Dalam produksi sebuah sinetron, dibutuhkan script atau skenario yang dibuat oleh scriptwriter. Di era sinetron stripping seperti sekarang ini, Produser sebuah production house (PH) tidak lagi memberikan langsung job pada seorang scriptwriter. Lagi pula, menulis sinetron stripping sendirian, bisa membuat seorang scriptwriter stres dan tifus. Maklumlah, selain dikejar-kejar deadline, Anda pun bakal dikejar-kejar Produser untuk merevisi skenario.
Menulis sinetron secara individu memang bisa menguras tenaga dan waktu. Anda tentu tidak ingin menjadi scriptwriter satu sinetron atau dua sinetron stripping saja, tetapi ingin seumur hidup. Bayangin kalo stres dan tifus terus menerus, jelas Produser ogah memberikan job pada kita. Ada satu profesi di dalam bisnis industri televisi, khususnya sinetron. Profesi ini bertugas menjadi kepala para scriptwriter. Ibaratnya, dia kepala kelompok yang mengatur kecepatan pembuatan script, mengatur keragaman gaya cerita dan dialog pada sintron stripping, teknik bertutur, maupun mengatur dinamikan cerita. Profesi yang dimaksud bernama HEAD WRITER.
Saya mensejajarkan job desk jabatan Head Writer mirip kayak Produser. Kalo Produser mengatur mulai dari pra-produksi, produksi, maupun paska-produksi, sedang Head Writer punya tugas mengatur khusus para scriptwriter sebagaimana sudah saya ceritakan di atas tadi. Begitu Produser dari PH memberikan job, Head Writer kudu membagi pekerjaan ke scriptwriter. Head Writer lah yang mengatur scriptwriter A membuat episode berapa, scriptwriter B membuat episode berapa, dan seterusnya.
Dalam buku Yuk… Nulis Skenario Sinetron (Gramedia, 2009, hal 159) karya Fred Suban dijelaskan mekanisme pekerjaan seorang Head Writer. Sebelum masing-masing scriptwriter menulis script, terlebih dahulu tim melakukan brainstorming buat mencari gagasan cerita yang akan dibuat. Output dari brainstorming ini adalah sebuah buku panduan, semacam “Bible” yang isinya sinopsis global, karakterisasi tokoh secara detail, sampai skema hubungan antarpemaian (family tree).
Dalam “Bible” tersebut tidak terdapat sinopsis per episode. Sebab, sinopsis dibuat oleh masing-masing scriptwriter yang kelak akan ditunjuk akan menulis script episode 1, episode 2, atau episode lain. Selain sinopsis, masing-masing scriptwriter wajib membuat sceneplot. Nah, sinopsis atau sceneplot yang sudah dibuat masing-masing scriptwriter ini dibagi-bagikan, sehingga semua penulis tahu. Hal ini mencegah agar tidak ada pengulangan konflik, pengulangan karakter, dan semua scriptwriter jadi tahu cliffhanger pada episode sebelumnya.
Di Indonesia, jumlah Head Writer tidak banyak. Dalam hal ini saya menyebutnya kelompok. Ada kelompok Hilman Hariwijaya (penulis novel Lupus), kelompok Helmi Adam, kelompok Diky Chandra, dan beberapa kelompok lain. Biasanya, masing-masing punya spesialisasi script. Maksudnya, kelompok Hilman, spesialisasinya dalam sinetron drama-percintaan, lalu kelompok Diky Chandra biasa mengambil sinetron komedi dan religi.
Tak seperti di Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara, Head Writer di Indonesia tidak memiliki induk organisasi. Masing-masing Head Writer berjalan sendiri-sendiri. Yang penting Produser PH percaya dengan si Head Writer yang bersangkutan. Sementara di AS, Head Writer dipayungi oleh Writer Guild of America, Authors Guild, maupun America Screenwriters Association. Di Kanada dan Austarlia ada organisasi bernama Writers Guild of Canada dan Australian Writer’s Guild. Organisasi yang menjadi payung ini bertujuan melindungi para scriptwriter dari para Produser yang bisa semena-mena, khususnya soal honor. Dengan adanya organisasi, tempo hari semua scriptwriter di AS pernah kompak mogok menuntut kenaikan honor.
Berbicara honor, honor HeadWriter biasanya per job yang diberikan. Biasanya per paket, bukan per script. Honor per paket yang diberikan Produser dari PH itulah yang kemudian diatur oleh Head Script buat membayar scriptwriter. Misal, paket sinetron stripping 24 episode dihargai Rp 100 juta. Head Writer kudu mengkalkulasi berapa honor yang harus diberikan ke scriptwriter per episode, berapa honor buat kantong sendiri. Anggap, 1 episode seorang scriptwriter dihargai Rp 2 juta buat sinetron durasi 1 jam, jadi total 24 episode adalah Rp 48 juta. Nah, sisa dari Rp 100 juta setelah diberikan ke scriptwriter, menjadi milik Head Writer, yakni sebesar Rp 52 juta.
