Wednesday 22 April 2015

Saudi Eksekusi Mati Majikan yang Membunuh TKW Indonesia


Hari Selasa (21/04/2015) bertepatan dengan tanggal 07 Jumadil Akhir 1436 H pemerintah Arab Saudi menghukum mati (pancung) Syayi’ bin Said Al-Qahtany, seorang warga negara Saudi di kota Abha Provinsi Asir atas kasus pembunuhan Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Indonesia.

Berita ini diumumkan pihak Kementrian Dalam Negeri Arab Saudi (KSA) setelah Syayi’Al-Qohathany terbukti melakukan pembunuhan yang dilakukannya terhadap pembantu rumah tangga asal Indonesia.

Dalam surat keterangan resminya, Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi menjelaskan alasan eksekusi mati warga Saudi ini.

“Allah azza wa jalla berfirman: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,” demikian keteranyanya mengutip Al-Quran Surat Al Maidah ayat 33, terkait landasan hukuman qishas bagi pembunuh sebagaimana dikutip sabq.org.

Seperti diketahui, Syayi’ bin Said bin Ali Al-Qahtany, adalah warga asli Saudi, telah melakukan pembunuhan terhadap seorang pembantu rumah tangga yang bekerja di kediamannya atas nama, Kikum Armal Asari, seorang TKW asal Indonesia.

Syayi’ bin Said telah membunuh Kikum dengan cara memukulnya dengan benda keras dan menyiramnya dengan air panas serta melakukan tindakan asusila terhadapnya.

Syayi’ bin Said berhasil diringkus polisi dan telah menjalankan serangkaian pemeriksaan terhadap pelaku atas tuduhan yang diarahkan padanya.

Setelah melewati proses persidangan, pengadilan memutuskan kebenaran tuduhan yang dialamatkan kepada pelaku.

Keputusan hukum pancung (ta’zir) ini, telah disahkan oleh Mahkamah Isti’nafiyah dan Mahkamah Tinggi hingga keluar perintah resmi pihak kerajaan untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan mahkamah.

Hukum pancung Syayi’Al-Qohathany dilaksanakan hari Selasa (21/04/2015) bertepatan dengan tanggal 07 Jumadil Akhir 1436 H di kota Abha Provinsi Asir.

Dalam keterangannya, pihak Kementerian Dalam Negeri mengumumkan, keputusan ini sebagai penegasan bagi semua atas upaya pemerintah –khususnya Pelayanan Dua Kota Suci– dalam mewujudkan keamanan, keadilan.

Juga sebagai upaya merealisasikan penegakkan hukum Allah Subhanahu Wata’ala terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan terhadap orang-orang tak bersalah dan menumpahkan darah mereka.

Sebelum ini, Indonesia dikejutkan dengan eksekusi TKW asal Madura, Zaenab binti Duhri, yang dihukum pancung di Madinah pada Selasa (14/04/2015) akibat dakwaan pembunuhan terhadap Nourah Binti Abdullah Duhem Al Maruba, istri pemakai jasanya, pada tahun 1999. [ Baca: TKW Asal Madura Jalani Hukuman Mati di Madinah]

Berita ini membuat pemerintah terkejut dan menyampaikan protes pada Pemerintah Saudi, alasannya, pihak Saudi tidak menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu mengenai waktu pelaksanaan hukuman mati.*/Aan Chandra Thalib (Saudi)

Bus Umum di New York Diwajibkan Pasang Iklan yang Menghina Muslim


Seorang hakim memutuskan bahwa bus-bus umum di kota New York harus memasang iklan kontroversial yang menyebutkan Muslim membunuh Yahudi, lapor BBC Rabu (22/4/2015).

Otoritas Transportasi Metropolitan New York (MTA) sebelumnya telah menentang pemasangan iklan tersebut, dengan alasan dapat memicu terorisme dan tindak kekerasan.

Tetapi, hakim John Koeltl menolak argumen tersebut dan mengatakan bahwa iklan dilindungi oleh konstitusi Amerika Serikat, yang mengekalkan prinsip kebebasan berbicara.

Iklan yang menyudutkan Muslim itu dibayar oleh American Freedom Defense Initiative.

Iklan tersebut sudah dan masih terpasang di transportasi-transportasi publik di kota Chicago dan San Francisco.

Iklan itu menunjukkan gambar seorang laki-laki dengan tatapan mata mengancam, kepalanya dan wajahnya dibungkus kefiyeh (scarf khas Palestina). Di sampingnya tertulis kutipan yang diambil dari video nasyid Hamas.

Kutipan itu berbunyi, “Kiling Jews is worship that draws us close to Allah” (membunuh Yahudi adalah ibadah yang mendekatkan kita kepada Allah).

Selanjutkan iklan itu bertanya, “That’s his Jihad. What’s yours?” (Itu jihad dia, apa jihadmu?).

Hakim Koeltl mengatakan bahwa dia peduli dengan masalah keamanan, tetapi MTA telah menganggap enteng toleransi yang dimiliki warga kota New York dan terlalu berlebih-lebihan dalam memperkirakan dampak iklan tersebut. Dia merujuk pada pemasangan iklan itu di Chicago dan San Francisco yang buktinya tidak menimbulkan dampak negatif apapun pada warga setempat.

Hakim menunda pelaksanaan keputusannya selama 30 hari agar MTA punya kesempatan untuk mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau tidak.

Juru bicara MTA Adam Lisberg mengatakan pihaknya “kecewa dengan keputusan tersebut dan sedang mempertimbangkan opsi-opsi mereka.” American Freedom Defense Initiative dimotori oleh blogger dan aktivis Pamela Geller. Kelompok itu dimasukkan dalam daftar kelompok anti-Islam oleh organisasi peduli hak-hak asasi manusia Southern Poverty Law Center.

Monday 20 April 2015

Kartini masa kini kemana akan melangkah ?


Kini, atas nama emansipasi, dengan dalih meneladani kartini banyak perempuan yang meninggalkan kodratnya. Menjadi Kartini masa kini telah menjadikan banyak kaum hawa tidak menyadari bahwa sebagai perempuan Indonesia apa yang banyak dilakukannya, justru membuat mereka kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang menjunjung tinggi moral yang berdasarkan nilai-nilai agama. Mereka lupa akan kemuliaannya sebagai perempuan yang berpegang teguh pada nilai agama. Mereka pun lupa bahwa untuk berprestasi di ajang daerah, nasional atau internasional itu bisa tanpa mengorbankan jati dirinya sebagai umat beragama.

Ironis! Perempuan Indonesia tak terkecuali muslimahnya saat ini kita lihat belum termuliakan. Perempuan-perempuan barat yang doyan mengeksploitasi tubuh justru yang banyak dijadikan sumber inspirasi kaum perempuan masa kini. Miris! bahkan hingga hari kartini tahun ini, kita peringati potret generasi Kartini masa kini jauh dari harapan. Perempuan Indonesia mulai meremehkan kodratnya.

Memang perempuan makin terdidik seperti halnya harapan Kartini. Tapi keterdidikan kaum perempuan masa kini tidak seperti apa yang diperjuangkan Kartini. Kini semakin terdidik bukan malah menjadikannya semakin pintar menjalankan kewajiban, melainkan disibukkan menuntut hak-haknya. Perempuan sibuk berkiprah menyamai laki-laki, baik di bidang politik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial dan sebagainya.

Padahal, fakta berbicara, presiden perempuan pun pernah di Indonesia, tapi keadaan tetap sama. Bahkan ketika kuota partisipasi perempuan di politik dipatok 30 persen pun, tidak lantas membuat perempuan bersuka cita berbondong-bondong memenuhinya. Ini karena citra politik yang kotor, penuh intrik dan kolutif, yang bertentangan dengan fitrah perempuan yang lemah-lembut dan penuh kasih. Kalau pun gayung bersambut, kuota 30 persen tercapai ternyata masalah malah jadi tambah runyam.

Belum lagi ide Pemberdayaan Ekonomi Perempuan yang juga mendapat sambutan semakin memperburuk keadaan. Perempuan benar menjadi punya penghasilan sendiri, tidak tergantung suami dalam hal keuangan, dianggap sukses, mandiri, bebas menentukan nasib sendiri, bebas mengaktualisasikan diri dan mendapatkan hak-haknya.Tapi kewajibannya sebagai istri dan ibu pendidik generasi jadi terabaikan. Sebutan wanita karier lebih menggiurkan dibanding dengan sebutan Ibu Rumah Tangga. Waktu di luar rumah dengan bos atau relasi yang bukan mahramnya, lebih intens dibanding bercengkerama di rumah dengan suami atau anak-anaknya. Jika suami, ayah atau kerabat melarangnya, akan dikenai pasal kekerasan dalam rumah tangga. Penjara taruhannya. Rumah tangga pun rentan dengan perceraian.

Kehancuran generasi tinggal menunggu waktu. Lahirlah penjahat masa kini, bukan lagi lelaki berwajah sangar dan bertampang seram, tapi lelaki berdasi dan perempuan seksi.

Ke mana Kartini masa kini harus melangkah?
Fitrah perempuan dari sejak dulu sampai sekarang sama. Fitrahnya dia itu adalah istri bagi suaminya, ibu bagi anak-anaknya dan pengatur rumah yang bertugas menciptakan keharmonisan di dalam rumah tangga. Adapun dari sisi bahwa perempuan juga manusia sama sebagaimana halnya laki-laki, dia adalah hamba Allah dan juga bagian dari anggota masyarakat yang berkewajiban beramar ma’ruf nahi munkar.

Sangat menarik bagi kaum muslimah khususnya, terutama di bulan April menelaah lebih dalam sosok Kartini, agar bisa mengingatkan kaum perempuan Indonesia lainnya untuk tidak salah melangkah. Karena bila salah melangkah dalam kehidupan resikonya tidak main-main, keselamatan dunia dan akhirat yang dipertaruhkan.

Diceritakan, pertemuan Kartini dan Kyai Haji Sholeh Darat. Takdir, mempertemukan Kartini dengan Kyai Sholeh Darat. Pertemuan terjadi dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya.

