Keluhan yang disampaikan oleh sejumlah pengusaha dan pedagang daging sapi sudah melukai hati para peternak lokal. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut-ikutan mengamini bahwa harga daging sudah tidak wajar.
Menurut Sekjen DPP Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI) Riyono, keluhan ini sungguh memprihatinkan.
Kenaikan harga daging sapi dinilai justru membawa keuntungan bagi peternak lokal. “Kenapa pengusaha teriak-teriak harga daging mahal? Sedangkan di peternak harga sapi anjlok gara-gara impor,” kata Riyono dalam rilis yang diterima Republika, Selasa (19/2)
Harusnya SBY menyerukan agar pengusaha berperilaku adil. Dengan harga daging sapi Rp 120 ribu per kg, jelas Rioyono, jika dibuat steak sapi per porsi Rp 50 ribu di hotel dan kafe-kafe mereka masih untung.
Perhitungannya, 1 kg daging jadi 10 porsi dikalikan Rp 50 ribu didapat angka Rp 500 ribu. Katakan biaya pajak dan produksi paling mahal Rp 100. “Jadi masih ada margin Rp 280 ribu. Masih sangat untung,” kata Riyono.
Alasan bahwa saat ini pasokan sapi lokal ke Jakarta berkurang dan tidak ada, menurutnya, hanyalah omong kosong.
Faktanya hasil kajian dan penelitian Dirjen Peternakan menyebutkan, banyak rumah potong hewan (RPH) di Jakarta yang dilarang memotong sapi lokal jika masih ingin mendapatkan kuota memotong sapi impor. “Ini sungguh keterlaluan,” katanya.
Menurut Riyono, baru tiga tahun terakhir peternak merasakan kenaikan harga sapi yang bagus. Ini terjadi karena pembatasan keran impor daging dan sapi dari Australia yang sampai tahun ini hanya 13 persen dari kebutuhan nasional.
Oleh karena itu, tuturnya, SBY seharusnya berani menjadi pelopor untuk membela peternak lokal, bukan peternak dan negara asing semacam Australia yang tidak ingin negeri ini swasembada.
Daging dan sapi impor Australia menguasai 40 persen pasar domestik atau setara dengan Rp 40 triliun atau hampir 600 ribu ekor sapi. “Jelas ini pasar yang potensial dan mereka tidak akan membiarkan Indonesia.
0 comments:
Post a Comment