Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang
menciptakan makhluk-Nya secara berpasang-pasangan, di antaranya manusia. Lalu
menjadikan nikah sebagai sarana resmi dan syar'i untuk menjalin hubungan
keduanya.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada
baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, yang telah menikah,
menganjurkannya, dan terus menyemangati umatnya untuk memperbanyak keturunan.
semoga juga shalawat dan salam dicurahkan kepada keluarga dan para sahabatnya.
Ibnul Mandzur berkata, "Syawal adalah salah
satu nama bulan yang sudah ma'ruf, yakni nama bulan setelah bulan Ramadhan, dan
merupakan awal dari bulan-bulan haji." Ada juga yang berpendapat, jika
dikatakan Tasywiil Labnil Ibil (syawwalnya susu onta), berarti susu onta yang
tinggal sedikit atau berkurang. Begitu juga onta yang berada dalam keadaan
panas dan kehausan. Dari sini bangsa Arab berkeyakinan, bakal sial apabila
melangsungkan akad pernikahan pada bulan ini. Mereka berkata, “Wanita yang
hendak dikawini itu akan menolak lelaki yang ingin mengawininya seperti onta
betina yang menolak onta jantan jika sudah dibuahi/bunting dan mengangkat
ekornya.”
Maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam membatalkan
anggapan sial mereka tersebut dengan menikahi istri tercintanya, 'Aisyah Radhiyallahu
'Anha pada bulan ini. Diriwayatkan dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata,
“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menikahiku
pada bulan Syawwal dan berkumpul denganku pada bulan Syawwal, maka siapa di
antara isteri-isteri beliau yang lebih beruntung dariku?” (HR. Muslim no. 2551,
Al-Tirmidzi no. 1013, Al-Nasai no. 3184, Ahmad no. 23137 –dinukil dari Maktabah
Syamilah-)
Maka yang menyebabkan orang Arab pada zaman
jahiliyah dulu menganggap sial menikah pada bulan syawwal adalah keyakinan
mereka bahwa wanita akan menolak suaminya seperti penolakan onta betina yang
mengangkat ekornya setelah dibuahi/bunting. Yang pada intinya, mereka
menganggap ada kesialan pada bulan ini untuk digunakan menikah dan melarangnya.
Padahal sesungguhnya, keyakinan atau anggapan ini adalah anggapan yang tak
berdasar dan tidak dibenarkan oleh syariat maupun akal akal sehat.
Anggapan sial menikah pada bulan Syawal merupakan
perkara batil. Karena secara umum, merasa sial termasuk thiyarah yang telah
dilarang oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam melalui sabdanya,
"Tidak ada penyakit menular dan tidak ada
ramalan nasib sial." (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya)
Dan dalam hadits yang lain sangat tegas
menjelaskan larangan thiyarah(ramalan merasa sial), ia termasuk syirik.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
“Ramalan nasib adalah syirik, ramalan nasib
adalah syitik (sebanyak tiga kali).” (HR. Abu Dawud no. 3411, Ibnu Majah no.
3528, Ahmad no. 3978, dan al-Hakim no. 42. Al-Hakim mengatakan, hadits yang
shahih sanadnya, para perawinya terpercaya namun keduanya (al-Bukhari dan
Muslim) tidak mengeluarkannya. Hadits ini disepakati al-Dzahabi dalam
talkhisnya)
Imam Ibnu Katsir berkata, "Berkumpulnya
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan 'Aisyah Radhiyallahu
'Anha pada bulan Syawal menjadi bantahan akan keraguan sebagian orang yang
membenci untuk menikah/berkumpul (dengan pasangannya) di antara dua hari raya,
takut/khawatir keduanya akan bercerai. Dan ini tidak ada kaitannya."
(al-Bidayah wa al-Nihayah: 3/253)
Tujuan 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha
menyampaikan hadits di atas, -beliau dinikahi dan digauli oleh Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada bulan Syawal-, sebagai bantahan tradisi
bangsa jahiliyah dan keyakinan orang awam pada saat ini yang tidak suka
menikah, menikahkan, dan berkumpul pada bulan syawal. Ini merupakan keyakinan
batil yang tak berdasar. Bahkan, termasuk warisan jahiliyah. Dimana mereka
meramal kesialan menikah pada bulan tersebut karena nama Syawwaal berasal dari
kata al-Isyalah wa al-raf'u (mengangkat : onta betina yang mengangkat ekornya
karena tidak mau dikawin). (Lihat Syarh Muslim atas hadits di atas, no. 2551)
Dalam hadits di atas juga terdapat satu anjuran
untuk menikah, menikahkan anak wanitanya, dan melakukan malam pertama pada
bulan syawal. Alasanya, disamping ada usaha ittiba' pada Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam yang menikah dan menggauli istri tercintanya pada bulan
tersebut, juga sebagai bantahan dan penolakan akan keyakinan batil jahiliyah
yang sudah pernah berjalan bertahun-tahun. Imam Nawawi rahimahullah
dalam menjelaskan hadits Aisyah di atas berkata, "pada hadits hadits itu
terdapat anjuran menikahkan, menikah (wanita) dan berkumpul/menggauli pada
bulan Syawwal dan shahabat-shahabat kami juga menyebutkan sunnahnya hal itu dan
mereka berdalil dengan hadits ini."
Urwah –salah seorang perawi hadits 'Aisyah di
atas-, mengatakan,
"Adalah Aisyah menyukai jika suami mulai
menggauli istrinya (melakukan malam pertama) di bulan Syawal." (HR.
Muslim)
. . . Membenci untuk menikah, menikahkan, dan malam perta
ma di bulan
syawal karena takut dan khawatir sial/celaka berdasarkan mitos dan keyakinan
tertentu termasuk syirik. . .
Kesimpulan
Larangan merasa sial dan akan bernasib buruk saat
menikah di bulan Syawal karena mitos yang berkembang. Larangan ini juga berlaku
pada bulan selainnya. Takut dan merasa akan sial jika menikah pada bulan
tertentu seperti bulan Shafar, Muharram, dan lainnya dengan dasar keyakinan
yang tersebar di masyarakat, disebut dengan thiyarah/tathayyur. Sedangkan
tathayyur adalah termasuk syirik, dosa besar kepada Allah Ta'ala.
Larangan membenci melangsungkan pernikahan karena
keyakinan batil semacam di atas, juga berlaku pada tahun tertetu, seperti takut
celaka dua saudara menikah kalau tahun yang sama. Atau takut menikah pada
hari-hari tertentu berdasarkan ramalan weton, tanggal lahir, dan semisalnya.
Semua ini juga termasuk tathayyur yang wajib diingkari karena termasuk
perbuatan syirik. Sementara syariat, tidak pernah melarang niat baik ini,
menikah pada waktu-waktu tertentu selain saat ihram haji atau umrah.
Sementara dianjurkannya menikah pada bulan Syawal
oleh sebagian ulama didasarkan pada pernikahan Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam dan melam pertama beliau bersama 'Aisyah. Di sana ada nilai
ittiba' yang diharapkan keberkahannya. Juga sebagai pendobrak atas keyakinan
jahiliyah yang berkembang pada masa tersebut.
Pada masyarakat kita, bulan yang dianggap sial
untuk menikah adalah bulan Muharram (Oleh orang Jawa dikenal dengan: suro).
Maka jika melangsungkan pernikahan pada bulan tersebut dengan niatan untuk
mendobrak khurafat, mitos dan keyakinan batil ini; Insya Allah termasuk suatu
kebaikan. Wallahu Ta'ala A'lam.