Kyai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah. Kartini tertegun. Sepanjang pengajian, Kartini seakan tak sempat memalingkan mata dari sosok Kyai Sholeh Darat, dan telinganya menangkap kata demi kata yang disampaikan sang penceramah. Pertemuan ini pula yang mendorong Kyai Sholeh Darat menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan dan diberikan sebagai hadiah perkawinan yang disebut Kartini sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia.

Surat yang diterjemahkan Kyai Sholeh adalah Al Fatihah sampai Surat Ibrahim. Kartini mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Sayangnya, Kartini tidak pernah mendapat terjemahan ayat-ayat berikutnya, karena Kyai Sholeh meninggal dunia.

Kyai Sholeh membawa Kartini ke perjalanan transformasi spiritual. Pandangan Kartini tentang Barat (baca: Eropa) berubah.

Perhatikan surat Kartini bertanggal 27 Oktober 1902 kepada Ny Abendanon. “Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban. Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan.”

Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis, “Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai”.

Lalu dalam surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis, “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu hamba Allah”.

Jadi, jelaslah perjuangannya membela perempuan kini ditafsirkan sangat melenceng dari khittah. Bahkan setelah perkenalannya dengan Kyai Sholeh Darat Kartini dengan terang-terangan menyebutkan gelar hamba Allah adalah gelar yang ia anggap paling tinggi. Beliau pun tidak lagi menganggap masyarakat Eropa sebagai masyarakat terbaik. Bahkan, masih menurut Kartini peradaban Eropa tidak patut disebut peradaban.

Tips Memilih Jodoh Ideal


Roda kehidupan setiap insan di dunia ini selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan, ada pilihan yang baik dan ada pilihan yang buruk, jika dihadapkan pada pilihan yang buruk maka pilihan yang tepat adalah menolaknya baik secara terbuka maupun secara sindiran. Begitu juga jika pilihan itu baik maka langkah yang paling tepat adalah memilih untuk tidak menolaknya.

Memilih sesuatu hal tentu saja ada parameter-parameter tertentu yang mengharuskan setiap insan untuk menimang-nimangnya secara matang dengan memadukan otak kiri dan otak kanan sehingga terpilihlah pilihan yang paling baik dan cocok.

Dasar utama yang menjadi landasan untuk memilih adalah ilmu pengetahuan, misalkan saja ketika seorang Insinyur Teknik sipil ingin memilih dimensi tulangan untuk sebuah kolom beton bertulang maka tahap utama yang dia lakukan adalah menganalisa seluruh kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi dengan ilmu mekanika rekayasa sehingga diperoleh nilai momen yang selanjutnya bisa dipakai dalam memilih ukuran tulangan yang proposional terhadap dimensi kolom yang direncanakan.

Dalam kasus seperti ini rasanya tidak terlalu sulit untuk memilih karena parameternya sangat jelas, jika tulangan yang terpasang terlalu banyak maka konsekuensi yang bakal terjadi adalah dikhawatirkan bakal menyebabkan keruntuhan tekan dikarenakan tulangan terlalu banyak dan beton tidak sanggup mengimbanginya sehingga mudah retak dan colaps.

Untuk urusan jodoh pun ada parameter penting untuk direnungi secara mendalam. Jauh-jauh hari lebih kurang 14 abad yang lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memberi gambaran yang jelas mengenai parameter yang menjadi tolak ukur dalam memilih jodoh. Ketika seorang lelaki muda yang lajang ingin meminang seorang gadis Rasulullah telah memberi 4 kriteria pilihan, yakni pilihlah dengan melihat rupa, harta, nasab dan agama,jika memilih karena dasar agama niscaya akan selamat dan berbahagia.

Hal pertama yang membuat lelaki menjadi tertarik dengan wanita adalah karena melihat wajahnya, wajah yang cantik tentu saja akan mempunyai daya tarik yang kuat bagi setiap lelaki. Sehingga atas dasar ini dia telah menentukan pilihan untuk memilih si wanita tersebut. Namun demikian, wajah cantik ini bukan sebuah patokan yang mutlak karena ada parameter kedua yakni hartanya dan parameter ketiga yakni bagaimana keluarganya. Akan tetapi ketika wajahnya oke, hartanya melimpah, dan berasal dari keluarga yang “wah”, namun agamanya tidak jelas alias sekedar tanda pengenal di KTP saja maka ketiga kriteria tadi bakal sia-sia belaka. Untuk itu penting sekali untuk mengedapankan nilai-nilai iman dalam memilih wanita idaman, dan wanita yang baik hanya untuk lelaki yang baik, dan lelaki yang baik hanya untuk wanita yang baik.

Demikian juga halnya dengan wanita, ketika ada seorang lelaki yang datang hendak meminang dia untuk dijadikan teman hidup di dunia dan akhirat baik dalam suka maupun duka, maka parameter utama dalam menerima atau menolak-nya adalah karena 4 hal itu juga, yakni: rupa, harta, nasab dan agama.

Ketika seorang wanita menolak karena alasan agamanya yang kurang pas Insya Allah dia akan selamat dan berbahagia. Seorang wanita berhak untuk menolak, dan penolakan yang sangat logis adalah penolakan atas dasar agama. Jika terlihat bahwa lelaki yang datang memilih dia bukanlah seseorang yang baik dalam agamanya biarpun rupawan hartawan dan bangsawan sekalipun maka menolak pinangannya adalah langkah yang tepat.

Namun, jika alasan penolakan karena rupa kurang tampan atau karena kurang kaya dan berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja maka ini bukanlah sebuah alasan yang tepat. Karena kunci utama bahagia itu terletak di hati bukan karena luas atau sempitnya sebuah rumah. Seorang lelaki yang beriman insya Allah akan menerima setiap taqdir dari Nya dengan lapang dada, dan seorang yang beriman tentu saja mempunyai cinta yang besar terhadap Penciptanya, wujud cinta kepada Nya adalah dengan menjalankan segala titah Nya dan menjauhi segala hal yang dilarang oleh Nya.

Salah satu titah dari Nya adalah berlaku lemah lembut terhadap istri, berbakti kepada kedua orang tua, serta menyayangi keluarganya dengan memberi bimbingan agama agar terhindar dari jilatan api neraka.

Mencari Istri yang Banyak 'Keterbatasannya'


Seorang Ikhwah datang ke saya minta tips cari istri yang shalihah.

Saya katakan, “Cari wanita yang punya banyak keterbatasan.”

“Kok gitu?” kata dia seperti protes.

“Iya dong,” kata saya.

“Maksudnya gimana sih? Saya jadi bingung, yang bener kan cari istri kalau bisa yang kekurangannya sedikit,” kata dia.

“Gini akhi, cari istri yang pandangannya terbatas, engga jelalatan kalau lihat sesuatu, liat laki-laki lain melotot, lihat barang-barang ngiler, lihat ini itu pengen, kan repot…. hehehe.”

“Kemudian cari yang mulutnya terbatas, bukan bibirnya kurang nih, tapi ngomongnya terbatas, ga suka ghibah, namimah, ngomong kotor dan keji, bawel, dan sebagainya.”

“Kemudian cari yang kakinya terbatas, yang gak suka nganjal, tahu nganjal ? Demen nya keluar rumah buat ngelayap kemana mana engga tahu juntrungannya.”

“Kemudian cari yang tangannya terbatas, bukan buntung tapi mampu menjaga tangan dari mengambil yang bukan haknya atau melakukan tindakan yang keluar dari aturan agama atau perbuatan yang tidak disukai oleh suaminya.”

“Lalu cari yang pikirannya terbatas, terbatas hanya memikirkan keluarga, agar keluarganya menjadi sakinah mawaddah wa rahmah, menjadi keluarga yang mampu memberi sumbangsih bagi dakwah dan penegakan syariatNya.”

Dia manggut-manggut

“Satu lagi, cari istri yang mau diajak senang,” kata saya.

“Ah gimane tuh?” tanya dia.

“Yang mau senang pas lagi susah, senang diajak ibadah, senang diajak taat, senang ditinggal karena urusan dakwah dan ummat, senang dikasih uang belanja dikit, senang walaupun rumah ngontrak, pokoknya disini senang disana senang, hehehe…”.

Tahu gak? Ternyata dia setuju dengan tips saya, okeh katanya.

Oleh: Ustadz Ibnu Hasan Ath Thabari

Friday 17 April 2015

Anti Ekstrimis Islam, Jokowi Masuk 100 Pemimpin Berpengaruh Dunia versi TIME


Dalam hal ini, Time mengetengahkan pendapat mantan Presiden Bank Dunia dan mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Paul Wolfowitz.

Wolfowitz menjuluki Jokowi sebagai “Indonesia’s anti-extremist”. Awalnya, ia mengulas perjalanan karier Jokowi hingga bisa seorang Presiden RI. Mulai dari seorang pengusaha kemudian menjadi politisi.

Wolfowitz menulis bahwa Jokowi merupakan orang biasa pertama yang mampu mencapai prestasi tersebut. Menurut Wolfowotz, sejak terpilih jadi presiden, Jokowi memancarkan aura yang muda dan melakukan pendekatan yang merakyat.

Wolfowitz juga menekankan keberanian Jokowi melawan kaum ekstremis berbasis agama yang menolak penunjukan seorang perempuan Kristen sebagai lurah di kawasan Jakarta Selatan. Seperti kita ketaui, kejadian yang disebut oleh Wolfowitz merujuk pada Susan Jasmine Zulkifli, lurah di Kelurahan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, tahun 2013.

Wolfowitz berpendapat bahwa komitmen Jokowi mempertahankan keberagaman budaya dan agama sangat penting. Menurut Wolfowitz, apa yang dilakukan oleh Jokowi ini tidak hanya bagus untuk Indonesia, tetapi juga bagi dunia yang memerlukan Indonesia sebagai contoh negara Muslim berdemokrasi yang sukses. Pun begitu, Wolfowitz menegaskan bahwa Jokowi harus memaksimalkan popularitasnya dan melakukan perubahan di Indonesia serta melawan pihak dan kepentingan yang menolak adanya perubahan.

