Sunday 28 September 2014

Benarkah SBY & KMP Perampok Suara Rakyat ?

Kwik Kian Gie
Argumen bahwa Pilkada melalui DPRD merampas hak rakyat sangat banyak dipakai oleh yang pro Pilkada langsung. Marilah kita berpikir jernih dan jujur. Rakyat yang mana ? Jumlah rakyat yang ikut Pilpres adalah 70 juta untuk Jokowi dan 62 juta suara untuk Prabowo. Jokwi memperoleh 53% suara rakyat. Dari perbandingan angka ini saja tidak dapat dikatakan seluruh rakyat merasa haknya dirampas. 62 juta suara bukannya nothing.

Dalam poster kampanye gambar yang dijadikan template yalah Bung Karno, Megawati dan Jokowi. Pikiran Bung Karno tentang Demokrasi sangat jelas, yaitu Demokrasi Perwakilan, dan itupun ditambah dengan asas pengambilan keputusan yang tidak didasarkan atas pemungutan suara melulu. Dia menggunakan istilah diktatur mayoritas dan tirani minoritas untuk mempertegas pendiriannya. Dia juga selalu mengemukakan apakah 50% plus satu itu Demokrasi ? Apakah 50% plus satu itu boleh dikatakan sama dengan “Rakyat” ?

Jumlah rakyat yang menggunakan hak pilihnya termasuk yang tertinggi di dunia. Apakah penggunaan hak politiknya yang berbondong-bondong itu karena sangat sadar politik ataukah datang untuk menerima uang dari para calon legislatif maupun eksekutif yang dipilih secara langsung ?

Kalau 5 tahun yang lalu uang yang harus dikeluarkan untuk menjadi anggota DPR rata-rata sekitar Rp. 300 juta, di tahun 2014 sudah menjadi Rp. 3 milyar.

Demokrasi, walaupun sistem perwakilan membutuhkan rakyat yang sudah cukup pendidikan dan pengetahuannya. Marilah kita sangat jujur terhadap diri sendiri. Apakah bagian terbesar dari rakyat Indonesia sudah cukup pendidikannya ? Para calon presiden sendiri mengemukakan betapa tertinggalnya bagian terbesar dari rakyat kita dalam bidang pendidikan yang dijadikan fokus dari platformnya. Berbicara soal pilkada langsung rakyat digambarkan sebagai yang sudah sangat kompeten menjadi pemilih yang sangat bertanggung jawab.

Melihat demikian banyaknya orang yang demikian luar biasa semangatnya untuk memasuki arena penyelenggaraan negara, kita patut tanya pada diri sendiri tentang apa motifnya ? Apakah mereka demikian semangat, demikian ngotot, bersedia mengeluarkan uang, bersedia menggadaikan harta bendanya untuk menjadi anggota legislatif atau eksekutif itu karena demikian luar biasa cintanya kepada bangsa, ataukah sudah membayangkan harta dengan jumlah berapa serta ketenaran dan kenikmatan apa yang akan diperolehnya ?

Saya berhenti menulis ini karena Kompas tanggal 22 September 2014 baru datang dengan head line “Wakil Rakyat di Daerah Tergadai”. Isinya bahwa surat pelantikan sebagai anggota DPRD sudah laku dan sudah lazim dijadikan agunan untuk memperolh kredit dari berbagai bank.” Satu bukti lagi bahwa Pilkada langsung berakibat sepert ini yang sangat memalukan.

SBY Dianggap Gembong Pengkhianat G25S/PD

Chief Executive Officer PT Pembangunan Kota Tua (perusahaan yang didirikan tak lama setelah Jokowi-Ahok memimpin Jakarta, Lin Che Wei, menyebut SBY sebagai gembong pengkhianatan G25SPD lewat akun Twitter-nya., Jumat (26/9) Tampaknya, Lin Che Wei menganggap kekalahan PDIP dan kawan sekoalisinya dalam Sidang Paripurna DPR yang membahas RUU Pilkada, Kamis-Jumat (25-26/9), sebagai akibat pengkhianatan Partai Demokrat, yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono, yang melakukan aksi walk out.

Linchewei dalan akun twiter pribadinya menuliskan " Dulu ada penghianatan G-30s PKI sekarang ada penghianatan G-25- s PD"

Kini warga cina sudah pulih kepercayaan dirinya di Indonesia sampai-sampai berani menuding simbol Negara yakni SBY sebagai 'Gembong Penghianat'.

Saat ini sudah banyak warga cina yang menjadi pejabat, dalam pekerjaannya mereka sering melakukan kecurangan dan mementingkan kelompoknya.

Setelah seluruh lini terkuasai strategi berikutnya diperkirakan mereka akan melakukan percepatan masuk ke dunia politik dimulai dengan melakukan dukungan materi kepada para kandidiat legislative, menjadi cukong pejabat yang masih aktif ataupun mencoba menjadi Kepala Daerah.

Contoh fenomenal didalam dunia politik adalah AHOK yang menggunakan nama Indonesia Basuki Tjahaya Purnama, lulusan jurusan Geologi universitas Trisakti (Universitas yang sempat di dominasi warga cina), kemudian menjadi anggota legislatif dan bupati di daerah mayoritas cina (Bangka Belitung).

Saturday 27 September 2014

PDIP Tolak RUU Jaminan Produk Halal


RUU ini akan dibawa dan dibahas ke dalam Rapat Paripurna. Walau telah disetujui, beberapa catatan tetap diberikan beberapa fraksi sehingga masih perlu penyempurnaan lebih lanjut.

Dari 9 fraksi yang duduk di dalam Baleg, hanya Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menyatakan ketidaksetujuannya untuk melanjutkan RUU JPH ini ke tahap selanjutnya.

Fraksi PDIP yang diwakili oleh Arif Wibowo menempati posisi untuk tidak menyetujui adanya RUU JPH tersebut dengan tiga alasan yang diberikan, yaitu penerapan mandatory (wajib) yang tidak tepat, lembaga yang sudah ada terlalu banyak sehingga menimbulkan koordinasi yang sulit, serta bertentangan dengan UU yang sudah ada (UU Pangan). “PDIP belum dapat menyetujui dan mengembalikannya kepada pengusul,” kata Arif Wibowo dalam pandangan fraksinya.

Anggota Fraksi PKS Buchori Yusuf mengungkapkan, RUU JPH harus mengatur dan menguatkan kelembagaan yang memberikan sertifikasi, registrasi, dan labelisasi produk halal agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan yang berakibat penyelenggaraan JPH menjadi tidak efektif. “F-PKS mengusulkan agar MUI menjadi lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan sertifikasi halal tersebut dalam LPH atau Lembaga Pemeriksa Halal berada dibawah koordinasi MUI,” kata Buchori.

Sementara Fraksi Partai Demokrat, yang disampaikan oleh Yenna Anwar, menegaskan bahwa UU ini sangat diperlukan, karena praktek sertifikasi yang selama ini ada, belum memiliki perlindungan hukum. Apalagi dengan adanya liberalisasi ekonomi dan beredarnya sejumlah produk telah menimbulkan fenomena yang menggemparkan di pasar Indonesia. “Sertifikasi produk halal dan non halal pun tidak terbatas dari produk hewani saja tetapi juga yang berasal dari bahan kimiawi,” ungkap Yenna Anwar

Fraksi lainnya yaitu F-PKB, F-Gerindra, F-Hanura, F-PPP, F-PAN dan F-Golkar pun menyatakan catatannya masing-masing. Akhirnya dengan masih adanya beberapa catatan yang diberikan, Rapat Pleno Baleg meloloskan RUU JPH ke tahap selanjutnya. “Rapat Pleno Baleg menyetujui draft RUU dengan pengusul agar dapat mewadahi seluruh catatan yang diberikan,” tutup Ignatius Mulyono, selaku pimpinan Rapat.

Friday 26 September 2014

Vonis Advokat Muslim Uighur, Cina Dikecam Dunia


Sebuah pengadilan Cina hari Selasa (23/9/2014) menjatuhi hukuman penjara seumur hidup terhadap ilmuan dan advokat untuk hak-hak Muslim Uighur paling terkemuka di negara itu, kata pengacaranya. Profesor ekonomi Ilham Tohti diadili atas tuduhan separatisme di wilayah barat Xinjiang pekan lalu. Kasusnya telah menimbulkan kecaman internasional di Barat dan di antara kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional. "Ini benar-benar tidak dapat diterima," kata pengacaranya, Li Fangping, kepada Reuters melalui telepon. "Ilham juga mengatakan bahwa ia tidak bersalah. Ia akan mengajukan banding.

Berdasarkan kata-kata putusan, hal ini sangat dipolitisir." Tohti, yang berasal dari etnis Uighur, adalah intelektual moderat terbaru yang akan dihukum oleh pemerintahan Presiden Cina Xi Jinping. Istilah penjara yang keras memicu cemas di antara para pendukung hak-hak, yang telah datang di bawah tekanan yang meningkat oleh pemerintah Xi. Jaksa di Xinjiang mengklaim Tohti telah mempromosikan kemerdekaan bagi wilayah itu di situs yang dia kelola, Uighurbiz.net. Tohti mengatakan kepada pengadilan pekan lalu ia mendirikan situs itu untuk mempromosikan dialog antara ulama Uighur dan Han dan bahwa ia telah secara terbuka menentang separatisme dan kekerasan, menurut Li. Tohti telah menolak bukti penuntutan dan mengatakan laporan terhadap dirinya oleh relawan mahasiswa yang telah bekerja pada situs tersebut dibuat di bawah tekanan dari pemerintah.

