Sunday 11 May 2014

Oknum Banser NU di Semarang Jadi Backing Kemaksiatan


Beberapa hari lalu beredar kabar adanya penolakan kedatangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab ke Demak, Jawa Tengah oleh oknum Barisan Ansor Serbaguna (Banser).

Oleh oknum yang mengklaim dirinya sebagai Ketua Banser itu, Habib Rizieq diminta untuk tidak datang dan berceramah di Demak dengan alasan FPI adalah aliran sesat dan pernah bermusuhan dengan Gus Dur. Padahal kedatangan Habib Rizieq ke Demak adalah atas undangan Pesantren Tahfizhul Qur'an An-Nuriyah.

Selidik punya selidik, ternyata oknum Banser yang menolak kedatangan Habib Rizieq itu adalah orang yang selama ini membekingi aktivitas kemaksiatan di salah satu wilayah di Kabupaten Semarang. Rupanya dia resah dan gelisah bila bisnis haramnya itu diusik dengan kedatangan FPI dan Habib Rizieq.

Berikut pernyataan klarifikasi Habib Rizieq atas insiden tersebut seperti dimuat dalam situs pribadinya, www.habibrizieq.com, Sabtu (10/5/2014). Redaksi Suara Islam Online melakukan pengeditan bahasa dan penulisan secukupnya:

Assalamualaikum Wr.Wb.

Bismillaah.

Kamis, 8 Mei 2014 saya terjadwal untuk ceramah siang di Kemuning, Semarang dan malam di Bonang, Demak. Di Kemuning acara sukses dan berkah tanpa halangan apa pun, bahkan Polsek Sumowono dan Polsek Bandungan sangat kooperatif.

Lain halnya di Bonang, Polres Demak yang semula kooperatif, tiba-tiba dapat tekanan dari kelompok yang mengaku sebagai pimpinan Banser dan Anshor Demak. Pada Rabu, 7 Mei 2014, sehari sebelum acara, Polres menggelar pertemuan antara panitia dan kelompok tersebut hingga tengah malam, karena issu di berbagai media sudah seram, hingga ada ancaman penghadangan penceramah dan pembakaran pesantren pengundang. Intinya, semula kelompok tersebut menuntut agar saya tidak boleh hadir, namun akhirnya boleh hadir tapi tidak boleh ceramah.

Menurut informasi Panitia bahwa Pimpinan kelompok tersebut bernama Musta'in dan Abdul Aziz, masing-masing mengaku sebagai Ketua Banser Demak dan Ketua Anshor Demak. Uniknya, dalam pertemuan tersebut keduanya mengklaim bahwa tuntutan mereka adalah instruksi lisan dari Pimpinan Pusat GP Anshor dan salah seorang pimpinan PBNU di Jakarta, dengan dalih saya dan FPI adalah aliran sesat karena dulu bermusuhan dengan Gus Dur. Singkat cerita, ada kesepakatan semu antara Polres dan kelompok tersebut yang dipaksakan ke panitia bahwa saya tidak boleh ceramah.

Aneh !!! Selama ini hubungan saya dengan PBNU dan GP Anshor di Jakarta sangat baik. Bahkan di luar Pulau Jawa, ikhwan Banser sering ikut mengawal dakwah saya. Di Jawa Barat, Banser berkawan akrab dengan Laskar FPI. Di Jawa Timur, PWNU justru mengajak saya dan FPI untuk ikut memperjuangkan penutupan tempat pelacuran Dolly di Surabaya. Di Tegal, justru Banser dan Anshor serta Fatayat NU yang mengundang saya untuk berdakwah.

Sangat aneh !!! Sejak awal berdiri Anshor dan Banser adalah barisan terdepan NU yang jadi benteng ulama dan pembela pesantren serta garda bangsa. Anshor dan Banser lah yang mati-matian melawan PKI untuk membela agama dan negara. Jadi, ada apa dengan Anshor dan Banser Demak ???!!!

Urusan saya dengan Gus Dur sudah lama selesai, apalagi setelah wafatnya beliau. Itu pun bukan urusan sentimen pribadi, tapi urusan saya wajib melawan pemikiran Liberalnya yang sesat dan menyesatkan untuk menyelamatkan akidah umat Islam.

Selidik punya selidik, ternyata salah satu oknum yang memimpin kelompok pengancam tersebut namanya sudah santer terkenal di wilayah Bandungan, Kabupaten Semarang sebagai oknum yang membekingi aneka tempat maksiat di sana. Pantas dia ngotot bahwa saya dan FPI tidak boleh ada di Demak, ternyata terkait masalah bisnis haramnya.

Andaikata, Habaib atau Kyai Aswaja yang istiqomah yang melarang saya ceramah, tentu "sam'an wa thoo'atan" saya patuh untuk tidak ceramah. Namun, jika preman yang menuntut, maka tentu tidak akan saya turuti. Apalagi preman yang mengatasnamakan ormas Islam Aswaja, tentu wajib saya ganyang penjahat begundal pecundang macam itu untuk menghentikan kejahatannya, sekaligus menyelamatkan ormas Islam yang ditungganginya.

Karenanya, saat saya dan istri serta beberapa kawan tiba di Demak, Kamis malam Jumat ba'da Isya, lalu anitia pun melaporkan soal "kesepakatan semu" tersebut. Maka saya minta kepada panitia agar hal tersebut disampaikan secara terbuka kepada ribuan umat Islam yang sudah memadati lokasi acara, lalu tanyakan kepada umat, apakah mereka setuju dengan "kesepakatan semu" tersebut? Setelah disampaikan, ribuan umat Islam secara aklamasi dengan penuh semangat meminta saya untuk tetap ceramah.

Saya pun ceramah sekitar satu jam tentang bahaya takfir. Di penutup ceramah saya berpesan kepada kelompok pengancam agar nanti kalau mau menghadang saya, maka mereka harus bunuh saya agar saya mati syahid dalam berdakwah, sehingga tugas saya selesai. Jangan sampai mereka tidak bunuh saya, karena kalau saya tetap hidup, maka saya khawatir saya akan balas dendam untuk menghabisi mereka, ke lobang semut pun akan saya kejar, sehingga tugas saya jadi lebih panjang dan lebih berat lagi.

Usai ceramah, pihak Polres menawarkan saya menginap di Kota Semarang untuk keamanan, tapi saya menolak, karena saya tetap ingin bermalam di Pesantren Tahfizhul Qur'an An-Nuriyah selaku tuan rumah pengundang, sekaligus saya mau lihat apa yg mau dilakukan oleh para begundal pengancam. Hingga pagi semua berjalan normal. Saya pun berpesan kepada Kapolsek dan Danramil setempat agar menjaga dan melindungi pesantren dari gangguan jahat pihak mana pun. Saya juga bersumpah, kalau pesantren diganggu, maka para pengganggu akan kami kejar untuk dibasmi. Bagi kami, hanya PKI yang selama ini mengganggu habaib dan kyai serta pesantren.

Lalu Jumat pagi jam delapan saya dan istri serta rombongan berangkat ke Bandara Semarang untuk pulang ke Jakarta. Kami pun tiba di rumah dengan selamat. Alhamdulillaah.

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Faried - Premium Blogger Themesf | Affiliate Network Reviews