Untuk Apa Belajar Islam pada Dosen Yahudi ?


SUDAH lama di berbagai kampus bergengsi di Negara Amerika, terdapat fakultas Studi Agama (religious studies). Di fakultas itu biasanya disediakan 6 jurusan: Yahudi, Budha, Kristen, Hindu, studi islam dan filsafat agama.

Ketika melihat daftar dosen-dosen yang tercantum di website kampus, saya amati dosen untuk mata kuliah Yudaisme, Sejarah holocaust, filsafat yahudi dan studi naskah Talmud di Stanford, Yale, Harvard, California, Duke, dan Universitas Chicago, 100% diajar oleh Orang Yahudi sendiri. Tidak ada orang non Yahudi yang dibiarkan mengajar mata kuliah yang berkaitan dengan agama mereka.

Ambil contoh, seorang dosen Wanita di Universitas Stanford bernama Charollete Elisheva fonrobert, Elisheva ini Profesor yang ahli Talmud (mungkin hafal diluar kepala). Selain itu dia dosen tamu di Universitas Karl-Franzens, Austria. Satu lagi, menguasai 6 bahasa asing: Ibrani, Yunani, Latin, Inggris, Jerman dan Prancis. Benar-benar bukan sembarang dosen yang diperbolehkan mengajar di sana.

Adapun Studi Islam (Islamic studies), sejak kemunculan Orientalis, agama ini diteliti habis-habisan oleh sarjana Non Muslim. Tentu saja dengan metodologi andalan mereka seperti Filologi, Kritik Sejarah, Fenemonelogi, dan Hermeneutika. Setelah dirasa mereka “pakar” di Studi Islam, dengan disokong dana yang besar, mereka memberanikan diri membuka jurusan Studi islam.

Mereka melakukan publikasi besar besaran baik dalam bentuk buku, majalah, ensiklopedi hingga jurnal ilmiah. Selain publikasi, mereka menawarkan beasiswa, pertukaran mahasiswa hingga suplai dana untuk pelatihan dosen.

Celakanya, generasi muda Islam yang telah menjadi sarjana, sebagian dari mereka kepincut belajar Islam kepada Orientalis, dengan memmunculkan adagium, “Belajar Islam di Barat itu ilmiah banget, sedangkan di Timur tengah ketinggalan zaman karena berbasis hafalan“. Padahal adagium ini tidak benar dan menyesatkan.

Sebaliknya, di Timur Tengah studi Islam hanya diajarkan oleh orang Islam sendiri.

Sebagaimana diawal tulisan ini bagaimana mata kuliah Yudaisme diajarkan oleh orang Yahudi sendiri.

Disamping kepentingan ilmiah, studi Islam di Timur Tengah orientasinya bukan sebatas keilmuan saja, tetapi juga diamalkan serta didakwahkan kepada orang lain. Inilah yang barangkali belum ada di kampus-kampus bergengsi di Barat.

Studi Islam dengan dibarengi amal dan dakwah akan menjadikan ilmu yang didapat menjadi berkah dan mengalir pahalanya.

Generasi muda Islam yang bangga kuliah di Barat itu seharusnya perlu kita tanyai, ”Apakah setelah lulus, Anda menjadi kritis seperti Dr Rasidji ataukah menjadi seperti Cak Nur dan Harun Nasution?”

Jika tidak, buat apa jauh-jauh belajar Islam ke Barat, bila hasilnya menjadi penghancur kemuliaan agama ini?

Idealnya kalau kuliah ke Barat harusnya belajar sains seperti yang dilakukan Prof Dr BJ Habibie. Ia kuliah ke Jerman untuk mendalami ilmu Aeronautika sampai jenjang doktoral.

Adalah hal lucu, belajar agama Islam kepada non Muslim, yang sejatinya ia tak meyakini Islam dan hanya menganggap Islam sebatas gejala sosial, bukan agama wahyu yang bersumber dari Allah Subhanahu Wata’ala. Mudah-mudahan ini menjadi renungan kita bersama, supaya di masa depan, tidak terulang lagi kebiasaan mengirim sarjana Muslim untuk belajar Islam kepada non Muslim.

Thursday 16 April 2015

Islam Nusantara, Makhluk Apa Itu ? [bagian 2]


KEDUA kelompok karakteristik tersebut mengandaikan adanya pertentangan antara “Islam esoteris (Islam hakikat)” dengan “Islam eksoteris (Islam syariat)” serta antara “Islam lemah lembut” dengan “Islam keras”. Kedua kelompok karakteristik itu diklaim sebagai “ciri khas Islam Indonesia” sedangkan kebalikan dari keduanya adalah milik “Islam Arab”.

Konsep “Islam Indonesia” sering diperhadapkan dengan konsep “Islam Arab”. Bahkan istilah “Islam Arab” distigma sebagai ancaman bagi “Islam Indonesia”.

Jika kita perhatikan secara jeli sesungguhya apa yang secara klise sering diklaim sebagai karakteristik “Islam Indonesia” di atas sebenarnya lebih banyak diwarnai asumsi dan idealisasi daripada kenyataan.

Menurut hemat penulis klaim bahwa “Islam Indonesia” adalah “Islam esoteris” dan “Islam yang lemah lembut” semata adalah generalisasi dan simplifikasi yang cenderung a-historis dan menafikan realitas keberislaman masyarakat Indonesia yang tidak sesederhana yang kita bayangkan.

Sejak awal masuk dan berkembangnya Islam di Kepulauan Nusantara ini, Islam telah dipahami dan dipraktikkan baik dalam aspek esoteris maupun eksoteris.

Sebagai contoh, naskah-naskah Islam tertua di Jawa seperti Pituture Seh Bari atau Kropak Ferrara misalnya, selain membicarakan tasawuf juga membicarakan akidah dan fikih. Dengan kata lain bukan hanya membahas aspek esoteris ajaran Islam tetapi juga aspek eksoterisnya.

Demikian pula dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, meskipun dalam membangun wibawa kekuasaannya banyak menggunakan konsep-konsep tasawuf namun tetap tidak meninggalkan penegakan syariat. Bahwa penerapan syariat masih harus menenggang keberadaan hukum adat yang sudah ada sebelum Islam datang tentu itu adalah bagian dari proses Islamisasi yang panjang, namun yang jelas ada upaya dari para penguasa Muslim di Nusantara untuk menerapkan syariat dan tidak mempertentangkan antara syariat dengan hakikat.

Begitu juga bila kita menengok sejarah kita bisa menyaksikan bahwa kaum Muslim Nusantara tidak mempraktikkan Islam hanya agama lemah lembut semata.

Ada kalanya kaum Muslim Nusantara bersikap tegas dan keras ketika merasa ditindas oleh orang-orang kafir atau kehormatan agamanya dilecehkan. Perlawanan-perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda sepanjang abad ke-19 yang dimotori para kiai, haji, dan santri bisa menjadi contoh bagaimana kaum Muslim Nusantara pun bisa bersikap dan bertindak radikal.

Perlu dicatat, perlawanan-perlawanan tersebut kerap kali diarahkan bukan hanya kepada orang-orang Belanda tetapi juga kepada orang-orang pribumi Muslim yang berkolaborasi dengan Belanda. Oleh gerakan-gerakan perlawanan itu -yang banyak di antaranya adalah kaum tarekat- mereka sering dicap “kafir” karena bersekutu dengan Belanda.

Terlepas bahwa vonis kafir secara serampangan tidak dibenarkan dalam syariat, fakta sejarah ini sekadar menggambarkan bahwa takfir bukan hanya dilakukan oleh mereka yang saat ini distigma dengan ‘Wahabi’ melainkan juga kaum tarekat (sufi) yang sering dikonstruksikan sebagai kelompok Islam yang “toleran”, “moderat”, cinta damai, dan humanis. Ini sekaligus menunjukkan bahwa pemahaman Islam yang mengedepankan aspek esoteris tidak selalu berbanding lurus dengan sikap “moderat” dan “toleran”.

Lebih jauh lagi kita pun bisa mempertanyakan, apakah proses (yang disebut) “pribumisasi Islam” itu selalu melahirkan ekspresi keberagamaan yang kental dengan nuansa esoteris dan atau kelemah-lembutan dalam beragama?

Lagi-lagi jika menengok sejarah, jawabannya adalah tidak. “Pribumisasi Islam” bisa saja menghasilkan ekspresi keberislaman yang mengedepankan aspek eksoteris -tanpa harus berarti menafikan aspek esoteris- dan juga garang alih-alih lemah lembut. Hal ini bisa kita lihat dalam kasus gerakan DI/TII di Jawa Barat.

Sejumlah tulisan yang mengupas DI/TII di Jawa Barat menunjukkan bahwa gerakan ini menggunakan konsep-konsep budaya lokal (Jawa dan Sunda) untuk mengartikulasikan ideologinya. Dalam rangka melegitimisi kepemimpinannya misalnya, Kartosuwiryo mengklaim mendapat “wahyu cakraningrat”/pulung ketika sedang bertafakur di hutan. Lalu dalam sebuah manifestonya Kartosuwiryo menampilkan dirinya sebagai Herucokro yang dalam tradisi Jawa merupakan nama Ratu Adil yang akan membawa keadilan dan kemakmuran bagi rakyat seraya menggambarkan perang antara NII melawan RI bagaikan perang “Brontoyudho Joyo Binangun” antara Pandawa (NII) melawan Kurawa (RI). Keberhasilan DI/TII merekrut pengikut di daerah pedesaan Priangan juga tidak lepas dari usaha menampilkan DI/TII sebagai pemenuhan dari ramalan para karuhun (leluhur) Sunda seperti Prabu Kian Santang. Ini jelas merupakan suatu bentuk “pribumisasi Islam” namun pribumisasi tersebut justru dilakukan dalam kerangka perjuangan menegakkan aspek eksoteris Islam yaitu syariat Islam. Pribumisasi itu juga tidak berbanding lurus dengan sikap lemah lembut. Sebaliknya DI/TII dikenal sebagai gerakan yang tidak mengenal ampun terhadap musuh-musuhnya. Berbagai eksekusi yang kini sering dilakukan ISIS sudah dilakukan DI/TII di Jawa Barat puluhan tahun yang lalu.* (bersambung)

Islam Nusantara, Makhluk Apa Itu ?[Bagian 3]

Islam Nusantara, Makhluk Apa Itu ? [Bagian 3]

Alhasil, wacana “Islam Indonesia” ala para akademisi, birokrat, politisi dan tokoh ormas Islam itu lebih bersifat politis ketimbang sebuah usaha intelektual yang jujur


BERDASAR uraian di atas dapat dikatakan pula bahwa wacana “Islam Indonesia” yang hari ini digembar-gemborkan kalangan elit intelektual, birokrat Kemenag, politisi, dan sejumlah tokoh ormas Islam sejatinya hanya menampilkan satu wajah saja dari wajah “Islam Indonesia” secara keseluruhan.

