Wednesday 27 March 2013

Kisah Debat Santun A Hassan dengan Tokoh Ateis

Oleh, Artawijaya

Editor Pustaka Al Kautsar


Gedung milik organisasi Al-Irsyad, Surabaya, hari itu penuh sesat dipadati massa. Almanak menunjukkan tahun 1955. Kota Surabaya yang panas, serasa makin panas dengan dilangsungkannya debat terbuka antara Muhammad Ahsan, seorang atheis yang berasal dari Malang, dengan Tuan A. Hassan, guru Pesantren Persatuan Islam, Bangil. Meski namanya berbau Islam, Muhammad Ahsan adalah orang atheis yang tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, dan tidak pula meyakini bahwa alam semesta ini ada Yang Maha Mengaturnya. Ia juga menyatakan manusia berasal dari kera, bukan dari tanah sebagaimana dijelaskan Al-Qur’an.

Menurut keterangan Ustadz Abdul Jabbar, guru Pesantren Persis, yang menyaksikan perdebatan itu, hadirin yang datang cukup membludak. Lebih dari ratusan massa datang berkumpul, mengular sampai ke luar gedung. Mereka mengganggap perdebatan ini penting, karena Muhammad Ahsan, telah secara terbuka di Surat Kabar Harian Rakyat, 9 Agustus 1955, meragukan keberadaan Tuhan. Ia juga menolak keyakinan Islam bahwa orang yang berbuat kebaikan di dunia, akan dibalas di akhirat kelak. Ahsan berkeyakinan, segala sesuatu tercipta melalui evolusi alam, dan akan musnah dengan hukum alam juga. Dalam surat kabar itu, ia menyatakan lugas, ”Pencipta itu mestinya berbentuk. Tidak mungkin suatu pencipta tidak berbentuk, “tulisnya.

Atas pernyataan itu, Hasan Aidit, Ketua Front Anti Komunis, menghubungi A. Hassan agar bersedia bertukar pikiran dengan tokoh atheis itu. Sebelumnya, Hasan Aidit dan Bey Arifin sudah melayangkan tantangan debat di forum Study Club Surabaya pada 12 Agustus 1955, namun rencana itu gagal. Ia kemudian menyusun rencana agar Ahsan yang atheis itu dipertemukan dengan A. Hassan, sosok yang dikenal ahli dalam berdebat soal-soal keislaman. A. Hassan dan Muhammad Ahsan bersedia bertemu di forum terbuka.

Singkat kata, perdebatan terbuka benar-benar terjadi. Karena dikhawatirkan akan berlangsung panas, maka panitia memberikan beberapa peraturan kepada hadirin yang datang menyaksikan. Hadirin tak boleh bertepuk tangan, tidak boleh bersorak sorai, tidak boleh saling berbicara, tidak menampakkan gerak-gerik yang merendahkan salah seorang pembicara, dan tidak boleh mengganggu ketentraman selama berlangsungnya perdebatan.

Sementara untuk orang yang berdebat dibuat aturan pula. Masing-masing berdiri di satu podium dan diberi mikrophone, kemudian saling bertukar pertanyaan dan jawaban. Sementara pimpinan acara, yaitu Hasan Aidit, duduk di sebuah meja didampingi seorang sekretaris untuk mencatat jalannya perdebatan. Tugas pimpinan acara adalah mengatur jalannya perdebatan, dan menegur siapa saja yang melanggar aturan.

Setelah dibuka dengan ceramah dari KH. Muhammad Isa Anshary, tokoh Persatuan Islam yang juga petinggi Partai Masyumi, acara pun di mulai. Perdebatan berlangsung dalam format tanya jawab dan saling menyanggah pendapat yang diajukan.

Berikut point-point penting dari ringkasan perdebatan itu. Tokoh atheis Muhammad Ahsan akan disingkat menjadi (MA), sedangkan A. Hassan disingkat menjadi (AH):

A.H: Saya berpendirian ada Tuhan. Buat membuktikan keadaan sesuatu, ada beberapa macam cara; dengan panca indera, dengan perhitungan, dengan kepercayaan yang berdasar perhitungan, dengan penetapan akal. Makatentang membuktikan adanya Tuhan, tuan mau cara yang mana?

M.A: Saya mau dibuktikan adanya Tuhan dengan panca indera dan perhitungan dan berbentuk. Karena tiap-tiap yang berbentuk, seperti kita semua, mestinya dijadikan oleh yang berbentuk juga…

A.H: Tidak bisa dibuktikan Tuhan dengan panca indera, karena ada banyakperkara yang kita akui adanya, tetapi tidak dapat dibuktikan dengan panca indera..

