Wednesday 28 March 2012

Empat Langkah Mempelajari Islam yang Kamil

MEMAHAMI Islam secara menyeluruh (kamil, mutakamil) adalah penting, sekalipun tidak secara terperinci. Kesalahpahaman dalam memahami Islam berefek pada kerusakan dalam mengkomunikasikan dan  mengamalkannya pada realitas kehidupan pribadi, keluarga, bangsa dan negara. Semakin luas wawasan dan mendalam pengalaman ruhani seseorang dalam menghayati dan mengamalkan Islam semakin lapang (terbuka) pula dadanya untuk menerima kebenaran mutlak (Hakikah al Muthlakah). Sebelumnya diliputi berbagai kegelapan, kesempitan dada,  setelah itu berada pada cahaya (keimanan).

Orang-orang jahiliyah dahulu mudah terjangkiti berbagai penyakit moral; molimo – lima perbuatan jahat - (mencuri, main perempuan, memakan barang riba, membunuh) karena syaraf-syaraf otaknya telah mengalami kerusakan disebabkan banyak minum-minuman keras. Kejahatan lain, selain kerusakan pola pikir masih mudah untuk diperbaiki. Sebaliknya, menyembuhkan/mendiagnosa penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan pikiran memerlukan coast yang sangat mahal. Karena, orientasi, cara berpikir dan cara pandang adalah titik tolak (dasar berpijak)  aktifitas seseorang.

Demikianlah cara yang paling minimal untuk berinteraksi dengan agama Islam agar menjadi pengikut Islam yang komitmen, konsisten dan konsekwen.

Guna menghindari kesalahpengertian, kerancuan dan stigma negatif terhadap keunggulan Islam, maka untuk memahaminya secara benar dan lurus perlu ditempuh lima cara-cara berikut:

Pertama, Islam harus dipelajari dari sumbernya yang masih orisinil dan otentik.
Yang wajib dipelajari adalah Al-Quran dan As Sunnah. Al-Quran adalah firman-Nya yang suci, dan As Sunnah adalah firman-Nya yang kedua, sekalipun redaksinya bersumber dari Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)  al Ma’shum. Umat Islam yang hidup pada masa keemasan Islam, merekalah yang teruji otoritas keilmuannya, paling bersih hatinya, paling sedikit neko-nekonya (sikap kepura-puraannya), mereka berada pada petunjuk yang benar, mereka yang dipilih oleh Allah SWT untuk menemani Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) .

Karena itulah, Allah SWT langsung menjaminnya ke dalam surga.
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah (9) : 100).

Di antara kekeliruan memahami Islam adalah orang hanya mengenalnya dari sebagian ulama dan pemeluk-pemeluknya yang telah jauh dari pimpinan Al-Quran dan As Sunnah. Atau proses pengenalan dari sumber kitab-kitab fiqh dan tasawuf dengan berbagai bid’ah dan khurafat yang muncul bersamanya.

Mempelajari Islam dengan cara demikian menjadikan orang tersebut sebagai pemeluk Islam singkritisme, hidup penuh bid’ah dan khufarat, yakni ibadah dan kepercayaannya bercampur aduk dengan hal-hal yang tidak islami (dhannul jahiliyah, hukmul jahiliyah, hamiyyatul jahiliyah, tabarrujul jahiliyah, dakwal jahiliyah, syakwal jahiliyah),  jauh dari ajaran Islam yang murni dan lurus.

Kedua, Islam harus dipelajari secara integral, tidak dengan cara parsial (sebagian-sebagian)
Apabila Islam dipelajari secara sebagian saja dari ajarannya (kulitnya), bukan pokoknya (ushul), dan dalam bidang khilafiyah (yang diperselisihkan) (furuiyah, cabang-cabang agama), tentu pemahaman keislamannya sangat dangkal.

Bukankah dari sisi kulitnya saja, Islam sekarang ini telah dicabik-cabik? Apalagi isinya.
Efeknya, ia akan bimbang terhadap hal-hal yang nampaknya antagonistic. Akhirnya bersikap ekstrim dalam beragama. Baik ekstrim kanan, maupun ekstrim kiri. Misalnya, bersikeras dengan masalah furuiyah dan toleran dengan persoalan ushul. Pemahaman Islam secara parsial juga akan membawa akibat seperti hikayat pengenalan dari empat orang buta terhadap seekor gajah.

Bagi mereka yang kebetulan memegang ekornya berpendapat bahwa gajah itu panjang seperti cambuk. Bagi mereka yang memegang kakinya berkata bahwa gajah itu ibarat pohon kelapa, dan yang kebetulan memegang telinganya mengatakan bahwa gajah itu lembek dan lebar. Yang kebetulan memegang perutnya saja memahami gajah itu bagaikan barang bergantung yang besar.

Untuk menghindari kekeliruan semacam itu, Islam harus dipelajari secara menyeluruh.  Dan pekerjaan ini tidak cukup mudah. Islam adalah agama universal dan dapat diterima oleh segala macam level  intelektualitas manusia. Dengan mempelajari prinsip-prinsip ajaran Islam, mudah ditemukan pola ajaran Islam dengan sebaik-baiknya sebagai agama yang mengajarkan tentang keseimbangan kehidupan duniawi dan ukhrawi. *

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Faried - Premium Blogger Themesf | Affiliate Network Reviews