Bukankah DI/TII –lepas dari soal setuju atau tidak setuju dengan gagasan dan sepak terjangnya– sebagai gerakan Islam politik yang radikal, militan, dan eksoteris adalah juga bagian dari “Islam Indonesia” karena ia lahir dan tumbuh di Indonesia dalam konteks sosial Indonesia dan bahkan mengadopsi budaya lokal Nusantara?

Masalahnya, ia tidak diakui sebagai salah satu warisan “Islam Indonesia” karena tidak memenuhi kriteria kedua kelompok karakteristik di atas.

Dengan demikian maka sesungguhnya telah terjadi pengingkaran atas sebuah realitas historis.

Terkurung dalam Partikularitas

Selain apa yang sudah dikemukakan di atas, kritik atas wacana “Islam Indonesia” juga bisa mengambil sudut pandang kritik atas partikularitas wacana ini. Satu pernyataan sederhana, apakah tradisi-tradisi keberislaman masyarakat Muslim Indonesia yang diklaim sebagai “ciri khas Islam Indonesia” hanya ada di Indonesia? Apakah tradisi-tradisi semacam ziarah kubur, tahlilan, yasinan, dan sejenisnya hanya dikenal di Indonesia?

Dalam kumpulan tulisan studi “Ziarah dan Wali di Dunia Islam” yang diedit Henri Chambert-Loir dan Claude Guillot tentang praktik ziarah ke makam wali di berbagai penjuru Dunia Islam, ditemukan bahwa tradisi kaum Muslim yang dianggap sebagai ekspresi Islam lokal ternyata jamak ditemukan di seluruh Dunia Islam – mulai dari Senegal di barat sampai Indonesia di timur, dari China di utara sampai Zanzibar di selatan.

Dengan demikian maka tradisi-tradisi yang disebutkan di atas bukan hanya milik kaum Muslim di Indonesia semata.

Lagi-lagi jika menengok sejarah, berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari peran dan pengaruh berbagai negeri dan bangsa. Mulai Arab, Persia, India, China, dan tentu saja orang Nusantara sendiri.

Jadi budaya Islam yang berkembang di Nusantara juga lahir dari interaksi antara masyarakat Muslim dari beragam bangsa dan negeri sehingga dalam konteks ini mustahil membedakan secara tegas antara apa yang “asli/khas Indonesia” dengan yang “tidak asli/khas Indonesia”.

Jadi hubungan antara kaum Muslim Nusantara dengan kaum Muslim di luar Nusantara sudah terjalin sejak lama. Karena itu istilah “jaringan Islam trans-nasional” sesungguhnya juga bukan suatu hal yang baru.

Karena itu adanya kekhawatiran jaringan “Islam trans-nasional” akan memarjinalkan “Islam Indonesia” adalah berlebihan dan tidak berdasar.

Pada abad ke-19 tumbuhnya kelas pedagang Muslim pribumi dan membaiknya transportasi laut lintas benua mempermudah akses kaum Muslim Nusantara ke Haramain untuk beribadah haji sekaligus menuntut ilmu di sana. Dampaknya adalah membanjirnya para da’i yang menyebarkan ilmu yang diperolehnya di Tanah Suci sekaligus mengadakan perombakan-perombakan dan pembaharuan di masyarakatnya agar mereka hidup sejalan dengan tuntunan Islam. Bahkan dakwah yang mereka lakukan tidak tanpa resistensi. Dakwah mereka kerap dianggap mengancam tatanan budaya (Islam) lokal yang telah mapan. Misalnya Perang Paderi di Minangkabau.

Sekalipun demikian apakah lantas “Islam Indonesia” atau “Islam Nusantara” musnah digantikan “Islam Arab”? Nyatanya tidak, justru yang kemudian terjadi ekspresi keberislaman yang dibawa para dai tersebut -yang pada zamannya dianggap asing- diserap oleh masyarakat dan ikut mewarnai serta membentuk apa yang hari ini diterima sebagai “Islam Indonesia”. Toh bukankah budaya itu cair dan dinamis?

Apa yang hari ini dianggap budaya asing bisa saja beberapa puluh tahun kemudian diterima sebagai “budaya asli”. Dengan demikian maka hari ini pun kita tidak perlu alergi dengan ekspresi keberislaman kaum “Islam trans-nasional” yang terkesan “kearab-araban”. Mengapa kita tidak memandang ekspresi itu secara positif sebagai sesuatu yang bisa memperkaya “Islam Indonesia”?

Cara Pandang Dualis-Dikotomis

Dari catatan kritis atas wacana “Islam Indonesia” dan “Islam Nusantara” akan terlihat bahwa stereotipisasi tersebut berpangkal pada asumsi yang dibangun di atas cara pandang dualis-dikotomis.

Esoterisme dipisahkan dan dipertentangkan dengan eksoterisme, “Islam lemah-lembut” dipisahkan dan dipertentangkan dengan “Islam keras”, “Islam Indonesia” dipisahkan dan dipertentangkan dengan “Islam Arab”, “pribumisasi Islam” dipisahkan dan dipertentangkan dengan Islamisasi, dan seterusnya.

Cara pandang dualis-dikotomis dan saling bertentangan satu sama lain ini berasal dari tradisi peradaban Barat ini berbeda dengan cara pandang tauhid yang bersifat integralistis.

Dalam cara pandang tauhid apa yang oleh persepsi manusia dianggap sebagai dua hal yang terpisah dan saling bertentangan sesungguhnya tak terpisahkan satu sama lain, yang satu adalah penyempurna yang lain, selama keduanya diletakkan di bawah terang wahyu Allah. Dengan demikian maka esoterisme (hakikat) tidak terpisah dan tidak perlu dipertentangkan dengan eksoterisme (syariat), begitu pula sebaliknya, bahkan keduanya saling melengkapi satu sama lain sebagaimana dikatakan dalam sebuah ungkapan “barangsiapa mengamalkan syariat tanpa hakikat maka ia fasik, barangsiapa mengamalkan hakikat tanpa syariat maka ia zindik”.

Kelemah-lembutan juga tidak perlu dipertentangkan dengan kekerasan. Kita memang sering merasa tidak nyaman ketika Islam diidentikkan dengan kekerasan namun Islam pun bukan agama damai mutlak. Ada saat-saat dan ranah tertentu yang di situ kaum Muslimin harus mengedepankan sikap lemah-lembut namun ada pula saat-saat dan ranah tertentu yang di situ kaum Muslimin harus bersikap tegas dan keras.

Alhasil, wacana “Islam Indonesia” ala para akademisi, birokrat, politisi dan tokoh ormas Islam itu lebih bersifat politis ketimbang sebuah usaha intelektual yang jujur.

Ketika ilmu sudah diperalat untuk kepentingan politik dan dibangun di atas landasan yang keliru, maka rusaklah ilmu dan mereka yang merusak ilmu hendaknya sadar akan dosa yang mereka perbuat.Wallahu a’lam.*

Islam Nusantara, Makhluk Apa Itu ?

Apakah yang dimaksud adalah “agama Islam ala Indonesia”? Jika ya lantas seperti apa wujudnya? Apa seperti di Turki pada zaman Mustafa Kemal Attaturk dulu yang adzan dikumandangkan dalam bahasa Turki

BELAKANGAN ini muncul wacana “Islam Indonesia” atau “Islam Nusantara”. Istilah ini bahkan sedang menjadi tren di kalangan intelektual, birokrat Kementerian Agama, politisi, dan sebagian organisasi Islam.

Dalam berbagai kesempatan sejumlah akademisi, pejabat Kementerian Agama, dan beberapa tokoh organisasi Islam kerap mengulang-ulang frasa ini dalam pidatonya.

Wacana “Islam Indonesia” (di)muncul(kan) di tengah konstelasi politik global yang sedang sumpek akibat berbagai konflik yang ikut menyeret Islam dan umat Islam di dalamnya, sebut saja misalnya perang di Iraq, Suriah, Yaman, Somalia, Nigeria, dan lain-lain. Tidak bisa dipungkiri konflik-konflik tersebut melahirkan -atau melibatkan- kelompok-kelompok militan yang tidak segan-segan menggunakan cara kekerasan untuk mencapai tujuannya yang kemudian menimbulkan citra Islam sebagai agama kekerasan, teror, haus darah, dan sebagainya.

Di tengah situasi inilah wacana “Islam Indonesia” hendak dihadirkan sebagai tawaran alternatif untuk menampilkan wajah Islam yang “moderat”, “toleran”, cinta damai, dan menghargai keberagaman.

Namun di luar “niat baik” itu sesungguhnya masih banyak hal yang menjadi tanda tanya dari wacana “Islam Indonesia” ini, baik landasan konseptualnya maupun substansinya. Akan tetapi sayangnya tidak banyak orang yang memberi perhatian akan hal ini padahal ia mencakup permasalahan yang mendasar. Berangkat dari situ penulis akan mencoba mengkritisi wacana “Islam Indonesia” ini.

“Islam Indonesia”, Makhluk Apakah?

“Islam Indonesia” sejatinya adalah sebuah konsep. Sebagai konsep, sampai hari ini belum ada definisi baku tentang apa yang dimaksud “Islam Indonesia” atau “Islam Nusantara”.