Tohti, yang mengajar di Universitas Minzu Beijing, yang mengkhususkan diri dalam studi etnis minoritas, mengatakan dia tidak pernah terkait dengan organisasi teroris atau kelompok berbasis asing dan "hanya bergantung pada pena dan kertas untuk secara diplomatis meminta" hak asasi manusia dan hak-hak hukum bagi warga Uighur. Dakwaan separatisme membawa hukuman mati dalam kasus yang ekstrim.

Amerika Serikat, Uni Eropa dan kelompok hak asasi manusia telah menyerukan pembebasan Tohti setelah penahanan sembilan bulan yang secara luas dilihat sebagai bagian dari tindakan keras pemerintah pada perbedaan pendapat di Xinjiang, di mana ketegangan antara Uighur dan mayoritas Han Cina telah menyebabkan kekerasan.

Pemerintah menyalahkan serangkaian serangan kekerasan di mana ratusan orang tewas pada pejuang Islam yang mengatakan ingin mendirikan sebuah negara merdeka di Xinjiang yang disebut Turkestan Timur. Para aktivis mengatakan kebijakan represif Cina, termasuk kontrol ketat pada umat Islam, yang telah memicu kerusuhan di wilayah tersebut. (st/Reuters)

Mengapa Pilkada Harus Lewat DPRD ?

Annas Maamun, Gubernur yang terpilih dalam Pilkada Langsung itu ditangkap KPK

Pilkada Langsung & Tidak Langsung memang tidak menjamin bebas dari korupsi, namun setidaknya ada pertimbangan-pertimbangan untuk menghindari mudharat yang lebih besar.

Inilah 10 alasan mengapa kepala daerah seyogyanya dipilih DPRD:
  1. Pemilukada langsung sangat boros, sebaliknya melalui DPRD lebih hemat. Jika dihitung maka penghematannya bisa mencapai lebih dari 20 trilyun untuk 33 provinsi dan 492 kabupaten/kota. Dana sebesar ini cukup lumayan untuk membangun 400.000 rumah layak huni atau untuk biaya bedah rumah sebanyak 1 juta rumah orang miskin.
  2. Modal kontestasi politik dalam pemilukada langsung sangat besar baik oleh partai maupun perorangan sehingga menuntut ‘kick back money’ (pengembalian modal) lewat cara-cara koruptif. Menurut Guru Besar Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Mudrajad Kuncoro bahwa untuk tingkat kabupaten seorang calon menghabiskan dana sekitar Rp 5 miliar, calon gubernur lebih dari Rp 20 miliar. Setiap daerah pastinya lebih dari satu calon.
  3. Kepala daerah hasil pemilukada tidak menjamin bebas dari jerat KPK, bahkan lebih parah. Buktinya sudah ratusan kepala daerah hasil pemilihan langsung yang divonis bersalah di pengadilan Tipikor. Saat ini saja berdasarkan data di Kemendagri menunjukkan bahwa kepala daerah yang terlibat korupsi sudah mencapai 291 kepala daerah. Jumlah itu terdiri dari gubernur sebanyak 21 orang, wakil gubernur tujuh orang, bupati 156 orang, wakil bupati 46 orang, walikota 41 orang, dan wakil walikota 20 orang.
  4. Peringkat IPM Indonesia masih rendah, yaitu urutan 121 dari 187 negara. Artinya Rakyat Indonesia belum secerdas negara-negara maju dalam mengkontribusikan hak-hak politiknya.
  5. Terdapat 3 target pencapaian MDG’s yang masih begitu sulit dipenuhi oleh Indonesia dan ketiga target ini berkaitan erat dengan hak hidup, hak kesehatan dan hak kebutuhan dasar. Jadi, tidak layak bagi siapa pun melibatkan rakyat negeri ini dengan urusan-urusan kepentingan politik pragmatis sebelum hak-hak dasar itu terpenuhi.
  6. Potensi disharmoni sosial lebih rawan terjadi bila gesekan-gesekan politik bergeser hingga ke akar rumput. Kecurangan massif, sistematis dan terstruktur juga sangat potensial terjadi di daerah-daerah pelosok. Hal ini menimbulkan kerawanan sosial yang berujung pada instabilitas sosial, politik bahkan ekonomi. Contohnya di Maluku Utara. Jadi sebaiknya pemilukada di DPRD saja.
  7. Anggota DPRD lebih percaya diri melakukan fungsi kontrolnya bila pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
  8. Pemilukada langsung melahirkan trend lembaga survey komersil. Komersialisasi hasil survey bisa mengarah pada persaingan tidak sehat dan mengancam kejujuran ilmiah.
  9. Bila tempat-tempat ibadah sudah penuh oleh orang yang ingin beribadah, maka walaupun setiap hari masyarakat memenuhi TPS pasti tidak masalah, karena kita yakin hasil di TPS pasti berkah.
  10. Pemilihan kepala daerah oleh Wakiil atau anggota DPRD sejalan dengan prinsip-prinsip dalam sistem Syuro’.
  11. Pemilukada langsung telah menyerat para aparatur hukum ke wilayah politik hingga terjabak pada kasus-kasus korupsi politik.
  12. Pemilukada melalui DPRD akan mendorong fungsi dan peran partai politik dalam melakukan kaderisasi kepemimpinan. Bukan kaderisasi instant ‘pengusaha’ atau ‘artis’ menjadi ‘politisi dadakan’.
  13. Pemilukada langsung telah melahirkan banyak raja-raja kecil di daerah yang begitu sulit terkontrol oleh kekuasaan di tingkat pusat. Nah, arogansi politik para ‘raja kecil’ ini bisa diredam dengan mengembalikan kewenangan memilih kepala daerah ke DPRD. Sehingga kekuasaan di tingkat pusat memiliki bargaining politik yang lebih efektif melalui kekuatan legislative.
Bila indikator HDI Indonesia telah setara dengan Singapura atau negara-negara maju lainnya maka saat itulah Rakyat Indonesia layak untuk menyibukkan dirinya dengan Hiruk Pikuk politik negeri ini.

Mengapa Hak Veto Muncul di Negeri Demokratis ?


Ingin tahu siapakah penguasa dunia yang sesungguhnya? Dialah lima negara yang menjadi anggota tetap Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Lima negara ini boleh dikata mempunyai kewenangan mutlak untuk mengatur dunia, terutama yang terkait dengan perdamaian dan keamanan internasional. Kewenangan mutlak ini bernama 'hak veto' yang hanya dimiliki oleh Amerika Serikat (AS), Rusia, Cina, Inggris, dan Prancis.

DK PBB sebenarnya beranggotakan 15 negara. Namun, sepuluh anggota lainnya merupakan anggota tidak tetap. Yang terakhir ini dipilih oleh setiap anggota PBB melalui forum Majelis Umum untuk masa dua tahun. Mereka dipilih secara bergantian dan mewakili berbagai kawasan dunia. Kesepuluh anggota DK ini tidak mempunyai hak veto.

Dengan kata lain, sepuluh anggota tidak tetap ini hanya sebagai pelengkap penderita saja. Sebagai misal, bila 14 anggota DK bersepakat dalam satu hal, katakan berencana mengeluarkan resolusi yang menuntut Israel menghentikan aktivitas pembangunan permukiman Yahudi di daerah pendudukan. Bila ada satu negara anggota tetap DK tidak setuju, maka resolusi itu dipastikan akan gagal. Bayangkan, veto dari satu negara anggota tetap bisa menggagalkan kesepakatan 14 anggota lainnya.

Tujuan awal pembentukan Dewan Keamanan PBB sesungguhnya sangat baik. Yaitu sebagai mekanisme untuk mencegah dan menghentikan agresi yang dilakukan oleh satu negara terhadap negara lain. Juga guna menghentikan perilaku suatu negara yang dianggap bisa mengganggu atau membahayakan perdamaian serta keamanan dunia.Karena itu, sesuai Piagam PBB, DK pun diberi wewenang sangat besar. Antara lain menginvestigasi suatu negara yang dikhawatirkan dapat mengancam perdamaian dunia, merekomendasikan prosedur penyelesaian sengketa, meminta seluruh negara anggota PBB untuk memutuskan hubungan ekonomi, hubungan laut, udara, pos, komunikasi radio, dan hubungan diplomatik. Mereka juga berhak menghentikan negara yang 'membandel' dengan cara-cara militer.

Namun, dalam perkembangannya sekarang ini tujuan mulia pembentukan DK seringkali melenceng. Ia sudah menjadi semacam 'barang mainan' kepentingan lima negara pemegang hak veto. Bisa dipastikan setiap ada rancangan resolusi akan galal bila tidak sesuai dengan kepentingan salah satu dari negara anggota tetap DK. Lima negara sudah seperti centeng dunia.

Dengan kondisi seperti itu, boleh jadi Negara Palestina Merdeka tidak akan terwujud selama masih ada yang namanya lima anggota tetap DK. Lihatlah, bagaimana Presiden AS Barack Obama mengancam Presiden Palestina Mahmud Abbas apabila yang terakhir ini tetap ngotot memperjuangkan negaranya sebagai anggota tetap PBB. Kata Obama, AS akan melakukan veto terhadap langkah Palestina mencalonkan diri sebagai anggota tetap PBB. Ancaman Obama ini disampaikan dua tahun lalu setelah Palestina diterima sebagai anggota negara pengamat nonanggota PBB.

