Seperti
diberitakan sebelumnya, menurut Forum Silaturahmi Mantan (FSM) LDK
Jabodetabek, pernyataan MetroTV itu meremehkan substansi tayangan mereka
yang berdampak serius terhadap kegiatan kerohanian sekolah.
‘’Seolah-olah,
kesalahan MetroTV sekadar kesalahan teknis yaitu tidak menyebutkan
sumber infografik. Padahal, melalui tayangan itu MetroTV telah ikut
memproduksi stigma negatif terhadap kegiatan kerohanian sekolah,’’ jelas
juru bicara FSM LDK Jabodetabek, John Bon Bowi.
Selain
itu, John menegaskan, berdasarkan pengakuan sejumlah mantan pekerja
profesional di Media Grup, lembaga penyiaran publik MetroTV dan koran
Media Indonesia (MI) mengidap bias anti-Islam.
‘’Salah
satu anggota FSM LDK pernah menjadi produser siaran berita di MetroTV.
Karena melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemberitaan yang
diskriminatif terhadap Islam, ia dibuat tidak nyaman sampai akhirnya
memilih mengundurkan diri,’’ ungkap John.
Ia juga
pernah mendapat pengakuan dari orang penting di Yayasan Kick Andy, yang
membenarkan adanya semangat diskriminatif terhadap Islam.
Melalui
akun twitter-nya, @eae18, mantan Redaktur MI Edy Effendi mengungkapkan
hal itu. Ia menyebutkan, pada tahun 2000-an ketika ia masih bekerja di
MI, ada empat sekawan redaksi MI yang memainkan isu agama. Mereka
adalah: Andy F Noya, Saur Hutabarat, Elman Saragih, dan Laurens Tato.
‘’Kebetulan
mereka non-muslim dan pengendali Media Grup. Para petinggi inilah yang
punya peran penting mengakses berita. Surya Paloh tak tahu menahu,
bahkan ketika beberapa kali MI kena somasi,’’ tutur Edy yang pernah
mendapat beasiswa menulis ke Amerika.
Diskriminasi
berdasarkan agama, lanjut Edy, meliputi pola rekruitmen karyawan sejak
reporter hingga petinggi, dan kebijakan pemberitaan.
‘’Jika
ada 6 reporter yang diterima, komposisinya: 2 Protestan, 2 Katolik, 2
Islam. Ini fakta, bukan fiksi. Desk redaksi yang strategis pun ditempati
non-muslim, yaitu Polkam, Metropolitan, dan Mingguan,’’ papar Edy.
Setelah
protes, Edy yang pernah meraih predikat Penulis Editorial Terbaik
Gelombang II, dimasukkan dalam Tim Seleksi Reporter. Tapi,
‘’ujung-ujungnya di HRD (bagian personalia –Red) dijegal juga.’’
Di
pemberitaan MI, editorial yang ditulis Laurens Tato menyatakan, umat
Islam Indonesia tak perlu membela Palestina. Ia juga melarang pemajangan
foto demo PKS di halaman 1. ‘’Pernah PKS demo besar-besaran memrotes
Bill Clinton ke Indonesia. Pas rapat redaksi, Yohanes Widad, Asredpel,
meminta foto jangan dipasang di hal 1,’’ ungkap Edy.
‘’Kenapa tak tegas saja, Media Grup anti-Islam,’’ tandas Edy Effendi
Meski
kemudian Saur Hutabarat dan Andy F Noya tak aktif lagi di MI, namun
mereka masih turut bermain di balik layar. ‘’Kenapa tak tegas saja,
Media Grup anti-Islam,’’ tandas Edy Effendi yang akhirnya memilih keluar
dari MI karena tak tahan lagi.
Jalan
itu pula yang akhirnya diambil Sandrina Malakiano, setelah statusnya
dibiarkan terkatung-katung bebrulan-bulan oleh manajemen MetroTV
lantaran dia berjilbab.
Tanpa nada ‘’merengek-rengek’’, mantan penyiar utama MetroTV itu menuliskan pengalaman pahitnya bekerja di MetroTV.