Aneh, sebuah sebuah konsep belum jelas, sudah diwacanakan secara resmi di lembaga-lembaga kementerian bahkan wacana akademik.

Bagaimana mungkin sebuah konsep diperbincangkan sedemikian rupa tanpa dijelaskan maknanya, ini sama saja membicarakan sesuatu yang tidak ada isinya.

Penulis masih menebak-nebak, apa sesungguhnya “Islam Indonesia” yang dimaksud para akademisi, pejabat, dan tokoh ormas itu?

Apakah yang dimaksud adalah “agama Islam ala Indonesia”? Jika ya lantas seperti apa wujudnya? Apa seperti di Turki pada zaman Mustafa Kemal Attaturk dulu yang adzan dikumandangkan dalam bahasa Turki dan Al Quran hanya diterbitkan terjemahannya saja yang ditulis dengan huruf Latin? Atau seperti apa? Masih belum jelas.

Selama pengertiannya belum jelas, sebaiknya para akademisi, pejabat, birokrat dan tokoh tidak latah bicara soal “Islam Indonesia” atau “Islam Nusantara”. Membicarakan konsep yang masih kabur hanya akan membingungkan dan menyesatkan masyarakat.

Mengingkari Realitas

Terlepas dari belum jelasnya pengertian “Islam Indonesia” itu sendiri, tampak bahwa wacana ini erat hubungannya dengan gagasan almarhum Gus Dur tentang “pribumisasi Islam”. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa “pribumisasi Islam” adalah upaya mengartikulasikan ajaran dan nilai-nilai Islam sesuai dengan konteks sosial-budaya masyarakat penganut Islam itu sendiri.

Bagi masyarakat Muslim Indonesia tentu saja Islam harus diterjemahkan sesuai dengan konteks-sosial budaya lokal Indonesia atau Nusantara.

Dalam banyak perbincangan seputar wacana “Islam Indonesia” kerap disinggung memiliki “ciri khas” dan membedakannya dengan Islam di negeri-negeri lain. Secara umum ada yang mengelompokkan dalam dua macam karakteristik. Pertama “Islam Indonesia” lebih mengedepankan aspek esoteris (hakikat) ketimbang eksoteris (syariat); kedua sebagai Islam yang “moderat”, “toleran” dan “cinta damai”. Pendeknya Islam yang lemah lembut, kebalikan Islam yang “radikal”, “intoleran” atau “gemar kekerasan”.

Islam Nusantara, Makhluk Apa Itu ?[Bagian 2]

Sunday 12 April 2015

Benarkah Tempe sebagai Pemicu Darah Tinggi Dibanding Kambing ?


Tempe sbg pemicu darah tinggi dibanding daging kambing apakah benar?
Belum lama ini seorang mahasiswa kedokteran asal Yogyakarta yang bernama Kadio Vaskuler melakukan sebuah penelitian mengenai potensi darah tinggi yang disebabkan oleh makanan tertentu. Penelitian ini dilakukan di sebuah LP khusus Narkoba.
_____________________
Judul Penelitian:
Benarkah Konsumsi Daging Kambing Membuat Tensi Darah Naik...?
_____________________
Uji coba dilakukan pada 2 napi dengan posisi sel berhadapan.

Pada hari ke-1 Napi A diberi menu Gule Kambing dan Napi B diberi menu Tempe Bacem.
Di hari ke-2 Napi A diberi menu Tongseng Kambing dan Napi B diberi Tempe Goreng.
Hari ke-3 Napi A diberi menu Sate Kambing 50 tusuk, dan Napi B diberi Tempe Balado 2 potong.
Braaak..krompyang....!!!,
Napi B membanting piring nasinya hingga pecah berantakan sambil marah-marah...
Napi B teriak dan marah2... kenapa dia hanya dikasih tempe dan Napi A dikasih sate kambing ....
KESIMPULAN:
Si mahasiswa yang berasal dari PAKEM Institute itu pun akhirnya mengambil kesimpulan bahwa ternyata justru tempe lebih cepat memicu kenaikan tekanan/tensi darah dibandingkan dg daging kambing!

Monday 6 April 2015

Agama 'Paling Benar' di NKRI Bukan Islam !


Kalau ada bentrok antara Ustadz dengan Pastur, pihak Depag, Polsek, dan Danramil harus menyalahkan Ustadz, sebab kalau tidak itu namanya diktator mayoritas. Mentang-mentang Ummat Islam mayoritas, asalkan yang mayoritas bukan yang selain Islam – harus mengalah dan wajib kalah. Kalau mayoritas kalah, itu memang sudah seharusnya, asalkan mayoritasnya Islam dan minoritasnya Kristen. Tapi kalau mayoritasnya Kristen dan minoritasnya Islam, Islam yang harus kalah. Baru wajar namanya.

Kalau Khadhafi kurang ajar, yang salah adalah Islam. Kalau Palestina banyak teroris, yang salah adalah Islam. Kalau Saddam Hussein nranyak, yang salah adalah Islam. Tapi kalau Belanda menjajah Indonesia 350 tahun, yang salah bukan Kristen. Kalau amerika Serikat jumawa dan adigang adigung adiguna kepada rakyat Irak, yang salah bukan Kristen. Bahkan sesudah ribuan bom dihujankan di seantero Bagdad, Amerika Serikatlah pemegang sertifikat kebenaran, sementara yang salah pasti adalah Islam.

“Agama” yang paling benar adalah DEMOKRASI. Anti demokrasi sama dengan setan dan iblis. Cara mengukur siapa dan bagaimana yang pro dan yang kontra demokrasi, ditentukan pasti bukan oleh orang Islam. Golongan Islam mendapat jatah menjadi pihak yang diplonco dan dites terus menerus oleh subyektivisme kaum non-Islam.

Kaum Muslimin diwajibkan menjadi penganut demokrasi agar diakui oleh peradaban dunia. Dan untuk mempelajari demokrasi, mereka dilarang membaca kelakuan kecurangan informasi jaringan media massa Barat atas kesunyatan Islam.

Orang-orang non-Muslim, terutama kaum Kristiani dunia, mendapatkan previlese dari Tuhan untuk mempelajari Islam tidak dengan membaca Al-Quran dan menghayati Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, melainkan dengan menilai dari sudut pandang mereka.

Maka kalau penghuni peradaban global dunia bersikap anti-Islam tanpa melalui apresiasi terhadap Qur’an, saya juga akan siap menyatakan diri sebagai anti-demokrasi karena saya jembek dan muak terhadap kelakuan Amerika Serikat di berbagai belahan dunia. Dan dari sudut itulah demokrasi saya nilai, sebagaimana dari sudut yang semacam juga menilai Islam.

Di Indonesia banyak musik dengan beragam aliran dan bahasa seperti jawa, sunda, minang atau bahkan arab. Namun, kebanyakan orang awam akan menilai bahwa lagu yang dinyanyikan dengan bahasa Arab pastilah lagu Islami. Pernah, sebuah grup musik yang kerap menggunakan bahasa arab ditanggapi oleh temannya: “Banyak nuansa Arabnya ya? Mbok lain kali bikin yang etnis ‘gitu…”

Lho kok Arab bukan etnis?

Bukan…, nada-nada arab bukan etnis, melainkan nada Islam. Nada Arab tak diakui sebagai warga etno-musik, karena ia indikatif Islam. Sama-sama kolak, sama-sama sambal, sama-sama lalap, tapi kalau ia Islam-menjadi bukan kolak, bukan sambal, dan bukan lalap.

Kalau Sam Bimbo menyanyikan lagu puji-puji atas Rasul dengan mengambil nada Espanyola, itu primordial namanya. Kalau Gipsy King mentransfer kasidah “Yarim Wadi-sakib…”, itu universal namanya. Bahasa jelasnya begini: apa saja, kalau menonjol Islamnya, pasti primordial, tidak universal, bodoh, ketinggalan jaman, tidak memenuhi kualitas estetik dan tidak bisa masuk jamaah peradaban dunia.

Itulah matahari baru yang kini masih semburat. Tetapi kegelapan yang ditimpakan oleh peradapan yang fasiq dan penuh dhon kepada Islam, telah terakumulasi sedemikian parahnya. Perlakuan-perlakuan curang atas Islam telah mengendap gumpalan rasa perih di kalbu jutaan ummat Islam. Kecurangan atas Islam dan Kaum Muslimin itu bahkan diselenggarakan sendiri oleh kaum Muslimin yang mau tidak mau terjerat menjadi bagian dan pelaku dari mekanisme sistem peradaban yang dominan dan tak ada kompetitornya.

“Al-Islamu mahjubun bil-muslimin”. Cahaya Islam ditutupi dan digelapkan oleh orang Islam sendiri.

Endapan-endapan dalam kalbu kolektif ummat Islam itu, kalau pada suatu momentum menemukan titik bocor – maka akan meledak. Pemerintah Indonesia kayaknya harus segera mervisi metoda dan strategi penanganan antar ummat beragama. Kita perlu menyelenggarakan ‘sidang pleno’ yang transparan 

Friday 3 April 2015

Benarkah Makna Radikal Selalu Berkonotasi Negatif ?


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :

Ra·di·kal

1 secara mendasar (sampai kpd hal yg prinsip): perubahan yg --;

2 amat keras menuntut perubahan (undang- undang, pemerintahan,dsb);

3 maju dalam berpikir atau bertindak.

Radikal berasal dari bahasa latin yaitu radix yang artinya “akar pohon”

jadi orang yang radikal (radical) sebenarnya adalah orang yang mengerti sebuah permasalahan sampai ke akar-akarnya, dan karena itu mereka lebih sering memegang teguh sebuah prinsip dibandingkan orang yang tidak mengerti akar masalah.

Jadi orang yang radikal (radical, adjective) sebenarnya adalah orang yang mengerti sebuah permasalahan sampai ke akar-akarnya, dan karena itu mereka lebih sering memegang teguh sebuah prinsip dibandingkan orang yang tidak mengerti akar masalah alias asbun atau serampangan cara mengambil keputusannya.

Jika ada seseorang disebut seorang muslim radikal berarti adalah seorang muslim yang benar-benar mengerti Islam sampai ke akar-akarnya, dan karena itulah seseorang itu lebih memegang teguh prinsip Islamnya daripada orang yang tidak paham islam.