Abbas ingin meningkatkan status keanggotaan Palestina sebagai anggota tetap PBB. Tidak sekadar anggota pengamat. Hal ini ia lakukan setelah perundingan damai selama bertahun tahun dengan Israel yang difasilitasi AS tidak membuahkan hasil. Bahkan kondisi Palestina bisa dikata semakin buruk. Dengan menjadi anggota tetap, berarti dunia akan mengakui Palestina sebagai negara merdeka yang berdaulat.

Namun, sekali lagi, dengan ancaman veto AS tidak banyak yang bisa dilakukan Presiden Abbas. Sebab untuk menjadi anggota penuh PBB harus melalui DK. Yang terajadi kemudian adalah Abbas dan pemimpin Palestina lainnya terpaksa harus mengikuti langgam AS. Yaitu mengikuti rancangan perjanjian damai yang ditawarkan Obama. Tawaran Obama tentu saja dengan membela kepentingan Israel. Sementara bagi Zionis Israel tidak ada yang namanya gratis, apalagi buat Palestina.

Israel bersedia memulai perundingan dengan syarat pembangunan pemukiman di daerah pendudukan tidak boleh diganggu gugat. Artinya, bersamaan dengan proses perundingan pada waktu yang sama Israel semakin kuat mencengkeram daerah jajahan. Lalu, apa yang bisa dihasilkan dari perundingan yang berat sebelah? Apalagi perundingan itu ditongkrongin oleh negara yang selama ini selalu memveto setiap resolusi terhadap pelanggaran yang dilakukan Zionis Israel?

Bukan hanya AS yang sering menggunakan hak veto, anggota tetap lainnya juga melakukan hal yang sama. Rusia dan Cina misalnya, telah menggunakan hak vetonya untuk menentang rancangan resolusi yang mengutuk tindakan keras terhadap protes anti-pemerintah rezim penguasa Suriah. Kedua negara juga menentang tuntutan yang menyerukan agar Presiden Bashar Assad turun dari jabatannya.

Dengan kata lain, hak veto sudah menjadi alat kekuasaan dan perebutan pengaruh lima anggota tetap DK. Meminjam kata-kata Presiden Soekarno ketika memutuskan Indonesia keluar dari PBB pada 1965, lembaga internasional itu hanyalah alat para kapitalis dan imperialis untuk menguasai dunia.

Kita tentu tidak menyerukan agar Indonesia keluar dari PBB. Yang menjadi perhatian kita bagaimana PBB bisa efektif ikut menciptakan perdamaian dan keamanan dunia. Kalau Korea Utara dihukum karena mempunyai senjata nuklir dan Iran diberi sanksi lantaran dikhawatirkan akan mengembangkan senjata yang sama, maka Israel seharusnya sudah dihukum berat karena jelas-jelas sudah mempunyai senjata nuklir. Bukan hanya itu, Israel juga telah berkali-kali tidak mengindahkan sejumlah resolusi PBB yang menuntut agar negara itu menarik diri dari daerah penjajahan dan tidak membangun pemukiman Yahudi di daerah pendudukan. Namun, sekali lagi, Israel tidak pernah diberi sanksi oleh PBB.

Indonesia bersama negara-negara lain seperti Arab Saudi yang juga marah kepada PBB, semestinya bisa berbuat banyak mengubah dan mereformasi PBB berikut organ-organnya. Terutama mereformasi keanggotaan tetap PBB yang selama ini hanya dimonopoli oleh lima negara. Misalnya, lewat lembaga non-blok, Organisasi Kerja Sama Islam, ASEAN, dan forum-forum internasional lainnya.

Monday 22 September 2014

Matinya Demokrasi di Tubuh PDIP


Apa jadinya jika keteladanan dalam berdemokrasi tidak dicontohkan oleh partai yang mengadopsi nama demokrasi? Ya, sikap anomali-lah yang pantas di labelkan kepada partai itu. Anda tahu partai apakah itu? Ya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan secara aklamasi memilih ketua umumnya, yaitu Megawati Soekarno Putri.

Pada kesempatan di Rakernas IV PDIP di Semarang, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo menyatakan bahwa partainya hanya bisa merekat, jika dipimpin oleh keturunan Soekarno.

Oleh sebab itu, Tjahjo menegaskan, PDI P harus selalu dipimpin oleh keturunan Presiden pertama RI, Soekarno.

“Selama partai ini ada, yang memimpin harus dari keturunan Bung Karno,” kata Tjahjo di lokasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDI-P, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu, 20 September 2014, seperti dilansir laman pkspiyungan.

Tjahjo menyambut positif kesediaan putri Soekarno, Megawati Soekarnoputri, untuk menjadi Ketua Umum DPP PDI-P periode 2015-2020.

Kesediaan Megawati itu merupakan jawaban dari aspirasi pengurus PDI-P di tingkat provinsi yang disampaikan dalam forum Rakernas IV.

Tjahjo menjelaskan, tradisi yang dijalankan PDI-P ini bukan suatu hal yang buruk dalam proses demokrasi. Menurut dia, PDI-P merupakan partai yang khas dan tradisi serupa juga terjadi di beberapa negara lain di mana ada sejumlah partai yang identik dengan keturunan tokoh tertentu.

“Kalau diberikan amanat oleh kongres, Bu Megawati harus siap (menjadi ketua umum kembali),” ujarnya.

Sekilas tak nampak sesuatu yang istimewa dari ucapan Tjahjo. Namun bila ditelusuri lebih dalam, ada anomali di situ.

Sebagai sebuah partai yang melekatkan diri dengan kata demokrasi, dan menjunjung tinggi demokrasi dalam tiap manuver politiknya, PDI P terlihat naif setiap kali berhadapan dengan kaderisasi kepemimpinan.

PDI P yang belakangan ini lantang menyuarakan pilkada langsung, tiba-tiba bungkam soal kepemimpinan dan langsung aklamasi menunjuk Megawati.

Bukankah mekanisme demokrasi yang baik dalam kacamata PDI P adalah tanpa permusyawaratan dan perwakilan? Bukankah mekanisme perwakilan adalah kemunduran demokrasi?

Jika demikian adanya, semestinya ketua umum PDI P dipilih oleh seluruh kader di seluruh Indonesia. Mirip mekanisme Pemira yang dilakukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Jika ingin total mendukung demokrasi, semestinya PDI P memahami, bahwa sistem dinasti kepemimpinan adalah keliru besar. Lebih parah ketimbang pilkada melalui mekanisme DPRD.

Semoga PDI P segera melakukan kaderisasi di tingkat elite, agar tak ada lagi guyonan yang mengatakan PDI P = Partai Dinasti Indonesia Permanen.

Friday 19 September 2014

Steve Jobs Tak Biarkan Anaknya Pakai Produk Apple: Ini Alasannya


Steve Jobs adalah nama yang identik dengan pioner terobosan teknologi inovatif dan mutakhir.

Jadi , akan sangat mengejutkan untuk memahami pemikiran mantan CEO Apple yang tidak membiarkan anak-anaknya menggunakan beberapa produk terbaik perusahaannya - iPhone dan iPad.

Jobs, yang meninggal pada tahun 2011, mungkin memiliki bakat naluriah untuk teknologi tapi dia orangtua yang sangat yakin dalam membatasi akses anak-anaknya ke perangkat elektronik.

"Kami membatasi berapa banyak teknologi yang digunakan anak-anak kita di rumah," kata Jobs dalam perjalanan kembali pada tahun 2010, mengungkapkan keprihatinan tentang penggunaan gadget anak-anaknya.

Karena semua orangtua modern tahu, iPhone dan iPads sangat menarik bagi anak-anak. Perangkat genggam kecil ini adalah mainan canggih. Menggantikan peran orang tua , mampu menghibur, mengganggu, dan menenangkan anak-anak selama liburan sekolah dan dalam perjalanan panjang dengan mobil ketika perhatian ibu dan ayah terfokus di tempat lain.

Namun bukannya berterima kasih kepada Apple yang telah berperan sebagai asisten orangtua yang nyaman, haruskah kita benar-benar peduli tentang potensi bahaya gadget yang mungkin timbul pada anak-anak kita?

Steve Jobs tentu tampaknya berpikir begitu. Dalam sebuah artikel New York Times yang diterbitkan minggu lalu, wartawan Nick Bilton ingat bagaimana ia pernah meletakkannya untuk Jobs bahwa anak-anaknya harus mencintai iPod, tapi Jobs mengejutkannya dengan menjawab, "Mereka belum menggunakannya. Kami membatasi berapa banyak teknologi yang digunakan anak-anak di rumah. "

"Aku yakin aku menjawab dengan terkesiap dan diam tercengang. Aku membayangkan rumah tangga Jobs adalah seperti surganya kutu buku: bahwa dinding-dindingnya adalah layar sentuh raksasa, meja makannya terbuat dari ubin iPads dan iPod yang dibagikan kepada tamu seperti cokelat di atas bantal. Tidak, Mr Jobs mengatakan kepada saya, bahkan sangat berbeda . "

Dan Jobs bukan satu-satunya guru teknologi yang memiliki kekhawatiran besar tentang efek jangka panjang dari anak-anak terlibat dengan teknologi layar sentuh selama berjam-jam.

Chris Anderson, mantan editor Wired, juga percaya dalam menetapkan batas waktu yang ketat dan kontrol orangtua pada setiap perangkat di rumah.