M.A: Seperti apa?

A.H: Tuan ada punya aka, fikiran, dan kemauan

 M.A : Ada

A.H : Bisakan tuan membuktikan dengan panca indera?

M.A: Tidak bisa

A.H: Bukan suatu undang-undang ilmi (ilmiah) dan bukan aqli bahwa tiap-tiapsatu yang berbentuk itu penciptanya mesti berbentuk juga. Ada banyakperkara, yang tidak berbentuk dibikin oleh yang berbentuk…

M.A: Seperti apa?

A.H : Saya berkata-kata, perkataan saya tidak berbentuk sedang saya sendiriyang menciptakannya berbentuk. Bom atom berbentuk dan bisa menghancurkan semua yang berbentuk di sekelilingnya, sedang akal yang membikinnya tidakberbentuk. Kekuatan elektrik (listrik) tidak berbentuk, tetapi bisa menghapuskan dan melebur semua yang berbentuk. Jadi, buat mengetahui sesuatu, tidak selamanya dapat dengan panca indera. Dan pencipta sesuatu yang berbentuk, tidak selalu mesti berbentuk.
* * *

A.H: Di dalam dunia ini adakah negeri yang dinamai London, Washington, danMoskow?

M.A: Ada

A.H: Apakah tuan sudah pernah ke negeri-negeri itu?

M.A: Belum

A.H: Maka dari manakah tuan tahu adanya negeri itu?

M.A: Dari orang-orang

A.H: Bisa jadi diantara orang-orang itu ada yang belum pernah kesana.Walaupun bagaimanapun keadaannya, buat tuan, adanya negeri- negeri itu, hanya dengan perantaraan percaya, bukan dengan panca indera.

M.A: Ya, memang begitu.

A.H: Dari pembicaraan kita, ternyata ada terlalu banyak perkara yang kitaterima dan akui adanya semata-mata dengan kepercayaan danperhitungan, bukan dengan panca indera.

M.A: Ya memang begitu

A.H: Oleh itu, tentang adanya Tuhan, tidak usah kita minta bukti dengan pancaindera, tetapi cukup dengan perhitungan dan pertimbangan akal, sebagaimana kita akui adanya ruh, akal, kemauan, fikiran, percintaan,kebenciaan, dan lain-lain.

M.A: Ya, saya terima.

A.H: Bila tuan tidak ber-Tuhan, tentulah tidak beragama. Dari itu semua, baikdan jahat tentunya tuan timbang dengan fikiran dan akal. Maka menurutfikiran, apakah tuan merasa perlu ada keadilan dan keadilan itu perludibela hingga tidak tersia-sia?

M.A: Ya, perlu ada keadilan dan perlu dibela

A.H: Apakah tuan makan benda berjiwa?

M.A: Kalau binatang yang sedang berjiwa saya tidak makan

A.H: Saya tidak maksudkan binatang yang sedang hidup, tetapi daging binatang-binatang: Sapi dan kambing yang dijual dipasar.

M.A: Ya, saya makan

A.H: Itu berarti tidak adil, tuan zalim

M.A: Mengapa tuan berkata begitu?

A.H: Karena menyembelih binatang itu, menurut fikiran satu kesalahan dan
Kezaliman


M.A: Saya tidak bunuh binatang-binatang itu, tetapi penjualnya

A.H : Kalau tuan tidak makan dagingnya, tentu orang-orang tidak sembelih binatangnya. Jadi, tuan adalah seorang dari yang menyebabkan binatang-binatang itu disembelih. Baiklah kita teruskan, apa tuan berbuat (lakukan)kalau tuan digigit nyamuk?

M.A: Saya bunuh

A.H: Bukankah itu satu kezaliman?

M.A: Saya bunuh nyamuk itu lantaran ia gigit saya

A.H: Menurut keadilan fikiran, jika nyamuk gigit tuan, mestinya tuan balas gigit dia. Balas dengan membunuh itu tidak adil…(tuan M.A tertawa dan hadirin bertepuk tangan. Padahal dalam kesepakatan debat, ini dilarang)

* * *

A.H: Tuan ada menulis di “Suara Rakyat” tanggal 9 Agustus 1955 tentang seorang yang keluar buntutnya dan terus memanjang, lalu ia minta pada Rumah Sakit Malang supaya dipotong dan dihilangkan. Karena semakin panjang, semakin menyakitkan. Apakah (dengan tulisan itu) tuan bermaksud dengan itu bahwa manusia berasal dari monyet?