Jadi setiap kita justru harus berupaya bersifat radikal...mengerti sebuah permasalahan sampai ke akar-akarnya...jadi wajar jika seorang muslim menginginkan diterapkannya syariah islam dalam setiap kehidupannya karena memang itulah solusi dari setiap akar masalah di kehidupannya yang tidak jelas arahnya untuk diluruskan atau diserasikan dengan keadaan supaya kesejahteraan yang berkeadilan segera terwujud.

Jika baru mendakwahkan syari'at Islam saja sudah dianggap radikal, bukankah tindakan BNPT yang langsung memblokir bisa dianggap sebagai tindakan radikal yang membunuh kebebasan pers media Islam ?

Thursday 2 April 2015

Pertolongan Pertama Ketika Terserang STROKE


Orang yg kena STROKE mendadak (jatuh dr WC dsB), pembuluh darah ke otak akan pecah sedikit demi sedikit. Ingat,untuk mengatasi hal ini janganlah gugup/panik. Jika korban berada di tempat kejadian seperti dikamar mandi/ruang tidur/ruang tamu dll. JANGAN dipindah2kan ke tempat lain, karena akan percepat pecahnya pembuluh darah, dan janganlah sampai dy terjatuh lg. Caranya adl dengan mengeluarkan darah korban dgn menggunakan jarum yg telah dibakar/disteril yg kemudian ditusukkan ke ujung setiap jari masing2 sampai darahnya keluar± 1-2 tetes. Kalau darahnya tidak keluar dapat diurut sampai keluar, sesudah itu korban akan sadar setelah beberapa menit kemudian. Jika korban mulutnya miring, tariklah kedua daun telingany sampai merah dan langsung tusuk bagian bawah daun telinga dg jarum steril sampai darah keluar ± 1-2 tetes. Setelah korban sadar dan mulutnya sudah pulih kembali, barulah dibawa ke dokter/RS.

Biasanya orang yg terkena STROKE pembuluh darahnya akan lebih cepat pecah karena goncangan dalam perjalanan ke RS/dokter. Orang tsb dapat tidak sadar kembali/pingsan dan biasanya akan cacat/lumpuh. (Kita harus ingat MENGELUARKAN DARAH dari jari orang yg terkena STROKE, maka kita sudah bisa menolong orang tsb dari penyakit STROKE).Share ini boleh diteruskan. Maka Tak terhinggalah jasa pahala anda, indah berbagi teman, saudara , jgn berhenti ∂ï anda okeh.

Fanatiklah pada Islam, Bukan dengan Ormasnya !


Mumpung isu pemberangusan media Islam masih hangat, dalam artikel ini saya ingin menuliskan kisah ayahku yang berdarah Madura (Bangkalan), didikan Pesantren dan kental dengan sopan santun kepada Kiai. Beliau ini sosok yang unik dan langka, karena sebagai warga Nahdliyin di kampung Kotalama, kota Malang; ternyata saat mudanya suka baca buku dan media cetak Islam. Kebiasaan inilah yang nantinya menurun kepada anak-anaknya, termasuk saya.

Sebagai orang NU, anehnya ayah tidak punya sebiji pun buku-buku karangan kiai dan tokoh-tokoh yang duduk di kepengurusan PBNU. Justru saya ketahui, beliau memiliki koleksi buku-buku Bey Arifin, cerita silat Ko Ping Ho, Memoar Hasan al-Banna dan bukunya A. Hassan (tokoh Islam modernis). Selain buku, semasa mudanya, ayahku mengkoleksi Majalah al-Muslimun dan mengikuti beberapa edisi majalah Panjimas. Konon, majalah al-Muslimun ini dihibahkan kepada guru ngaji saya di kampung Kotalama, namanya Mas Mulyono. Mas Mul ini seorang anggota GP Anshor asal Madura. Karena cerdas dan fasih baca kitab kuning, beliau direkrut Muhammadiyah kota Malang.

Ayah sempat bilang, “Kalau tahu kau suka baca, Majalah al-Muslimun tersebut tidak akan aku lepas.”

Majalah ini punya pengaruh besar dalam pembentukan paham keislaman ayah. Melalui majalah inilah, ayah mendapat pencerahan. Sebagaimana bung Karno mendapat pencerahan dari A. Hassan sewaktu diasingkan di Ende, Flores. A. Hassan dikenal tokoh memiliki penguasaan ilmu fiqh, qawaid fiqhiyah dan ilmu mantiq yang bagus sehingga argumen-argumennya sistematis dan tidak bertele tele. Ini berbeda dengan Kiai, yang tarulah sama-sama penguasaan ilmu fiqh tetapi dalam berargumen masih mengutip utuh teks kitab kuning. Begitu analisis ayah.

Media Muslim modernis yang pertama hadir di bumi nusantara adalah Majalah al-Manar. Bila pembaca melihat film Sang Pencerah, Majalah ini diperkenalkan oleh KH Ahmad Dahlan.

Kembali ke majalah al-Muslimun, pengaruh dari medianya Muslim modernis ini berimbas pada amaliah ibadah ayah. Tidak seperti warga Nahdliyin lainnya yang menganggap tradisi ke-NU an “wajib” khususnya tahlilan, yasinan dan lain-lain.

Ayah termasuk orang NU di Kotalama yang tidak menganggap itu sebagai sebuah keharusan. Beliau adalah orang yang pertama di kampung yang tidak menggelar tingkepan (tradisi 7 bulanan) saat hamilnya ibu saya. Malah beliau berani tidak mengadakan tahlilan untuk kembaran saya yang wafat berusia 6 hari. Namun tidak semua amaliah atau tradisi NU yang ditinggalkan ayah. Misalnya tasyakuran haji masih tetap digelar ketika tahun 1996 dan Syukuran pindahan rumah dari Kampung kotalama ke perumahan Sawojajar.

Untuk urusan perayaan hari Ied Fitri, ayah tidak patuh keputusan PBNU. Beliau mengacu pada putusan Saudi. Katanya, “Saudi dan Indonesia Cuma selisih 4 jam, jadi semisal hilal tak terlihat di Indonesia, kita bisa menanti putusan pemerintah Saudi.”

Selain terhadap amaliah, pengaruh bacaan beliau juga berimbas kepada orientasi politik dan pemilihan lembaga pendidikan. Dalam hal politik, ayahku simpatisan Masyumi. Menariknya beliau mendapat jodoh seorang muslimah Muhammadiyah yang berasal dari keluarga Masyumi. Ibuku seorang keturunan Madura (Bangkalan). Beliau dididik kental dengan tradisi Muhammadiyah. Bahkan sekolahnya pun di lembaga milik Muhammadiyah. Meski ayah beristrikan seorang yang berbeda kultur agama, tapi beliau tidak otoriter dan memaksa istrinya ganti haluan menjadi NU.

Dalam pendidikan, ayah dan ibu tidak menyekolahkan saya dan adik ke lembaga pendidikan NU. Saya disekolahkan ke Madrasah milik pemerintah seperti MTSN 1 dan MAN 3 malang. Ketika itu kepala sekolahnya masih bapak Abdul djalil. Sosok yang berhasil membangkitkan MIN Malang 1, MTSN 1 dan MAN 3 malang dari sekolah pinggiran menjadi sekolah favorit. Sebelum menutup artikel ini, dari luasnya bacaan ayah, beliau sering mengingatkan kepada saya dan adik, “Fanatiklah kepada Islam, soal NU dan Muhammadiyah, itu tidak ditanyakan di alam kubur.”

Wallahu a’lam bishawwab.

Oleh: Fadh Ahmad Arifan
Alumni MAN 3 Malang

Awas, Bangun Tidur Langsung Jalan Bisa Berujung Maut


Dokter Ahli Syaraf, para ahli sering berpesan, "Setiap orang hrs memperhatikan 3 x ½ menit."Kenapa demikian?

3 x ½ menit adalah sesuatu yg cuma2, tetapi akan banyak mengurangi angka kematian secara tiba2! Sering kali terjadi seseorang siangnya masih sehat walafiat, tetapi malamnya meninggal. Tdk jarang kita mendengar cerita orang, kemarin saya masih ngobrol dgn dia,kenapa tiba2 dia meninggal?

Penyebabnya adalah ketika bangun malam utk ke kamar mandi sering dilakukan secara terlalu cepat. Begitu berdiri, otak kekurangan darah.

Mengapa perlu "3x ½ Menit"? Karena pola ECG (Electro Cardiogram) seseorang normal pada siang hari, tetapi bangun tengah malam untuk melaksanakan hajat tiba2 gambar ECG itu dpt beda. Karena dgn tiba2 bangun, otak akan menjadi anaemic, dan mengalami gagal jantung karena kekurangan darah.

Dianjurkan oleh para ahli utk menjalankan "3 kali ½ menit", yakni:
1. Bila terbangun, jgn langsung turun dari tempat tidur, tetapi berbaringlah selama ½ mnt.
2. Duduk di tempat tidur selama ½ mnt.
3. Turunkan kaki dan duduk di tepi ranjang selama ½ menit.

Selewat 3 x ½ menit yg dilakukan tanpa harus membayar sesenpun, otak tdk akan anaemic dan jantung tdk akan mengalami kegagalan, mengurangi kemungkinan jatuh dan meninggal ketika bangun tengah malam.

BNPT Anggap Ajaran Nabi SAW Radikal ?


Melalui juru bicara BNPT Prof. Irfan Idris dalam acara Apa Kabar Indonesia di TV ONE (31/3/2015), mengatakan bahwa ada 198 situs Islam yang terindikasi radikal dan sedang dalam proses untuk diblokir melalui KOMINFO sebagai lembaga eksekutor, yang diantaranya sudah 22 situs Islam yang diblokir. Mustofa Nahra selaku salah satu narasumber yang hadir pada acara tersebut menjelaskan kalau BNPT terlalu paranoid dengan pembredelan situs Islam. Tidak ada diskusi tapi langsung eksekusi saja pemblokiran. Banyak situs – situs yang mengajarkan sumber Islam tapi ikut diblokir. Padahal umat Islam butuh akan sumber Islam. Pengadilan belum memutuskan tapi langsung diblokir, ini berbahaya ni! JIL itu kurang apa, itu kenapa tidak ditutup padahal selalu mengadudomba ummat Islam & menelintir Ayat Alquran seenaknya,tegasnya.