"Anak-anak saya menuduh saya dan istri saya menjadi fasis. Mereka mengatakan bahwa tidak ada teman-teman mereka memiliki aturan yang sama. Itu karena kita telah melihat bahaya teknologi lebih dulu. Aku sudah melihatnya dalam diri saya, saya tidak ingin melihat yang terjadi pada anak-anak saya. "

Para peneliti di University of California Los Angeles baru-baru ini menerbitkan sebuah studi yang menunjukkan bahwa hanya beberapa hari setelah abstein dari menggunakan gadget elektronik, keterampilan sosial anak-anak membaik segera.

Yang pasti makanan untuk berpikir mempertimbangkan penelitian terbaru menunjukkan bahwa anak Amerika rata-rata menghabiskan lebih dari tujuh setengah jam sehari dengan menggunakan ponsel pintar dan layar elektronik lainnya.

Jobs tidak diragukan lagi kejeniusannya tapi dia tidak mendapatkannya melalui menatap layar dan bermain Angry Birds sampai dini hari atau terus-menerus memperbarui akun Facebook-nya.

Walter Isaacson, penulis Steve Jobs, menghabiskan banyak waktu di rumah co-founder Apple dan menegaskan bahwa interaksi keluarga secara langsung selalu datang sebelum screentime untuk Jobs.

"Setiap malam Steve membuat titik makan malam di meja panjang besar di dapur mereka, mendiskusikan buku dan sejarah dan berbagai hal. Tidak ada yang pernah mengeluarkan iPad atau komputer. Anak-anak tampaknya tidak kecanduan sama sekali untuk perangkat".

Jadi pada saat departemen periklanan di Apple, Samsung, atau kebanyakan perusahaan teknologi lain berusaha meyakinkan Anda bahwa hidup entah bagaimana kurang tanpa perangkat kecil terbaru produk mereka, ingatlah selalu bahwa orang yang memulai semuanya (Steve Jobs), meyakininya secara berbeda.

Monday 15 September 2014

UU Perkawinan Turki Utsmani Peduli 'Jones' & Jobless



Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan beberapa kali diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Beberapa contoh kabar terakhir, UU tersebut diuji materi terkait syarat pernikahan berdasarkan hukum agama, termasuk di antaranya adanya pengajuan pelegalan terhadap pernikahan beda agama. Selain itu UU tersebut juga diuji materi terkait batas umur pernikahan. Pemeriksaaan pendahuluan terhadap gugatan tersebut dilakukan hari Senin ini (8/9/2014) di Gedung MK.

Terkait dengan berkali-kalinya UU Perkawinan tersebut diuji materi di MK, perbincangan mengenai peraturan perundangan terkait pernikahan di masa lalu dan masa kini kembali mencuat. Salah satunya terdapat perbincangan mengenai peraturan pernikahan di masa kekhalifahan Utsmani.

Undang-Undang Pernikahan pada masa kekhalifahan Utsmani tersebut berisi 16 pasal. Salah satunya berbunyi, “Usia pernikahan mulai umur 18-25 tahun. Bila sampai usia 25 tahun belum menikah, maka akan dipaksa menikah.” Tak hanya peduli dengan para Jones (jomblo ngenes-red), UU Perkawinan zaman Turki Utsmani juga memaksa pemuda yang masih pengangguran untuk jadi PNS.
Undang-Undang Pernikahan pada Khilafah Utsmani:
  1. Usia pernikahan mulai umur 18-25 tahun. Bila sampai usia 25 tahun belum menikah, maka akan dipaksa menikah.
  2. Apabila seorang laki-laki pada umur 25 tahun terhalang menikah karena sakit, maka dilihat penyakitnya. Jika masih bisa diobati, maka akan diobati dan dinikahkan. Jika penyakitnya tidak bisa diobati, maka dia tidak akan dinikahkan.
  3. Seorang laki-laki yang terpaksa harus tinggal di luar kota untuk waktu yang lama – karena pekerjaan atau urusan syar’i lainnya – tetapi ia belum mampu mengajak istrinya, jika ia mampu untuk menikah lagi, maka ia sangat diharuskan menikah lagi. Jika urusannya sudah selesai, wajib bagi laki-laki tersebut mengumpulkan kedua istrinya di kota yang sama.
  4. Jika ada seorang laki-laki umur 25 tahun yang sudah mampu menikah tetapi belum melakukan itu tanpa udzur syar’i, maka kelebihan hartanya akan diambil secara paksa baik itu berasal dari laba usaha atau upah yang diterimanya. Kemudian kelebihan harta itu di simpan di Bank khusus yang mengurusi pertanian, yang nantinya akan di distribusikan kepada para pemuda yang sudah siap menikah tetapi belum memiliki kemampuan untuk itu.
  5. Laki-laki yang sudah menikah dan melakukan perjalanan ke luar kota karena suatu urusan, maka berlaku baginya pasal 3 di atas. Dan jika dia tidak mampu menikah lagi, maka diambil 15% dari harta pendapatannya dan berlaku pasal 4 di atas.. Tapi setelah masa 2 tahun dari kedatangannya, ia harus mengajak istrinya untuk ikut bersamanya.
  6. Setiap orang yang belum menikah pada umur 25 tahun dan juga tidak diterima jadi PNS atau pegawai swasta dan juga tidak terikat oleh organisasi apapun, berlaku baginya pasal 4 di atas.
  7. Laki-laki yang sudah menikah dan berusia 50 tahun akan tetapi hanya memiliki 1 istri, padahal secara materi ia mampu untuk menikah lagi, maka ia harus menikah lagi sebagai bentuk kontribusi menanggung kebutuhan masyarakat. Jika ia beralasan dengan alasan yang tidak masuk akal, maka ia harus membantu kehidupan dan pendidikan anak-anak fakir dan yatim. Jumlah yang disarankan antara satu sampai tiga orang sesuai kemampuan keuangan laki-laki tersebut.
  8. Setiap lelaki yang menikah sebelum usia 25 tahun atau sebelum usia wajib militer, maka tugas militernya hanya 2 tahun. Adapun yang belum menikah pada usia wajib militer, maka tugas militernya 3 tahun.
  9. Setiap orang yang menikah dalam jangka umur 18-25 tahun dan dia fakir tidak memiliki sesuatu apapun, maka di berikan kepadanya tanah pemerintah seluas 150 sampai 300 hektar (satu hektar setara 920 meter) yang paling dekat dengannya. Pemberian ini dimulai sejak pernikahannya.
  10. Dan jika orang itu pemilik pabrik atau pedagang, maka di berikan kepadanya pinjaman sebanyak 50 sampai 100 Junaih Utsmani. Pinjaman ini dibayar secara angsuran selama 3 tahun tanpa bunga.
  11. Laki-laki yang menikah sebelum umur 25 tahun, dan dia tidak memiliki saudara yang bisa menggantikannya untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, maka masa wajib militer laki-laki yang sudah menikah tersebut di tunda. Begitupun dengan perempuan yang tidak memiliki saudara yang bisa menggantikannya untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, maka masa wajib militer suaminya di tunda.
  12. Setiap orang yang menikah sebelum umur 25 tahun, dan telah memiliki 3 anak, maka seluruh anak-anaknya diterima di sekolah-sekolah negeri secara gratis. Dan jika memiliki 5 anak atau lebih, maka 3 anaknya akan disekolahkan secara gratis. Adapun sisa 2 anaknya, jika mereka warga kampung tersebut, maka setiap dari mereka akan diberikan 10 Junaih. Dan jika mereka termasuk warga Negara tersebut, maka setiap dari mereka akan diberikan 5 Junaih dari kas Negara. Hal ini berlaku sampai dengan umur 13 tahun. Setiap perempuan yang memiliki 4 anak laki-laki atau lebih akan dibantu untuk keperluan mereka sebanyak 20 Junaih.
  13. Pelajar yang sedang menuntut ilmu di Universitas ditunda kewajiban untuk menikah sampai dia menyelesaikan pendidikannya.
  14. Setiap laki-laki berumur 25 tahun yang tidak memiliki pekerjaan dan belum menikah, akan tetapi hal itu membuat status sosialnya mulia, maka akan di peringatkan dan ditunda (kewajiban menikahnya) selama setahun. Hal itu dimaksudkan untuknya mencari pekerjaan. Jika tidak bisa, maka orang tersebut akan dijadikan PNS secara paksa.
  15. Pasal 14 di atas tidak berlaku bagi orang yang berumur 50 tahun.
  16. Undang-undang ini berlaku setelah 3 bulan dari waktu ratifikasi.
Sumber: Kitab Mushthafa Kamal Ataturk
Versi Asli Bahasa Arab:

*الدولة العثمانية : قانون الزواج فى العصر العثماني المفتري عليه
قانون الزواج في الاناضول
  1. تبدأ مدة الزواج الاختياري من سن 18 وتنتهي في سن 25 ومن لم يتزوج في سن الخامسة والعشرين يجبر على الزواج
  2. اذا امتنع الشخص عن الزواج بعد بلوغه سن الخامسة والعشرين بدعوى انه مريض يكشف عليه طبيا فان كان مرضه قابلا للشفاء يؤجل اجباره على الزواج الى ان يبرأ وان كان المرض غير قابل للشفاء يمنع من الزواج
  3. اذا اضطر الرجل الى السفر لبلد آخر والاقامة فيه بضع سنين لصنعة او وظيفة او لأي أمر شرعي ولم يكن في استطاعته اصطحاب زوجته معه ثم ان كان قادرا على الزواج مرة ثانية في البلد الاخر يجبر عليه فاذا انتهت مدة اقامته بالبلد الآخر يجب عليه ان يجمع زوجتيه في مكان واحد
  4. اذا امتنع عن الزواج بعد سن 25 بلا عذر شرعي يؤخذ منه بالقوة وبلا محاكمة ربع دخله سواء كان ربع ملكه او ربح تجارته او أجرة صناعته ويوضع في البنك الزراعي ليصرف منه على من يريد الزواج من الفقراء اكراما لهم.
  5. اذا سافر المتزوج فيغير بلده الى بلدة اخرى لأي غرض كان يعامل بمقتضى المادة الثالثة. فان لم يكن قادرا على الزواج في البلدة الاخرى يؤخذ منه 15 في المائة من ايراداته وتصرف طبقا للمادة الرابعة وبعد مضي سنتين يلزم بأخذ زوجته معه.
  6. كل من لم يتزوج بعد سن 25 يعامل بمقتضى المادة الرابعة ولا يقبل بوظيفة مطلقا في مصالح الحكومة ومنافعها العمومية والخصوصية ولا ينتخب في هيئة من الهيئات ولا يعهد اليه امر من الامور وان كان من الموظفين يعد من المستضعفين.
  7. كل من يتجاوز سنة 50 سنة ويكون متزوجا بامرأة واحدة وفي استطاعة ماديا وصحيا ان يتزوج بأخرى يكلف الزواج مرة ثانية ليكون مشتركا في سد حاجة من الحاجات الاجتماعية فاذا اعتذر بأسباب غير معقولة يكلف بمساعدة اولاد الفقراء والايتام في معيشتهم وتربيتهم من واحد الى ثلاثة حسب استطاعته المالية.
  8. كل من يتزوج قبل 25 سنة وقبل ان يبلغ سن التجنيد العسكري تكون مدة خدمته في الجيش في حالة الحرب سنتين فقط . اما من لم يتزوج الا بعد سن التجنيد فتكون مدة خدمته في الجيش في حالة الحرب ثلاث سنوات
  9. كل من تزوج في مدة لاختيار من 18 الى 25 وكان فقيرا لا يملك شيئا يقطع له من اراضي الحكومة من 150 الى 300 دونم مجانا (الدونم يساوي 920مترا)من اقرب مكان له وينفذ منذ الزواج
  10. فان كان من ارباب المصانع او المتاجر يعطى له رأس مال قرضا من 50 الى 100 جنيه عثماني يؤديه مقسطا على ثلاث سنين بدون مقابل.
  11. كل شخص تزوج قبل 25 وليس له اخ بالغ الرشد يقوم بخدمة ابويه تؤجل خدمته العسكرية وكذلك البنت اذا تزوجت وليس لها اخ يقوم بخدمة والديها تؤجل خدمة زوجها العسكرية
  12. كل شخص تزوج قبل سن 25 وولد له ثلاثة اولاد يقبل اولاده في مدارس الحكومة الليلية مجانا وإذا ولد له خمسة فصاعدا يقبل الثلاثة مجانا والباقي إذا كانوا من اهل القرى يصرف لكل واحد منهم عشرة جنيهات وان كان من اهل المدن يصرف لكل واحد منهم خمسة عشر جنيها من الاموال العمومية الى ان يبلغ سن 13 سنة ويعطى لكل امرأة عندها اربعة اولاد ذكور فصاعدا اعانة قدرها 20 جنيها
  13. لكل طالب يشتغل بطلب العلم في المدارس العالية يؤجل جبره على الزواج الى ان يتم دراسته
  14. كل شخص لا يشتغل بعمل مشروع وبلغ من العمر 25 سنة ولم يتزوج وتكون حالته الاجتماعية مخلة بالشرف ينذر ويؤجل سنة لإيجاد اي عمل والا ضم الى عمال الحكومة قسرا
  15. كل من جاوز الخمسين من العمر لا يعامل بالمادة السابقة
  16. يبدأ تنفيذ هذا القانون بعد التصديق عليه بثلاث شهور
Sumber: من كتاب مصطفى كمال اتتورك

Thursday 4 September 2014

Sikap Tegas Nabi SAW Saat Muslimah Dilecehkan



Yahudi di Kota Madinah

Di awal-awal berdirinya Daulah Islamiyah di Madinah (abad ke-7 M), terdapat tiga kabilah besar Yahudi yang tinggal di sana. Kabilah-kabilah tersebut adalah Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Selain komunitas Yahudi di Madinah, jazirah Arab juga memiliki komunitas Yahudi yang sangat besar, yang juga bertetanggaan dengan Daulah Islam yang baru saja berdiri ini, tepatnya di Utara Madinah, di Khaibar.

Sebagai kepala negara, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat beberapa aturan yang mengikat orang-orang Yahudi. Aturan tersebut tertuang dalam bentuk perjanjian. Berulang kali dan terus-menerus terjadi, orang-orang Yahudi mencoba menyelisihi perjanjian yang telah mereka sepakati. Mereka hendak memutuskan tali ikatan, mengadakan aksi, dan membolak-balikkan kalimat kesepatakan demi keuntungan mereka. Tidak heran, kita tentu tahu kisah kakek moyang mereka ashabu as-sabt yang mencoba menipu Allah, namun Allah lah yang memperdaya mereka. Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala saja hendak mereka tipu, apalagi Rasulullah dan para sahabatnya, apalagi generasi akhir zaman yang lemah ini.

Di tengah makar yang dibuat Yahudi Bani Qainuqa’, Rasulullah tetap memerintahkan para sahabatnya menahan diri untuk tidak mengangkat senjata menginvasi mereka. Mengingat posisi umat Islam di Madinah belum kuat dan belum strategis.

Keadaan berbeda setelah kepulangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dari Perang Badar. Moral para sahabat meninggi, persatuan mereka kian kokoh, dan keyakinan akan pertolongan Allah pun kian menghujam di dada-dada mereka. Umat Islam mulai dipandang di daratan Jazirah, mereka berhasil mengalahkan Mekah yang memiliki wibawa dan kedudukan di kalangan masyarakat padang pasir itu.

Pengkhianatan Bani Qainuqa’

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya tiba di Kota Madinah –setelah Perang Badar-, orang-orang Yahudi berkumpul di Pasar Bani Qainuqa’. Beliau bersabda, “Hai sekalian Yahudi, masuk Islam-lah kalian sebelum kalian merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang Quraisy”. Hal ini bukan berarti Nabi memaksa mereka untuk memeluk Islam dan beriman, tapi beliau hendak menjelaskan dan berharap Yahudi sadar bahwa janji Allah kepada kaum Quraisy adalah benar, demikian pula bagi mereka yang lain, yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya.

Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Tatkala Rasulullah tiba di Madinah setelah mengalahkan orang-orang Quraisy di Perang Badar, orang-orang Yahudi berkumpul di pasar Bani Qainuqa’. (Lalu datanglah) Nabi dan bersabda (kepada mereka), ‘Hai orang-orang Yahudi, masuk Islam-lah kalian sebelum kalian ditimpa dengan hal yang sama menimpa Quraisy (kekalahan dan kehinaan, pen.)’. Mereka menjawab, ‘Wahai Muhammad, janganlah tertipu dengan dirimu sendiri lantaran menang melawan orang-orang Quraisy. Mereka adalah orang-orang yang dungu, yang tidak mengerti tentang peperangan. Kalau engkau memerangi kami, niscaya engkau akan tahu bahwa engkau belum pernah menemui orang sehebat kami (di medan perang)’.” (HR. Abu Dawud).

Ketika diingatkan kepada suatu pelajaran, bukannya mengambil hikmah, Bani Qainuqa’ malah menantang dan menabuh genderang perang. Rasulullah menyeru dan mendakwahi mereka kepada Islam, mereka jawab dengan pernyataan bahwasanya mereka siap berperang melawan umat Islam. Allah Ta’ala pun menurunkan firman-Nya terkait jawaban orang-orang Yahudi ini:

Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: “Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya”. Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur di Perang Badar). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (QS. Ali Imran: 12).

Tidak lama dari itu, benar saja, Yahudi kembali membuat masalah dengan mengganggu wanita muslimah.

Suatu hari ada wanita muslimah datang ke Pasar Bani Qainuqa’ untuk suatu kebutuhan yang ia perlukan. Ia menghampiri salah satu pedangang Yahudi, kemudian melakukan transaksi jual beli dengannya. Namun orang Yahudi berhasrat membuka cadar yang dikenakan sang muslimah karena ingin melihat wajahnya. Muslimah itu berusaha mencegah gangguan yang dilakukan Yahudi ini. Tanpa sepengetahuan wanita itu, datang lagi lelaki Yahudi di sisi lainnya, lalu ia tarik ujung cadarnya dan tampaklah wajah perempuan muslimah tersebut. Wanita ini pun berteriak, lalu datanglah seorang laki-laki muslim membelanya. Terjadilah perkelahian antara muslim dan Yahudi dan terbunuhlah Yahudi yang mengganggu muslimah tadi. Melihat hal itu, orang-orang Yahudi tidak tinggal diam. Mereka mengeroyok laki-laki tadi hingga ia pun terbunuh.