M.A: Ya, betul

A.H: Apakah tuan menganggap bahwa buntut orang itu kalau tidak dibuangdan terus memanjang, niscaya dia jadi monyet?

M.A: Ya, betul begitu

A.H: Jika demikian berarti monyet berasal dari manusia, bukan manusia berasal dari monyet…(Tuan M.A tertawa, hadirin juga terbahak dan bertepuk tangan, lupa dengan peraturan majelis)

Perdebatan sengit yang akhirnya diselingi derai tawa dan tepuk tangan karena keahlian A. Hassan yang mampu mematahkan argumen dengan gaya yang santai, lucu, dan ilmiah, ini dikenang sepanjang massa sebagai debat terbaik A. Hassan dengan tokoh atheis tersebut. Perdebatan ini sendiri berlangsung dua kali. Debat pertama berlangsung selama dua setengah jam, dan berakhir dengan pernyataan Ahsan menerima apa yang disampaikan oleh A. Hassan. Ia menyatakan menerima dan kembali pada Islam. Namun dalam pertemuan pertama, A. Hassan meminta Ahsan untuk berpikir dulu, sebelum menerima apa yang disampaikan. Akhirnya pada pertemuan kedua yang berlangsung selama dua jam, Ahsan benar-benar menerima dalil-dalil dan argumentasi yang disampaikan A. Hassan. Tokoh atheis itu akhirnya kembali ke pangkuan Islam. Kisah perdebatan antara A. Hassan dengan tokoh atheis ini kemudian didokumentasikan dalam sebuah buku oleh A. Hassan dengan judul, “Adakah Tuhan?“

Kini, tradisi meluruskan kekeliruan dan kesesatan dengan cara mengajak bertukar pikiran dalam debat terbuka harus kembali digalakkan. Tujuannya, agar umat bisa tahu, mana yang keliru dan mana yang benar. Yang terpenting, jangan jadikan debat sebagai ajang untuk menghina dan mencaci maki lawan.

Dahsyatnya Sakaratul Maut Pemimpin Sekuler Mustafa Attaturk

Mustafa mengganti huruf Arab dengan huruf latin
ISLAM adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Mengatur urusan individu, masyarakat dan Negara. Jika individu mengatur dirinya dengan Islam (baca taqwa : melaksanakan perintah dan meninggalkan laranganNya) dalam tingkah lakunya maka Islam akan menjadi rahmat pada dirinya. Jika Masyarakat mengatur urusannya dengan Islam maka Islam akan menjadi rahmat pada masyarakat tersebut. Begitupun juga Negara akan menerima rahmat penduduk negerinya jika urusan-urusan Negara tersebut berpanduan pada Islam. Jika tidak? Maka jangan protes kepada Allah.

Sejak Zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam, agama Islam tidak bisa dipisahkan dari urusan Negara atau politik (pelayanan terhadap umat). Ada syari’at yang dibebankan kepada individu, misal, shalat, puasa dan ada yang dibebankan kepada Negara, misal ekonomi, pendidikan, keamanan, hukum had dan qishas.

Banyak pendapat orientalis yang memusuhi Islam, tapi mereka mengakui bahwa Islam tidak bisa dipisahkan dari negara. Hal ini cukup menjawab pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa Islam hanya mengatur masalah ruhani antara hamba dan Rabbnya.

Sudah kita ketahui bahwa Daulah Madinah telah tegak di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam, kemudian dilanjutkan oleh para Khulafaur Rosyidin kokoh sampai akhirnya pada masa Khilafah Utsmaniyah. Eksistensi khilafah sendiri adalah sesuatu yang paling penting dalam Islam. Hal ini tergambar dalam kesibukan 50 sahabat Muhajirin dan Anshor yang mengutamakan mencari pengganti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam sebagai pemimpin umat di perkampungan Bani Saqifah daripada mengebumikan Rasul terlebih dahulu.

Kekhilafahan dalam Islam mengalami pasang surut antara kejayaan, keemasan dan terkadang kemunduran. Salah satu kekhilafahan yang mempunyai rentang waktu panjang dan kejayaan yang mengagumkan adalah kekhalifahan Utsmaniyah di Turki.