Dengan masalah tersebut, memancing perlawanan dari berbagai kalangan ummat Islam dan menjadi tranding topik disosial media dengan hastag #KembalikanMediaIslam, muncul pula hastag “BLOKIR DULU BARU MIKIR” yang menjadi tranding topik di sosial media, karena BNPT melalui Kominfo langsung memblokir situs Islam tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu dan tidak melalui jalur hukum/pengadilan, seperti pernyataan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD bahwa penutupan situs Islam seharusnya melalui jalur pengadilan. Adapun alasan dari BNPT bahwa pemblokiran tersebut karena mengandung konten radikal yaitu :

1. Suka Mengkafirkan kelompok lain
2. Memaknai Jihad scara sempit
3. Mendukung ISIS
4. Mengharamkan Demokrasi

Dari kriteri tersebut, banyak kalangan yang ikut berkomentar, diantaranya :

1. Ustadz Adnin Armas, MA. (Direktur & Peneliti INSISTS) “Padahal istilah kafir ada dalam Al Quran. Ini sama saja BNPT tuduh Rasul radikal, BNPT seharusnya mengajak MUI dan para ulama utk menentukan kriteria radikal, Jangan2 nanti partai Islam juga dituduh radikal, Kenapa Islamophobia justru terjadi di negeri mayoritas Islam? #KembalikanMediaIslam”

2. Ustadz Felix Siauw lewat akun facebooknya mengatakan bahwa “Pemblokiran situs-situs media Islam itu stigmatisasi negatif terhadap Islam | tanpa diskusi tanpa dengar pendapat…. ketika “palu” teroris dan bukan teroris diserahkan pada barat, dan orang yang tak tahu agama | ulama dituduh teroris, Islam dianggap monster”.

3. Budi Marta(Pimred GemaIslam.com ) ” Saya heran situsnya kerjasama dengan BNPT, tapi kenapa justru dituduh teroris? Anehnya BNPT menyebut gemaislam radikal krn tidak tahlilan. Tuduhan ini aneh sekali, Sebab masalah khilafiyah ini sudah selesai sejak Indonesia belum merdeka, kenapa sekarang diangkat-angkat lagi”

Jika ditelisik sejarah Islam berdasarkan hadits-hadits yang shahih, Rasulullah justru tidak pernah mengadakan tahlilan pada upacara kematian ataupun mengkhususkan tahlilan pada hari-tertentu. Namun, BNPT justru menganggap situs gemaislam.com yang tidak mengajarkan 'tahlilan' karena menyangkut bid'ah justru dianggap radikal. Bukankah ini sama saja menganggap ajaran Nabi SAW sebagai ajaran radikal ?

Menurut Ketua Gema Pembebasan Sulselbar Arif Siddiq, jika alasannya karena situs-situs Islam banyak mengkampanyekan radikalisme, maka Ia menanyakan radikalisme seperti apa yang dimaksudkan oleh pemerintah. Menurutnya, tafsiran radikalime selama ini yang keluar dari pemerintah lewat media-media besar titik tembak selalu pada kriminalisasi Islam dan simbol-simbolnya.

“Justru media-media Islam tampil sebagai oase di tengah kekaburan informasi yang dikeluarkan oleh media-media besar. karena media-media besar selama ini ikut hadir mengkriminalisasi Islam dalam pemberitaan-pemberitaannya,” kata Arif Rabu, (1/4). Belaiu menambahkan bahwa umat harus melawan setiap usaha rezim(pemerintahan yg berkuasa) yang repsesif, karena kedepan rezim bisa seenaknya memblokir situs-situs dan suara rakyat yang kontra dengan kebijakan-kebijakan politik rezim yang selama ini nyatanya neoliberal

Pertanyaan  mendasar yang muncul adalah, kenapa situs-situs dibawah ini belum ada yang di BLOKIR???

1. Komunis

2. JIL = Jaringan Islam Liberal

3. Syiah yang menghina sahabat Nabi Muhammad SAW, dan

4. Situs Orang-orang sekuler yang telah nyata-nyata menyerang Islam & menyebarkan paham sesat. 

Wednesday 1 April 2015

Kisah Eks Manajer Tur Jay-Z Temukan Islam

George Green

Dunia hiburan identik dengan kehidupan glamor, materialistis hingga narkoba. Terlebih lagi di Amerika Serikat yang menjadi kiblat dunia hiburan sejagad. Uang berlimpah serta ketenaran di muka bumi merupakan surga dunia bagi pelaku industri hiburan di Negeri Paman Sam tersebut.

Tidak hanya para artis yang merasakan surga dunia, orang-orang yang bekerja di belakang layar para artis tersebut turut merasakan kenikmatan duniawi tersebut. Salah satunya adalah George Green. Green merupakan salah satu sosok yang cukup lama berada di belakang layar kesuksesan para artis hip hop Amerika.

Sebagai manajer tur, Green berperan dalam menyukseskan karir artis-artis seperti Jay-Z, Kanye West dan jajaran nama beken lainnya di bawah naungan perusahaan rekaman ternama AS, Rock-A-Fella. Rock-A-Fella merupakan perusahaan yang dimiliki oleh Jay-Z.

Green memulai perjalanan karirnya dari bawah. Diawali dari magang di perusahaan suami Beyonce Knowles tersebut, kerja kerasnya membuahkan hasil. Jay-Z kemudian memberi kepercayaan kepada Green untuk menjadi manajer tur para artis di bawah label Rock-A-Fella.

Sebagai manajer tur para artis papan atas, Green yang memang memiliki minat khusus traveling bisa memenuhi passionnya tersebut. Melalui pekerjaannya, Green sudah berkeliling ke 50 negara bagian Amerika Serikat dan lebih dari 80 negara seperti Jerman, Perancis, Afrika Selatan, Senegal, Bolivia, Chili, China, Kamboja, Australia dan Selandia Baru.

"Saya menghabiskan waktu sekitar 15 tahun di industri hiburan Amerika," kata Green kepada merdeka.com, Minggu (29/3).

Namun, kehidupan glamor yang dilakoni Green ternyata tidak membuat jiwanya tenang. Malah, Green merasa hampa dengan kehidupannya saat itu. Terlebih lagi, masa kecil Green dihabiskan di daerah Harlem, New York, tempat yang sangat keras bagi seorang Green muda.

Masa muda Green di Harlem penuh tantangan. Hidup di wilayah Harlem, Green harus terbiasa dengan kekerasan jalanan, obat-obatan dan berbagai pengaruh buruk lain. Tidak mudah untuk melepaskan diri dari pengaruh buruk tersebut.

Hingga suatu hari, di tahun 2006, Green melakukan perjalanan ke Dubai, Uni Emirat Arab bersama penyanyi rap kondang yang juga seorang muslim, Akon. Kunjungan ke Dubai memberi kesan tersendiri bagi Green. Green mendengar suara azan dan membuat jiwanya terusik.

"Tahun 2006 saya berkunjung ke Dubai bersama Akon. Saat saya mendengar suara azan, saya tertarik dan penasaran, suara apa itu?" ucap Green.

Green pun lantas mencari tahu soal Islam. Tidak mudah baginya untuk memutuskan berpindah keyakinan. Green harus merasa yakin atas pilihannya sebelum memutuskan memeluk Islam. Setelah menjalani proses pencarian Islam sekitar lima tahun, Green pun memutuskan untuk memeluk Islam dan menanggalkan semua surga dunia hiburan yang dirintisnya dari bawah.

"Tahun 2011 saya memutuskan untuk memeluk Islam," ucap Green.

Setelah memeluk Islam, Green merasa keinginan untuk terus mendalami agama barunya tersebut serta keinginan untuk semakin mengenal Allah sudah tak terbendung lagi. Tahun 2012, Green melakukan ibadah Umrah. Dalam kesempatan umrah tersebut, Green tak kuasa menahan segala rasa yang berkecamuk. Di hadapan Kabah, lidah Green kelu, dia tidak bisa berkata-kata selain hanya menitikkan air mata serta menyebut nama Allah.

"Saat saya berjalan ke masjid dan menuju ke kerumunan orang dan menatap Kabah, emosi saya tak terkendali. Saya menangis dan hanya berkata, 'Allahu Akbar'," ungkap Green.

Kini, Green memilih jalan hidup sebagai motivator, penulis, dan sukarelawan di bidang kemanusiaan. Bukan hal yang aneh apabila menemui Green sedang membagi-bagikan makanan kepada para tunawisma di jalan-jalan di kota New York, AS atau di Melbourne, Australia lantaran Green berkomitmen menggarap proyek-proyek amal dan kemanusiaan secara global.

"Saya sekarang aktif bersama organisasi Muslims Giving Back, The Canadian Dawah Association dan New Future Foundation sebuah organisasi amal non profit yang bekerja sama dengan PBB," ungkap Green.

Selain itu, Green juga aktif berkontribusi di komite dan kelompok PBB sebagai peserta dalam diskusi program pertukaran budaya kaum muda dan hak-hak perempuan. "Saya merasa beruntung berada di posisi saya saat ini untuk berbagi cerita hidup saya ke dunia, saya berharap cerita saya, meski hanya secuil, bisa menginspirasi generasi muda di manapun," ujarnya.

Nilai tambah yang dirasakan Green dengan melakoni aktivitas barunya tersebut adalah berkesempatan mengunjungi negara-negara yang belum pernah dia kunjungi sebelumnya seperti Malaysia. Traveling tetap menjadi passionnya. "Satu saat saya akan mengunjungi Indonesia," tutup Green.

Alwi Shihab : IM Teroris, As Sisi Penyelamat Mesir


- Teroris Mesir adalah Ikhwanul Muslimin, yang sangat jauh dari Islam.
- As-Sisi telah menyelamatkan Mesir.