‘’Segera
setelah keputusan itu saya buat, sesuai dugaan, ujian pertama datang
dari tempat saya bekerja, MetroTV,’’ tulis Sandrina di akun FB-nya, yang
memutuskan untuk berjilbab sejak pulang berhaji di awal 2006.
Lebih lanjut istri Eep Saefulloh Fatah itu menuturkan:
‘’Sekalipun
tanpa dilandasi aturan tertulis, saya tidak diperkenankan untuk siaran
karena berjilbab. Pimpinan MetroTV sebetulnya sudah mengijinkan saya
siaran dengan jilbab asalkan di luar studio, setelah berbulan-bulan saya
memperjuangkan izinnya. Tapi, mereka yang mengelola langsung beragam
tayangan di MetroTV menghambat saya di tingkat yang lebih operasional.
Akhirnya, setelah enam bulan saya berjuang, bernegosiasi, dan mengajak
diskusi panjang sejumlah orang dalam jajaran pimpinan level atas dan
tengah di Metro TV, saya merasa pintu memang sudah ditutup.’’
Sebagai
penyiar utama, Sandrina mengakui mendapatkan gaji yang tinggi. Untuk
menghindari fitnah sebagai orang yang makan gaji buta, akhirnya ia
memutuskan untuk cuti di luar tanggungan selama proses negosiasi
berlangsung. Maka, selama enam bulan, ia tak memperoleh penghasilan,
tapi dengan status yang tetap terikat pada institusi MetroTV.
Yang membuatnya terkejut adalah komentar sinis atas jilbabnya dari Profesor R William Liddle dan para pengidap "Islam Liberal’’.
‘’Saya
terkejut mendengar komentar-komentar mereka tentang keputusan saya
berjilbab. Dengan nada sedikit melecehkan, mereka memberikan sejumlah
komentar buruk, sambil seolah-olah membenarkan keputusan MetroTV untuk
melarang saya siaran karena berjilbab. Salah satu komentar mereka yang
masih lekat dalam ingatan saya adalah ‘Kamu tersesat. Semoga segera
kembali ke jalan yang benar’.’’
Sandrina
sungguh terkejut, karena sikap mereka bertentangan secara diametral
dengan gagasan-gagasan yang konon mereka perjuangkan, yaitu pembebasan
manusia dan penghargaan hak-hak dasar setiap orang di tengah
kemajemukan.
‘’Bagaimana
mungkin mereka tak faham bahwa berjilbab adalah hak yang dimiliki oleh
setiap perempuan yang memutuskan memakainya? Bagaimana mereka tak
mengerti bahwa jika sebuah stasiun TV membolehkan perempuan berpakaian
minim untuk tampil atas alasan hak asasi, mereka juga semestinya
membolehkan seorang perempuan berjilbab untuk memperoleh hak setara?
Bagaimana mungkin mereka memiliki pikiran bahwa dengan kepala yang
ditutupi jilbab maka kecerdasan seorang perempuan langsung meredup dan
otaknya mengkeret mengecil?’’ gugat Sandrina.
Setelah
berlama-lama dalam posisi yang tak jelas dan tak melihat ada sinar di
ujung lorong yang gelap, akhirnya Sandrina mengundurkan diri dari
MetroTV sejak Mei 2006.
‘’Pengunduran
diri ini adalah sebuah keputusan besar yang mesti saya buat. Saya amat
mencintai pekerjaan saya sebagai reporter dan presenter berita serta
kemudian sebagai anchor di televisi. Saya sudah menggeluti pekerjaan
yang amat saya cintai ini sejak di TVRI Denpasar, ANTV, sebagai
freelance untuk sejumlah jaringan TV internasional, TVRI Pusat, dan
kemudian Metro TV selama 15 tahun, ketika saya kehilangan pekerjaan itu.
Maka, ini adalah sebuah musibah besar bagi saya,’’ tuturnya.
Dengan
penuh keyakinan bahwa Allah akan memberi yang terbaik dan bahwa dunia
tak selebar daun MetroTV, Sandrina kukuh dengan keputusannya. Dan ia
membuktikan, di balik musibah itu, dirinya mendapat berkah dari-Nya.
0 comments:
Post a Comment