Selama kurang lebih lima abad Ustmany telah menjaga Islam dan kaum Muslimin. Kesuksesan terbesar kekhilafahan Utsmaniyah di antaranya adalah penaklukan Konstantinopel pada tahun 1453.

Hal ini memperkuat status kekhilafahan tersebut sebagai kekuatan besar di Eropa Tenggara dan Mediterania Timur. Hingga kota-kota penting yang sangat terkenal sejak zaman dahulu pun masuk ke dalam wilayah kekhilafahan Utsmaniyah. Pada masa itu, seluruh Eropa takut dan “menggigil” dengan kekhalifahan Utsmaniyah. Raja-raja Eropa berada dalam jaminan keselamatan yang diberikan dari Khalifah Utsmaniyah.

Semua hal tersebut membuat Raja-raja Eropa menaruh dendam juga niat yang membara untuk menghancurkan kekhalifahan Utsmaniyah. Namun mereka masih menunggu kesempatan dan waktu yang tepat untuk menggulingkan kekhalifahan Utsmaniyah tersebut, sehingga mereka harus membuat rencana yang benar-benar matang.

Disebutkan bahwa para filosofi, pemikir, raja, panglima perang, pastur bangsa Eropa ikut terlibat dalam rencana kejam ini. Tak kurang dari perdana menteri Romawi Dubqara menulis buku yang berjudul “Seratus Kiat untuk Menghancurkan Turki”.

Problem Internal dan Eksternal

Kekhalifahan Utsmaniyah berakhir pada 1909 H, dan kemudian benar-benar dihapuskan pada 3 Maret 1924 H. Setidaknya ada tiga sebab yang melingkupi keruntuhan kekhilafahan kebanggaan kaum muslimin ini, antara lain :

Pertama; Kondisi Pemerintahan yang lemah dan kemorosotan akhlak

Penurunan drastis ketakwaan individu menyebabkan akhlak umat mulai merosot. Turki mulai mengalami kemunduran setelah terjangkit penyakit yang menyerang bangsa-bangsa besar sebelumnya, yaitu: cinta dunia dan bermewah-mewahan, sikap iri hati, benci membenci, dan penindasan.

Pejabat pemerintahan terpuruk karena korupsi. Para wali dan pegawai tinggi memanfaatkan jabatannya untuk menumpuk harta. Begitu pula rakyat yang terus menerus tenggelam dalam kemewahan dan kesenangan hidup, meninggalkan pemahaman dan semangat jihad. Fanatik madzhab merebak di mana-mana. Kemudian mencukupkan Imam Madzhab dan timbul opini tertutupnya pintu ijtihad. Sehingga umat kebingungan dan berada dalam keruwetan pada saat menghadapi persoalan-persoalan baru yang terjadi pada umat Islam.

Kedua; serangan militer dari Eropa

Sebelum terjadinya Perang Dunia I yang menghancurkan Turki, upaya penyerangan dari Raja Eropa ke Turki sebenarnya sudah dimulai pada akhir abad 16, di mana saat itu keluar pernyataan yang menyatakan bahwa; ”Sri Paus V, Raja Prancis Philip dan republik Bunduqiyah sepakat untuk mengumumkan perang ofensif dan defensif terhadap orang-orang Turki untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai Turki seperti Tunisia, Al-Jazair dan Taroblush.”
Sejak itulah Turki melemah karena banyaknya pertempuran yang terjadi antara mereka dan negara-negara Eropa. Puncak dari semua itu adalah keterlibatan Turki dalam Perang Dunia I pada 2 Agustus 1914 atas rencana busuk dari Mustapa Kamal, dan mengakibatkan Turki kehilangan segala-galanya, di mana militer penjajah akhirnya memasuki Istambul.

Ketiga; gerakan oposisi sekuler dan nasionalis

Selain serangan konspirasi dari luar, Utsmaniyah juga menghadapi tantangan internal berupa Isu Nasionalisme Arab. Orang Arab yang merasa lebih mulia daripada orang Turki karena Islam berasal dari Arab sehingga mereka enggan dipimpin seorang Khalifah yang berasal dari Turki. Hal ini memicu terjadinya separatisme yang semakin menggerogoti kekuatan dan wilayah Utsmani.

Utsmani juga mendapat perlawanan oposisi dari organisasi sekuler dan nasionalis yang sempit, seperti Organisasi Wanita Turki dan Organisasi Persatuan dan Kemajuan yang digawangi oleh Mustafa Kemal.