Ini adalah pelanggaran yang sangat besar. Mereka menganggu wanita muslimah, kemudian laki-laki Bani Qainuqa’ bersekutu membunuh laki-laki dari umat Islam.

Respon Umat Islam Terhadap Bani Qainuqa’

Sampailah kabar tentang peristiwa ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Segera beliau mengumpulkan para sahabat dan mempersiapkan pasukan. Lalu, orang-orang munafik dengan gembong mereka Abdullah bin Ubai bin Salul, memainkan peranannya. Ia berusaha melobi Rasulullah agar mengurungkan niat mengepung Yahudi Bani Qainuqa’. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memperdulikan saran Abdullah bin Ubai.

Tidak menunggu waktu lama, pasukan pun mengepung perkampungan Bani Qainuqa’.

Ya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memobilisasi pasukan untuk membela seorang wanita muslimah yang tersingkap auratnya dan membela darah seorang muslim yang tertumpah. Begitu besarnya arti kehormatan wanita muslimah dan harga darah seorang muslim di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau siap menanggung resiko kehilangan nyawa para sahabatnya demi membela kehormatan muslimah.

Selain itu, Bani Qainuqa’ bukanlah orang-orang yang lemah, mereka memiliki persenjataan, pasukan, benteng, dan kemampuan militer yang mumpuni. Tapi tetap Rasulullah dan para sahabatnya hadapi demi seorang wanita muslimah.

Namun hari ini, kita lihat banyak wanita muslimah suka rela mendedahkan auratnya dan suka rela merendahkan kehormatan mereka sendiri. Bahkan lebih aneh lagi, mereka marah apabila ada orang yang menghalangi mereka membuka aurat. Kata mereka menghalangi kebebasan, melanggar hak asasi, dan menghambat kemajuan, wal ‘iyadzubillah. Dari sini juga kita mengetahui betapa agungnya kedudukan wanita dalam Islam.

Pengepungan dimulai pada hari sabtu, di pertengahan bulan Syawal, tahun 2 H. Pengepungan tersebut terus berlangsung selama dua pekan, sampai akhirnya ketakutan pun kian merasuk ke dalam jiwa para Yahudi ini. Mereka menyerah dan tunduk kepada putusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah memutuskan vonis hukuman mati bagi orang-orang yang terlibat dalam peristiwa di pasar tersebut, yang melakukan tindakan keji, dan menyelisihi perjanjian. Putusan ini bukan hanya pelajaran bagi Yahudi atas perlakuan mereka mengganggu wanita muslimah dan menumpahkan darah umat Islam, akan tetapi sebagai hukuman atas gangguan-gangguan yang mereka lancarkan semenjak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap di Madinah. Mereka mencela Allah, Rasul-Nya, mengganggu para sahabat, menebarkan isu-isu yang memecah belah, dll.

Visi Rasulullah Memilih Waktu Perang

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak terburu-buru dan emosional dalam merespon gangguan kaum Yahudi. Beliau tidak gegabah memilih opsi militer sebagai jawaban kontan dari setiap makar mereka. Rasulullah realistis dengan keadaan, meskipun secara keimanan para sahabatnya siap tempur, namun kesiapan materi belum dianggap cukup mumpuni. Ditambah efek pasca perang belum siap ditanggung oleh umat Islam, karena umat Islam belum mandiri.

umpuni, barulah Rasulullah menyerang Bani Qainuqa’. Dikatakan mandiri dalam perekonomian, umat Islam sudah memiliki pasar sendiri setelah sebelumnya mengandalkan pasar Bani Qainuqa’. Kaum muslimin juga telah menguasai sumber air, dengan dibelinya Sumur Ruma oleh Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu dan diwakafkan untuk kepentingan kaum muslimin. Mumpuni secara militer, kaum muslimin tidak mengandalkan sekutu dan pihak lain yang menjamin mereka.

Kesiapan iman dan materi tersebut ditambah lagi dengan peristiwa besar yang jelas-jelas merupakan bentuk pelanggaran perjanjian. Visi dan strategi yang tepat ini berbarengan dengan timing yang tepat pula atas takdir Allah Ta’ala.

Yahudi, Dahulu dan Sekarang

Sudah menjadi tabiat orang-orang Yahudi senantiasa melanggar perjanjian. Kalau dahulu mereka melakukannya, anak cucu mereka sekarang pun demikian. Kita ketahui bersama, awalnya orang-orang Yahudi dilarang memasuki wilayah Palestina, namun mereka tetap melanggar hal itu. Dari penjuru dunia, mereka datang menuju Palestina, mengambil sedikit demi sedikit wilayah tersebut. Mereka mulai menguasai perekonomian Palestina, kemudian menyelundupkan senjata-senjata ringan, kemudian senjata-senjata berat. Sampai akhirnya terjadi konflik dan PBB pun menetapkan membagi wilayah Palestina untuk orang-orang Arab dan orang-orang Yahudi.

Kemudian hingga sekarang batas wilayah Yahudi kian melebar dan terus membesar, janji perdamaian bagi mereka hanya sekadar catatan kertas yang tiada artinya.

Hubungan Erat Yahudi dan Munafik

Tampilan orang-orang munafik sama sekali tidak berbeda dengan kaum muslimin secara umum. Mereka memakai nama-nama yang islami dan tampilan yang tidak menyelisihi umat Islam di daerah mereka tinggal, namun hati mereka menyelisihi tampilan fisiknya. Mereka bersahabat dengan Yahudi bahkan menjaga image dan eksistensi Yahudi di negeri-negeri Islam.

Orang-orang Yahudi pun berusaha terus menjalin hubungan dekat dengan mereka, dahulu dan sekarang. Kalau dahulu orang-orang Yahudi melindungi Abdullah bin Ubay, maka sekarang donatur-donatur Yahudi juga melindungi agen-agen mereka di negeri muslim. Membiayai organisasi-organisasi mereka, memberikan beasiswa ke sekolah-sekolah terkenal untuk memberikan image cendekiawan kepada mereka, dan mempopulerkan mereka melalui media-media. Oleh karena itu, Allah katakan mereka adalah saudara.

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab: “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu”. Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. (QS. Al-Hasyr: 11).






Isu Pembongkaran Makam Nabi SAW, Upaya Media Barat Memecah Islam ?

Subway di Arab Saudi

Kabar adanya rencana pembongkaran makam Nabi Muhammad SAW bikin heboh khalayak ramai. Bahkan menuai protes. Banyak pihak yang tidak setuju atas pemindahan makam Sang Nabi Terakhir. Tapi kabar itu ternyata tidak benar.

Surat Kabar Inggris The Independent dilaporkan telah memelintir kabar yang berasal dari Saudi Newspaper. Juga disebut mencuri informasi serta mengklaim bahwa kabar itu didapat secara eksklusif. Atau dengan kata lain, melakukan tindakan plagiarisme.

Demikian yang dikatakan Wakil Pemimpin Redaksi Saudi Newspaper, Mowafaq al-Nowaysar, seperti dilaporkan Dhaka Tribune.

Menurut Al-Nowaysar, pihak The Independent salah menerjemahkan berita dari Saudi Newspaper berbahasa Arab yang diterbitkan di Mekah pada 25 Agustus 2014. "(The Independent) Terjebak dalam pemahaman yang salah," ujar dia.

Dalam laporannya pada 1 September 2014, The Independent menuliskan bahwa makam Nabi Muhammad di Masjid Nabawi, Madinah akan "dibongkar" dan akan dipindahkan ke lokasi yang belum diketahui jelas.

Pada artikel media Inggris itu juga disebutkan, sementara itu, ada perintah untuk "mengisolasi" makam Nabi SAW, bukan "menghancurkannya".

Kata Al-Nowaysar, The Independent juga mencuri isi berita dari pihaknya, Saudi Newspaper. Sedangkan The Independent mengklaim bahwa laporannya itu eksklusif dan banyak media lain yang mengutipnya dengan menulis kredit The Independent.

Akibat pemberitaan itu, keriuhan terjadi di sejumlah negara Islam besar, termasuk di Indonesia. Bahkan warga Dhaka, Bangladesh berniat mengepung Kedutaan Besar Arab Saudi karena "termakan" isu dari The Independent tersebut.

Hal senada juga diungkapkan si pewarta berita Saudi Newspaper, Omar al-Mudhwahi. Dia yang menulis artikel "pamungkas" -- yang disebut dicuri The Independent. Kata dia, seharusnya pihak The Independent meminta izin kepada pihaknya jika memang ingin mengabarkan hal tersebut.

"Jika memang ingin mencuri hasil pekerjaan saya, harusnya mereka minta izin ke saya dan saya akan kasih terjemahannya yang akurat. Saya akan senang bila diminta demikian," tegas Al-Mudhwahi.

Wartawan itu menjelaskan, "Saya memang mengangkat kabar adanya usulan (untuk memindahkan makam Nabi Muhammmad) berdasarkan sebuah studi dari Dr. Ali bin Abdulaziz al-Shabal, dan ini diterbitkan atas persetujuan pihak otoritas yang berwenang."

Menanggapi tudingan dari pihak Saudi Newspaper, Wakil Pemimpin Redaksi The Independent Will Gore mengaku dirinya tak menyadari ada laporan soal Mekah di korannya. Tapi kemudian ia menjelaskan bahwa sumber itu didapat dari seorang akademisi di Arab Saudi Dr Irfan al-Alawi yang sudah membaca langsung karya Dr. Ali bin Abdulaziz al-Shabal.

