Hidayatullah.com--Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) H Amidhan mengingatkan agar pelaksanaan Undang-Undang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme dilaksanakan secara adil dan merata. Hal ini terkait dugaan sikap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88.
“Kenapa hanya umat Islam saja yang dituduh teroris sedangkan di Papua orang telah membunuh 8 anggota TNI tapi hanya disebut kelompok bersenjata,” jelasnya kepadahidayatullah.com usai bertemu dengan Kapolri di kantor Mabes Polri, Kamis (28/02/2013) di Jakarta. [baca: MUI dan Ormas Islam Minta Polri Evaluasi Keberadaan Densus 88]
Amidhan secara tegas menyatakan tindakan terorisme adalah suatu yang haram dalam Islam. Namun, ia berharap itu juga tidak berarti MUI akan diam jika penanganan terorisme menyinggung simbol-simbol Islam tanpa alasan.
“Sikap Densus 88 dalam kasus terorisme merusak bangunan dakwah yang selama ini kami bangun,” tandasnya lagi.
Senada dengan Amidhan, Ketua MUI Pusat KH Cholil Ridwan yang juga ikut dalam kunjungan menegaskan adalah wajar jika akhirnya umat Islam bereaksi membela harga diri agamanya yang merasa difitnah. Sementara menurutnya, para pembunuh aparat di Papua yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) justru tidak dimasukkan dalam kategori terorisme.
“Itu yang mereka bunuh di Papua adalah aparat negara harusnya mereka disebut teroris juga,” jelasnya kepada hidayatullah.com.
Cholil Ridwan mempertanyakan penerapan UU yang digunakan dalam menangangi kasus terorisme di masyarakat. Dalam kasus terorisme, UU yang diberlakukan dinilai tajam kepada umat Islam tapi tumpul kepada gerakan-gerakan separatis seperti OPM di Papua atau gerakan Republik Maluku Selatan (RMS).
Sementara Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin berharap ada evaluasi terhadap UU yang digunakan dalam kasus terorisme. Ia juga berharap agar maslah ini segera ditindak lanjuti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Polri harus serius membuktikan kredibilitasnya sebagai penegak hukum dalam menindak pelanggaran HAM.
“Tidak terkecuali itu anggota Polri, baik itu Densus maupun Brimob ketika melanggar HAM harus ditindak,” jelasnya.
Evaluasi mengenai keberadaan Densus 88 sendiri menurut Dien harus serius dilakukan. Evaluasi ini menurutnya, harus mengkaji retorika perang melawan terorisme dengan fakta lapangan.
“Jika memang fakta lapangannya Densus 88 kontra produktif dan melanggar HAM ya dibubarkan saja.”
“Kenapa hanya umat Islam saja yang dituduh teroris sedangkan di Papua orang telah membunuh 8 anggota TNI tapi hanya disebut kelompok bersenjata,” jelasnya kepadahidayatullah.com usai bertemu dengan Kapolri di kantor Mabes Polri, Kamis (28/02/2013) di Jakarta. [baca: MUI dan Ormas Islam Minta Polri Evaluasi Keberadaan Densus 88]
Amidhan secara tegas menyatakan tindakan terorisme adalah suatu yang haram dalam Islam. Namun, ia berharap itu juga tidak berarti MUI akan diam jika penanganan terorisme menyinggung simbol-simbol Islam tanpa alasan.
“Sikap Densus 88 dalam kasus terorisme merusak bangunan dakwah yang selama ini kami bangun,” tandasnya lagi.
Senada dengan Amidhan, Ketua MUI Pusat KH Cholil Ridwan yang juga ikut dalam kunjungan menegaskan adalah wajar jika akhirnya umat Islam bereaksi membela harga diri agamanya yang merasa difitnah. Sementara menurutnya, para pembunuh aparat di Papua yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) justru tidak dimasukkan dalam kategori terorisme.
“Itu yang mereka bunuh di Papua adalah aparat negara harusnya mereka disebut teroris juga,” jelasnya kepada hidayatullah.com.
Cholil Ridwan mempertanyakan penerapan UU yang digunakan dalam menangangi kasus terorisme di masyarakat. Dalam kasus terorisme, UU yang diberlakukan dinilai tajam kepada umat Islam tapi tumpul kepada gerakan-gerakan separatis seperti OPM di Papua atau gerakan Republik Maluku Selatan (RMS).
Sementara Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin berharap ada evaluasi terhadap UU yang digunakan dalam kasus terorisme. Ia juga berharap agar maslah ini segera ditindak lanjuti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Polri harus serius membuktikan kredibilitasnya sebagai penegak hukum dalam menindak pelanggaran HAM.
“Tidak terkecuali itu anggota Polri, baik itu Densus maupun Brimob ketika melanggar HAM harus ditindak,” jelasnya.
Evaluasi mengenai keberadaan Densus 88 sendiri menurut Dien harus serius dilakukan. Evaluasi ini menurutnya, harus mengkaji retorika perang melawan terorisme dengan fakta lapangan.
“Jika memang fakta lapangannya Densus 88 kontra produktif dan melanggar HAM ya dibubarkan saja.”
0 comments:
Post a Comment