Demikian diantara poin wawancara Profesor Dr. Alwi Shihab yang diterbitkan koran Koran Al-Mishri Al-Yaum Mesir, edisi 27 Maret 2015 yang disampaikan ustadz Nandang Burhanudin di laman facebooknya, Selasa (31/3/2015). Sebelumnya, Alwi Shihab juga menyentil Saudi yang memimpin negara-negara teluk menyerang pemberontak Syiah Houthi Yaman.

Berikut tulisan lengkap ustadz Nandang Burhanudin terkait wawancara Alwi Shihab tersebut::

"Teroris Menyanjung Teroris"
By: Nandang Burhanudin 

Sungguh memilukan sekaligus memalukan, seorang mantan Menlu dan bergelar Professor Doktor, namun memiliki sikap yang aneh dan nyeleneh terutama dalam menyampaikann pandangan seputar konflik Timur Tengah. Setelah Prof.Dr. Syafi'i Ma'arif, kini hadir tokoh nyeleneh lainnya yang bernama Profesor Dr. Alwi Syihab.

Petikan wawancara Alwi Syihab sebagai berikut:

1. Indonesia siap berkoalisi dengan Kairo melawan terorisme.
2. Teroris Mesir adalah Ikhwanul Muslimin, yang sangat jauh dari Islam.
3. As-Sisi telah menyelamatkan Mesir.
4. 30 Juni adalah revolusi rakyat terbesar sepanjang sejarah.

Sayangnya, saya tak sempat membaca tulisan secara lengkap. Mengingat tulisan Arab yang ada di foto yang didapat terlalu kecil untuk dibaca.

Bapak Alwi Syihab mungkin sudah lupa atau pura-pura lupa atau tengah mabuk udara, akibat perjalanan jauh Jakarta-Kairo. Beliau lupa fakta sejarah, bahwa kemerdekaan Indonesia diakui Mesir berkat lobi dan tekanan pendiri Ikhwanul Muslimin Imam Hasan Al-Banna.

Mungkin perlu diingatkan pula, bahwa di antara organisasi yang menyelamatkan ribuan mahasiswa/i Indonesia saat diterpa krisis moneter tahun 1997 adalah Ikhwanul Muslimin Mesir. Silahkan cek kepada mantan Dubes RI di Kairo, yang kemudian menjadi senior Menlu Indonesia, Bapak Hasan Wirajuda. Jika Ikhwanul Muslimin teroris, lalu mengapa bantuannya diterima tanpa pernah mengucapkan terima kasih?

Soal As-Sisi menyelamatkan Mesir atau 30 Juni 2012 sebagai revolusi rakyat terbesar di dunia, boleh jadi. Pendapat ini sangat masyhur jika kita mengambil pendapat dari Theodorus II pemimpin Koptik Mesir, atau dari kaum Sekuler-Liberal-LGBT-dan tokoh-tokoh Islamphobia. Sebab diakui Menlu Israel, jika Ikhwanul Muslimin dibiarkan 2 tahun berkuasa, maka benih-benih Khilafah akan membesar dan membahayakan Israel.

Namun jika mengambil pendapat orang awam atau orang jalanan di Mesir, tanpa perlu menanyakan kepada kaum intelek dan aktivis gerakan Islam Mesir, semua mengakui era As-Sisi adalah era perbudakan Mesir di zaman modern. Saya yakin Bapak Alwi Syihab tidak pernah mengunjungi rakyat kecil Mesir, karena pasti kemanapun bergerak sudah disiapkan protokoler dan penjagaan ketat. Sehingga cara pandang yang digunakan adalah cara pandang sedotan teh manis. Tentu yang dilihat yang manis-manis saja, tanpa pernah memandang sisi lainnya.

Saya doakan Bapak Alwi Syihab mengalami revolusi mental ke arah yang lebih bijak. Jangan sekedar menjilat hanya kepentingan yang justru sesaat. Malu nanti pak, jika Ikhwanul Muslimin berkuasa kembali. Bapak yakin dikenal penjilat sejati. Sebab penyanjung teroris adalah teroris.

*Edisi asli wawancara Alwi Shihab bisa dibaca di link Al-Mishri Al-Yaum berikut ini  :
http://m.almasryalyoum.com/news/details/693619

Selain Diblokir, BNPT Juga Perintahkan Penghapusan Domain Situs Islam


Selain melakukan pemblokiran 22 situs Islam, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme juga memerintahkan penghapusan domain situs Islam yang dituduh mengajarkan radikalisme.

“BNPT rupanya menyurati ke pihak registrar domain Dakwatuna juga untuk menutup domain Dakwatuna,” terang pengurus salah satu situs Islam yang diblokir tersebut.

Ini berarti kebijakan BNPT yang awalnya diduga hanya memblokir situs-situs Islam tersebut, ternyata juga menghapus domainnya. Artinya situs Islam tersebut benar-benar “dibunuh”.

Saat ini 7 pemimpin redaksi yang situsnya dianggap radikal menemui pejabat Kementerian Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Mereka meminta agar Kominfo membuka pemblokiran terhadap situs mereka.

Situs Dakwah Dibungkam, Situs Komunis Dibiarkan


Pemblokiran 19 media Islam menuai reaksi negatif para netizen. Mereka mempertanyakan langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang menindaklanjuti permintaan Badan Nasional Penganggulangan Terorisme (BNPT).

Akun milik Arridho Sudjiman mempertanyakan pemblokiran situs Islam tersebut. Pasalnya, situs tentang Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dikelola warga Indonesia, malah tidak diusik. Dia pun mengunggah foto sebuah situs yang membahas tentang komunis dan PKI.

"Situs dkwah diblokir, situs PKI yg nyata2 dilarang UU malah bebas. Negeri yg aneh! #KembalikanMediaIslam," katanya melalui @DenMacho.

Alfa Saputra™ juga mempertanyakan kinerja Kemenkominfo yang bertindak sangat aneh. "Wow 19 situs islam diblok ya? Padahal ga semuanua berisi negatif, yg PKI didiemin aja. @kemkominfo kok jadi aneh gini? #KembalikanSitusIslam," katanya melalui ‏@alfasaputra.

Pepey melalui akun ‏@ferdianprasetya mengingatkan Menkominfo Rudiantara untuk bertindak bijak. Pasalnya, situs Islam diblokir, sementara situs yang berisi tentang PKI dibiarkan saja. "Ini yg di blok @rudiantara_id Situs PKI malah bebas. @kemkominfo. (sp/rol)

Berita Israel Bantu Saudi Terkait Serangan ke Yaman HOAX


Kenapa saya katakan Hoax, setidaknya ada 5 alasan.

1) MERDEKA.COM situs yang dikenal suka menyebarkan dusta ini memakai rujukan dari situs global research yang berdomisili di Kanada. Dan situs ini mengutip dari akun FB Hassan Zayd, seorang tokoh pengikut setia mantan presiden Ali Abdullah Saleh yang merupakan sekutu pemberontak Syi’ah Hutsi.

Maka pantaskah kita mempercayai sebuah berita yang datang dari pihak pemberontak. Kelompok radikal yang saat ini berusaha mati-matian mempertahankan kekuasaan yang berhasil direbut dari pemerintah Yaman

Selain itu andaikan berita ini benar, situs lembaga kajian militer dan keamanan global terpercaya seperti Janes pasti akan memberitakan informasi ini. Karena berita ini merupakan sesuatu yang sensasional. Sehingga layak ditelaah dalam kajian geopolitik Timur Tengah.

2) Kalau yang jauh di Kanada mengetahui bantuan militer Israel di Yaman, kenapa yang dekat seperti ARABNEWS, Al Arabiya dan Al Jazeera tidak?

Padahal wartawan mereka bertebaran di pangkalan-pangkalan militer disekitar perbatasan Yaman. Apa mungkin Global Research punya akses khusus ke militer Saudi sehingga dapat memastikan informasi yang disebut tokoh pemberontak

3) Tidak terdapat berita mengenai bantuan militer Israel kepada Saudi di Yaman pada situs-situs media utama Barat, seperti CNN, REUTER, BBC, CNBC dll. Padahal mereka punya kepentingan besar terhadap berita tersebut seandainya benar.

Kepentingan mendapat kenaikan rating (dapat iklan dan uang lebih banyak) dan keuntungan dalam menyudutkan Saudi di mata umat Islam, dengan menggiring opini bahwa peperangan ini adalah soal pengaruh dan kepentingan politik duniawi saja. Sehingga cara apapun diperbolehkan demi tercapainya tujuan politik, termasuk menerima bantuan zionis.

4) Tidak ada media Israel yang memberitakan hal ini. Padahal Media Israel punya kepentingan besar bila hal ini benar-benar terjadi. Paling tidak agar masyarakat dunia Islam berbaik sangka atau mengurangi kebencian kepada Israel karena membantu saudara sesama muslim. Dan usaha mereka menggiring opini publik agar percaya bahwa konflik Israel dan Palestina adalah soal perebutan wilayah saja. Tidak ada kaitannya dengan agama.

5) Israel tidak punya kemampuan power projection sejauh itu. Artinya Israel tidak memiliki pesawat tempur yang mampu bertempur di Yaman pulang pergi. Jika ingin terlibat di Yaman harus punya pangkalan aju disekitar Yaman. Dan apabila hal ini terjadi tentu media akan mengetahui informasi kedatangan militer Israel, karena hampir seluruh pangkalan milik negara yang berbatasan dengan Yaman sedang mendapat perhatian ekstra dari wartawan

Kemungkinan yang lain adalah menggunakan pesawat pengisi bahan bakar untuk melakukan pengisian bahan bakar di udara. Dan hal ini harus dilakukan di wilayah udara Saudi.

Sedangkan mempercayai Saudi dan sekutu mengijinkan langitnya diterbangi pesawat zionis sama saja mempercayai bahwa matahari terbit dari selatan. Mengijinkan warga Israel menumpangi Saudi Air saja tidak, kok sampai membiarkan asset tempur Zionis mengudara diatas langitnya.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Faried - Premium Blogger Themesf | Affiliate Network Reviews