Dr. Irfan al Alawi kerapkali dijadikan rujukan media-media Barat terkait isu-isu Islam. Dr. Irfan al Alawi sendiri dituding sebagai tokoh liberal yang kerap melempar isu tentang penggusuran makam Nabi tiap tahunnnya.





















Wednesday 3 September 2014

UIN, Universitas Islam yang 'Miskin' Dosen Islamis


Pekan ini, kita dibuat geger oleh sekelompok kecil Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, Surabaya. Geger karena demikian sensasional tema besar mereka dalam menyambut mahasiswa baru, “Tuhan Membusuk, Rekonstruksi Fundamentalisme menuju Islam Kosmopolitan” demikian tema yang mereka pandang dapat mencerahkan mahasiswa baru itu.

Frasa ‘Tuhan Membusuk’ itu sebetulnya nyanyian lama dengan aransemen baru. Sepuluh tahun silam, mahasiswa fakultas serupa di UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, berteriak “Anjinghu Akbar!” melengkapi ‘sabda’: “Selamat Datang, di Kampus Bebas Tuhan”.

Frasa-frasa bombastis dan ‘menyerang Tuhan’ ini memang “makanannya anak-anak Fakultas Ushuluddin dan Filsafat” di sejumlah kampus UIN/IAIN di Indonesia. Mahasiswa Ushuluddin diberikan kebebasan untuk menafsir tuhan, mengkritik hingga meragukan otentisitas al-Quran, atau menafsirkan shalat sesuai paham hermeneutik yang ada di balik kepala mereka. Sebagian (kecil) di antara mereka menolak shalat ritual dan menggantinya dengan ‘shalat sosial’, sebab ‘shalat sosial’ dianggap lebih substantif daripada shalat ritual.

Shalat ritual adalah shalat sebagaimana kita pahami, dengan bilangan rakaat, dan didirikan pada waktu yang telah ditentukan, sementara Shalat Sosial dipahami sebagai ibadah kepada Tuhan dengan melakukan kebajikan, memberdayakan kaum miskin, menolong kaum dhuafa, membebaskan rakyat dari belenggu kezaliman sebagaimana diyakininya, dst., Menurut “sebagian sangat sedikit’ mahasiswa itu, shalat sosial lebih bermanfaat daripada shalat ritual, dan oleh karenanya shalat ritual adalah hal yang tak terlalu diperlukan. Nampaknya mereka merasa lebih paham Islam ketimbang Rasulullah yang masih melakukan shalat ritual. Entah apa yang ada dibalik kepalanya ketika memahami ayat “inna shalata kaanat ‘alal mukminiina kitaaban mawquutaa” yang jelas merupakan perintah shalat ritual itu.

Demikianlah, sekalipun sebagian kecil “tersesat pada akhirnya”, bagi mahasiswa Ushuluddin dan Filsafat, kritisisme terhadap doktrin-doktrin agama diperlukan agar agama tak menjelma dogma yang sulit dipahami nalar. “Kami paham maka kami beriman, dan bukan sebaliknya”. Akal harus bisa menerjemahkan doktrin-doktrin agama supaya ia mengakar di dalam dada, karena akal adalah anugerah Tuhan yang membedakan manusia dengan binatang. Namun karena tidak seimbang, doktrin yang sebetulnya baik ini pada akhirnya menjadikan sebagian mereka menjadi sangat liberal, judul seminar ‘anak-anak Ushuluddin’ memang bombastis dan menggelitik nalar, seperti “Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan”, “Ketika Keadilan Tuhan dalam Gender Dipertanyakan”, dst.

Sewaktu masih berkuliah di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, kami pernah melakukan survei di bawah pengampu Dr. Saiful Mujani, begawan survei paling populer waktu itu yang juga mengajar Metodologi Penelitian di Fakultas.

Survei kecil-kecilan itu mencari korelasi antara liberalisme pemikiran Islam dengan sebaran jurusan di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Hasilnya, Jurusan Aqidah Filsafat adalah jurusan dengan mahasiswa paling liberal dalam memahami Islam, disusul berturut-turut Jurusan Perbandingan Agama, Sosiologi Agama, lalu Tafsir Hadits, dan Pemikiran Politik Islam (PPI) pada sudut paling konservatif. Waktu itu Saiful Mujani berseloroh, mungkin di PPI ini banyak anak LDK-nya, (Lembaga Dakwah Kampus).

Pada kesempatan lain, Saiful Mujani juga pernah mempublikasi hasil survey yang cukup menarik, bahwa kalangan Islam liberal lebih tidak taat agama daripada kalangan fundamentalis. Dalam pengertian, indikator taat agama dimaksud adalah shalat tepat waktu, melakukan shalat-shalat sunnah, membaca al-Quran, dll.

Sebagai alumni Fakultas Ushuluddin (dan atas kehendak Allah saya lulus dengan predikat cum laude), saya tidak terkejut dengan tema “Tuhan Membusuk” yang digemborkan oleh mahasiswa di UIN Sunan Ampel itu. Saya ingin mencoba meraba apa yang dimaksud dengan “Tuhan” oleh calon-calon intelektual yang kontoversinya sudah pasti tapi jadi orang besarnya belum tentu itu, saya coba menebak apakah Tuhan dimaksud adalah nafsu angkara yang meraja dalam dada manusia yang kian dipertuhankan hingga kita inginkan ia membusuk? Ataukah Tuhan Membusuk yang dimaksud adalah sebuah terma dimana manusia kian lupa kepada Tuhan, Tuhan didiamkan, tak disapa, tak dikunjungi sampai dikiaskan Ia “membusuk”?

Ataukah ‘tuhan membusuk’ adalah kesalahpahaman kalangan ‘fundamentalis’ sebagaimana diyakini oleh mahasiswa itu, tentang Tuhan yang kaku dan rigid, sehingga Tuhan menjadi demikian busuk yang atas nama-Nya membunuh orang lain menjadi halal dan dibenarkan? Ataukah tema “Tuhan Membusuk” ini hanya sebentuk kebebasan akademik sastrawi akibat gegar budaya, dimana mahasiswa-mahasiswa UIN itu mencoba bernalar liberal, anti mainstream, asal beda dan “sok sensasional?”

Rupanya rabaan ketiga yang benar. Tuhan membusuk yang dimaksud adalah “Tuhannya kaum fundamentalis” dalam pandangan mereka. Saya ingin kutip pernyataan Gubernur Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel sebagaimana diberitakan indonesia.faithfreedom.org:

Gubernur Senat Mahasiswa dari Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Rahmad Sholehuddin menjelaskan bahwa tema tersebut diangkat dikarenakan atau berangkat dari sebuah realitas yang ada.

“Sekarang tidak sedikit orang atau kelompok yang mengatasnamakan Tuhan membunuh orang lain,” kata Rahmad, Sabtu 30 Agustus 2014.

Demi (membela) Tuhan, rata-rata mereka rela mempertaruhkan nyawanya sendiri. Perilaku ini dianggap sudah lazim dan dilakoni oleh sebagian kelompok yang mengklaim paling shaleh. Kelompok yang mengklaim paling islami. Dari pemikiran tersebut, kelompok yang berbeda dengan mereka dapat dengan mudahnya dianggap atau dituduh kafir (darahnya halal).

Selain itu, fenomena yang terjadi dalam keberagamaan yang mulai menempatkan spiritualitas sebagai alternatif pemecahan berbagai problem kehidupan. Ironisnya, ada juga yang beragama dengan bertitik tolak pada pertimbangan matematis-pragmatis.

“Agama (Tuhan) tidak lebih hanya dijadikan sebagai pemuas atas kegelisahan yang menimpanya. Tidak salah kalau sekarang agama dikatakan berada di tengah bencana,” tegas mahasiswa dari jurusan Perbandingan Agama ini.

Salah satu mahasiswa lainnya, Rahmad juga memberi contoh, ketika ditimpa musibah maka dengan reflek masyarakat ingat Tuhan. Keadilan Tuhan pun digugat. Di sisi lain, peran Tuhan kerap berada dalam simbol ketidakberdayaan.

“Lagi-lagi Tuhan berada di pojok kesalahan. Itulah salah satu alasan dari kami mengangkat tema tersebut,” tandas alumnus Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong Probolonggo ini.

Dia juga menambahkan bahwa yang hendak dikritik itu bukan eksistensi dari Tuhan, melainkan nilai-nilai ketuhanan yang sudah mulai mengalami ‘pembusukan’ dalam diri masyarakat beragama.

“Dengan tema ini, kami berharap bagi mahasiswa baru bisa menerapkan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.

Demikianlah, Tuhan yang mereka maksud. Mungkin tidak seperti yang sepintas dipahami oleh masyarakat luas. Sayang mahasiswa tersebut nampak kurang bijaksana memilah kata. Statemen yang ia sampaikan terlihat seperti apologi dari “sensasionalisme dan bombastisisme” yang berapi-api, padahal mereka sedang menyambut mahasiswa baru yang baru saja lulus SMA, aliyah, atau baru meninggalkan pondok pesantren guna menuntut ilmu di kampus Islam itu.

Tema tersebut awalnya tentu hanya konsumsi internal, bukan untuk masyarakat luas secara umum, akan tetapi di era sosial media “dimana isu menyeberang jauh lebih cepat dari penjelasan kita”, masyarakat berhak pula untuk menafsir frasa Tuhan Membusuk itu dari perspektifnya masing-masing, dan mereka berhak menggugat, bahkan memberikan penilaian buruk atas pilihan kata yang diambil.

