan dengan pria latin. Oleh pria itu, ia disebut perempuan Arab. “Oh jadi, ia telah berubah ras,” kenang Fikri menirukan perkataan pria tersebut.
Dalam insiden lain, seorang perempuan di sebuah kios menatapnya dan menyebutnya teroris. “Saya merasa sakit. Sebelum anda menghakimi saya, ingat saya memakai syal yang sama dengan mereka. Di bawah kerudung, saya hanya orang yang sama. Saya orang Amerika..dan saya juga manusia.”
0 comments:
Post a Comment