Kelihatannya tidak enak, honor Head Writer harus dibagi-bagi. Harusnya bisa mendapat Rp 100 juta seorang diri, tetapi diberikan ke beberapa scriptwriter. Jangan salah! Menurut Hilman, Head Writer tidak selalu membawahi beberapa scriptwriter. Ia memiliki kewenangan buat menulis script sinetron bersama tim atau tanpa tim. Kalo pun pake tim, ia yang akan memilih anggota tim tersebut. Jumlah scriptwriter-nya pun terserah Hilman.
“Pas Produser percayain gue buat bikin series, gue yang putuskan, dikerjakan pake tim atau enggak,” ujar Hilman. “Produser mah nggak tahu menahu soal itu. Yang penting Produser percayai gue buat pegang satu project atau satu judul sinetron”.
Menurut Hilman, Produser tidak mau tahu urusan siapa dan berapa jumlah scriptwriter-nya. Produser cuma memberikan deadline yang ketat. Tidak boleh meleset. Bagus dan jelek-nya sinetron (tentunya diukur dari segi rating dan share), menjadi tanggung jawab Head Writer ke Produser. Makanya Hilman kerap stres. Selain stres pas di penghujung deadline, script belum kelar, juga stres karena rating jelek. Kalo karena rating jelek, terpaksa ia bolak-balik revisi script buat ganti cerita.
“Produser tahunya beres, gue yang diomelin. Makanya gue kudu atur strategi, gimana memenuhi deadline-deadline itu dan juga sinetronnya bisa dapat rating gede,” ujar Hilman.
Meski stres, baik Hilman maupun Diky mengaku sepadan honor yang diterima. Jadi, tidak masalah kerja kalo lagi dapat sinetron kejar tayang, ia stes berat. Kerja seharian, dari pagi sampai malam buat utak-atik script.
Tentang honor yang sepadan, Diky Chandra juga mengakui. Bahkan salah seorang scriptwriter-nya terbengong-bengong saat mendapatkan honor Rp 2,5 juta per script buat sinetron berdurasi 30 menit. Harap maklum, honor segitu termasuk gede dan di luar pasaran honor para scriptwriter.
“Itu pun si scriptwriter-nya cuma bikin draft, karena saya yang revisi scipt sendiri,” papar Diky.
Menurut Diky, saat ini Produser yang royal memberi honor tinggi adalah Dedy Mizwar. Namun, tak semua orang bisa dipercaya buat menjadi scriptwriter di sinetron-sinetron produksinya, apalagi sampai jadi Head Writer. Maklumlah, Dedy adalah Produser paling ketat untuk urusan script. Tak seperti Produser lain, ia ingin tontonan dan tuntunan seimbang.
“Saya baru dua periode ini jadi ‘anak emas’, eh dia (Dedy Mizwar-pen) sudah keburu jadi Wagub Jabar,” kata Diky.
Bagaimana di honor Head Writer di Amerika Serikat (AS)? Dalam situs jobsforwritersguides.com, per Juni 2013 ini honor Head Writer senilai US$ 46.000 per episode. Silahkan dikurskan sendiri kalo kurs dolar di Bank Indonesia saat ini Rp 9990 per US$. Di situs saleryquest.com, honor Head Writer rata-rata berkisar paling kecil US$ 58.400 dan maksimal US$ 65.000 per episode.
Sementara honor seorang scriptwriter seperti serial televisi Desperate Housewives minimal mendapat US$ 30.823 per episode. Itu kondisi kalo freelance. Kalo menggunakan sistem kontrak, scriptwriter dibayar minimal US$ 2.890 sampai US$ 3.688 per minggu. Dengan asumsi, mereka kerja selama 7 hari dalam seminggu. Selain gaji, sriptwriter memperoleh royalti 50% pembayaran kalo serial-nya diputar ulang (rerun) yang kedua kali, lalu 40% diputar ulang yang ketiga kali, dan seterusnya. Luar biasa bukan? Makanya banyak scriptwriter di AS juga cukup kaya. Marc Cherry dan Shonda Rhimes, misalnya. Nilai kontrak mereka sebagai scriptwriter pada November 2007 senilai US$ 5 juta per tahun. Pat-Falken Smith dianggap sebagai scriptwriter termahal di zamannya. Pada 1982, wanita ini memutuskan buat resign sebagai scriptwriter di opera sabun General Hospital. Padahal saat itu gaji sudah mencapai US$ 1 juta per tahun. Namun, tentu saja tawarannya pindah di opera sabun lain lebih mengasyikan. Selain naik pangkat menjadi Head Writer, di opera sabun Guiding Light gajinya pun naik dua kali lipat.
0 comments:
Post a Comment