Selain berbobot akademik, berlaku bijak dalam memilah tema saya kira merupakan hal yang patut dipertimbangkan sebagai mahasiswa ilmu agama. Bukankah sejak dulu, agamawan dan filosof dipandang sebagai kaum cendekiawan nan bijaksana?

Masyarakat kita adalah masyarakat religius. Masyarakat Nusantara menempatkan Tuhan sebagai Dzat yang dihormati. Ia dipuja dan disembah. Ia diingat pada setiap desahan nafas. Bahkan diibadahi pada malam-malam yang sunyi. Oleh karena itu ketika sebagian kecil mahasiswa mengatakan “Tuhan membusuk” dengan penjelasan apapun, masyarakat tak dapat menerima dan terlanjur mengatakan: “otak mahasiswa Ushuluddin itulah yang sudah busuk”, lalu kampus UIN Sunan Ampel pun tercitrakan busuk pula, bahkan akhirnya melebar ke kampus-kampus UIN/IAIN lainnya di Nusantara sebagaimana saya lihat ramai di sosial media.

Intelektual Muslim, Mengajarlah di IAIN

Fenomena yang terus berulang ini sebetulnya menjadi pelajaran berharga bagi para intelektual Muslim yang concern pada pemikiran Islam, atau memosisikan diri sebagai penyeimbang di tengah derasnya arus liberalisme pemikiran Islam dewasa ini. Hal ini disebabkan karena keberanian mahasiswa Ushuluddin tersebut sebetulnya merupakan produk dari corak pemikiran yang mereka terima. Teko hanya mengeluarkan isi teko, jika teko tersebut diisi air yang jernih ia akan mengeluarkan air yang jernih, sebaliknya, jika teko tersebut diisi air yang keruh ia akan mengeluarkan air yang keruh pula. Penghormatan terhadap Tuhan atau Nabi adalah produk dari tidak dicontohkannya adab kepada Tuhan atau kepada Nabi. Misalnya, pernah dalam suatu perkuliahan dulu, kami para mahasiswa terkejut ketika seorang dosen menggunakan kata “mati” untuk Nabi Muhammad pada waktu Diskusi Politik Islam. “ketika Muhammad mati,” kata dosen tersebut yang dengan segera diluruskan oleh Mahasiswa, “Wafat, bu”. Saya sendiri sangat tersinggung waktu itu.

Pengalaman menjadi mahasiswa Fakultas Ushuluddin di IAIN/UIN memang menarik. Bayangkan, secara pribadi, ketika OSPEK dulu saya nyaris tak bisa Shalat Ashar karena rangkaian acara yang terus berjalan hingga menjelang Maghrib. Sampai akhirnya saya complain kepada kakak kelas karena waktu sudah pukul lima sore tapi tak ada tanda-tanda break untuk sekadar shalat. Mahasiswa baru tak berani protes karena secara psikologis dalam posisi tak berdaya. Akhirnya saya sampaikan pada panitia, saya mau shalat, dan mohon sesi diskusi ditunda dulu. Raut kakak kelas di Fakultas Ushuluddin itu nampak terkejut dengan permintaan tersebut. Teman-teman peserta OSPEK lain di kelompok ikut menguatkan, kami belum Shalat Ashar. Bayangkan, akhirnya kami Shalat Ashar diujung waktu. Lewat pukul lima sore di sebuah kampus Islam terbesar di Indonesia, pada fakultas yang concern pada studi Pokok-pokok Agama, Fakultas Ushuluddin, Fakultas lain tidak demikian. Dalam OSPEK itu pula kami, mahasiswa baru, diberi majalah gratis bernama Syir’ah, sebuah majalah yang kental nuansa liberalnya.

Pun ketika berkuliah, seorang dosen meyakinkan, carilah Tuhan olehmu. Bahkan jika kamu tak menemukan-Nya Tuhan akan memaafkan karena kamu sudah berusaha mencari-Nya. Tuhan justru tak akan memaafkan jika kamu merasa mengenal-Nya padahal kamu belum pernah mencari Dia. Konklusi sang dosen ini, sekalipun pada akhirnya kita menjadi atheis (atau murtad) akibat pengembaraan kita mencari Tuhan sebab ragu akan eksistensi-Nya, lalu tak berhasil menemukan Dia sehingga memilih menjadi atheis, lalu meninggalkan shalat dan tak imani keberadaan Allah, kita akan termasuk golongan yang selamat.

Atau misalnya, bagaimana dada saya berguncang ketika menyelami alam pikiran filosof kontroversial Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Ibnu Yahya Al-Razi tentang Yang Kekal selain Tuhan, penjelasan dosen saat itu begitu rasional sekaligus menggelisahkan, kemudian saya dibiarkan dalam keadaan gelisah berhari-hari lamanya. Saya bersyukur berkat bertanya kesana kemari, saya menemukan jawaban menenangkan dan semakin menguatkan keyakinan saya tentang Tuhan.

UIN memang terkenal karena liberalisme pemikiran Islamnya, namun perlu diketahui kelompok seperti ini sebetulnya hanya terkonsentrasi di fakultas agama utamanya Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, dan Fakultas Syariah dan Hukum, sedangkan di fakultas-fakultas umum seumpama Fakultas Psikologi, Fakultas Kedokteran, Fakultas Tarbiyah, Fakultas Ekonomi, atau Fakultas Sains dan Teknologi, corak pemikiran Islam liberal ini senyap.

Demikian pula sebetulnya, mahasiswa yang mengimani liberalisme pemikiran Islam di Fakultas Ushuluddin pun tidak banyak. Mereka hanya sedikit di antara sekian banyak mahasiswa Ushuluddin yang rata-rata jebolan pesantren itu. Sedikit tetapi sensasional sehingga mendapat liputan media, seumpama ungkapan kencingilah air Zamzam jika ingin terkenal. Mereka rajin mengadakan seminar-seminar ilmiah dan diskusi dengan bahasan yang menggelitik nalar, mengkritisi agama, dengan tema-tema bombastis sehingga menarik minat mahasiswa untuk hadir.

Pun, dosen yang memiliki corak pemikiran serupa, sangatlah rajin mengajar. Sebutlah Zainun Kamal, Kautsar Azhari Noor, atau dulu semisal Prof. Harun Nasution, dan dosen yang terkenal dengan pemikiran liberalisme Islam lainnya, adalah tokoh-tokoh yang sangat dedikatif mengajar. Dalam tiap semester, mungkin hanya satu kali absen, selebihnya full mengajar.

Berbeda dengan dosen lain yang, katakanlah, berpaham Islam mainstream. Dosen-dosen aktivis dakwah itu justru jarang mengajar karena mungkin sibuk dengan agenda dakwah di pergerakan-pergerakan Islam. Saya sendiri, dalam sebuah perbincangan dengan senior aktivis dakwah kampus yang alumni jurusan Aqidah Filsafat, sempat bertanya: “abang kenapa ga coba mengajar di Ushuluddin. Kasihan teman-teman mahasiswa karena dosen yang liberal rajin-rajin mengajar sementara yang antiliberal justru seringkali absen.”

Kembali pada judul tulisan kecil ini, saya kira fenomena semacam ini menjadi sebuah pelajaran menarik. Para intelektual Muslim yang saat ini giat meng-counter ide-ide Islam liberal perlu untuk menjadi dosen di kampus-kampus UIN/IAIN. Memang benar, tidak perlu menjadi dosen UIN untuk menghadang ide liberalisasi pemikiran Islam, tetapi kampus-kampus UIN sebagai basis awal liberalisasi pemikiran Islam perlu diimbangi oleh dosen dengan ragam pemikiran berbeda agar melahirkan referensi yang seimbang bagi khazanah pengetahuan mahasiswa. Hal ini karena kajian keislaman di luar kampus, atau hanya sekadar membaca buku dengan ragam pemikiran berbeda, tak akan se-intensif ketika berdiskusi langsung dengan dosen-dosen tersebut berikut perdebatan dengan rekan mahasiswa di kelas yang memperkaya wawasan. Mengajarlah, agar mereka punya adab terhadap Tuhan dan Nabi-Nya.

Saya terkejut, ketika akun facebook dari seorang yang dipandang intelektual Muslim, atau setidaknya menjadi rujukan para aktivis anti Jaringan Islam Liberal (Anti-JIL) menulis di status-nya: “lebih baik bubarkan saja UIN Sunan Ampel!” Bagi saya itu terlalu reaktif. Apakah para intelektual itu sudah mencoba untuk mengajar di sana guna menyelamatkan akidah para mahasiswa? atau memikirkan bahwa jauh lebih banyak mahasiswa yang masih “menghargai Tuhan” ketimbang sedikit mahasiswa yang mencari sensasi itu? bagaimanapun jangan sampai sedikit noda ini kemudian menutup mata kita atas jasa lahirnya ulama-ulama dari kampus UIN yang menjadi rujukan umat di Indonesia. Selayaknya universitas, corak pemikiran di UIN memang sangat terbuka. Pemikiran boleh beragam-ragam selama itu bisa dipertanggungjawabkan secara akademis.

Pertanyaannya adalah, jika orang-orang liberal itu bisa mengajar di UIN/IAIN, lalu apa yang menghalangi pemikir-pemikir muda Muslim untuk melamar menjadi dosen di Fakultas Ushuluddin di UIN/IAIN?

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Faried - Premium Blogger Themesf | Affiliate Network Reviews