Dalam perjuangannya, mereka banyak bekerja sama dengan negara Eropa untuk mewujudkan keinginan mereka menghilangkan kekhalifahan. Puncaknya apa yang terjadi pada tahun 1909 H, dengan dalih gerakan mogok massal, organisasi Persatuan dan Kesatuan berhasil memasuki Istambul, menyingkirkan Khalifah Abdul Hamid II dan melucutinya dari pemerintahan dan keagamaan dan tinggal menjadi simbol belaka. Tidak cukup itu, pada 3 Maret 1924, badan legislatif mengangkat Mustafa Kamal sebagai presiden Turki dan membubarkan khilafah Islamiyah.

Mustafa Kemal Attaturk bertindak radikal guna menghancurkan perdaban Islam. Mustafa, sebagai Presiden Republik Turki yang sekuler, bertindak diktator dalam menjalankan pemerintahan. Ia menetapkan ideologi Negara menganut paham sekularisme. Atas dasar ideologi Negara ini, dia mengumumkan akan mengambil langkah-langkah kebijaksanaan untuk mencapai cita-citanya demi kepentingan Negara Turki Sekuler.

Di antaranya ia mengambil langkah; menghapus syariah Islam dan tidak ada lagi jabatan kekhalifahan, mengganti hukum-hukum Islam dengan hukum-hukum Italia, Jerman, dan Swiss, menutup beberapa masjid dan madrasah, mengganti agama Negara dengan sekularisme, mengubah azan ke dalam bahasa Turki, melarang pendidikan agama di sekolah umum, melarang kerudung bagi kaum wanita dan pendidikan terpisah, mengganti naskah-naskah bahasa Arab dengan bahasa Roma, pengenalan pada kode hukum Barat, pakaian, kalender, serta Alfabet, mengganti seluruh huruf Arab dengan huruf Latin.

Akibat ulah Mustafa Kamal, pemaksaan ini akhirnya menjadikan Turki sebagai Republik Sekuler yang sangat anti terhadap dakwah Islam. Ciri Islam di Turki hampir – hampir hilang sama, sehingga kaum Muslimin kesulitan menemukan jejak peradaban Islam di tanah Turki.

Sesaat berkuasa, Kemal Attaturk pernah menggantung tiga puluh ulama. Ia mengatakan, “Ketahuilah, saya dapat membuat negara Turki menjadi negara demokrasi bila saya dapat hidup lima belas tahun lagi. Tetapi jika saya mati sekarang, itu akan memerlukan waktu tiga generasi,” begitulah Kamal Attaturk, selalu berlaku angkuh di atas tindakan kekejaman dan anti agama, seorang yang dikenal sebagai pencetus ‘sekulerisme Turki’ sekaligus penghancur kekhalifahan Turki dan agama Islam.

Balasan atas Kedzaliman

Sekiranya Kamal Attaturk ini lahir di zaman adanya Rasul pada saat ketika wahyu masih turun, bisa jadi namanya akan diabadikan seperti Fir’aun, Namrud dan Abu Lahab. Cara kematian yang Allah telah datangkan kepada mereka, orang-orang yang dzalim itu teramat tragis sekali. Kematian merekapun teramat unik.

Namrud, mati karena sakit kepala akibat dimasuki oleh seekor nyamuk melalui telinganya. Setiap kali ia menjerit, dokter pribadinya memerintahkan dipukul kepalanya untuk mengurangi kesakitannya. Setelah lama bergelut dengan sakratul maut, akhirnya dia mati dalam keadaan tersiksa dan terhina. Begitu juga dengan Firaun yang mati lemas di dalam laut.

Nasib serupa dialami Mustafa Kamal Attaturk juga menerima pembalasan yang setimpal dari Allah. Menurut beberapa buku sejarah, kematian Kemal dikarenakan akibat over dosis minuman keras. Ditambah lagi dengan berbagai penyakit seperti penyakit kelamin, malaria , sakit ginjal dan lever. Dia meninggal dunia pada 10 November 1938, kulit di tubuh badannya rusak dengan cepat dan díganggu pula oleh penyakit gatal-gatal.

Dokter sudah memberi bermacam-macam salep untuk diusap pada kakinya yang sudah banyak luka-luka karena tergaruk oleh kukunya. Walaupun begitu dia masih sangat angkuh. Di akhir-akhir hayatnya yaitu ketika menderita sakratul maut.

Anehnya dia takut sekali berada di istananya dan tubuhnya merasa panas maka ia ingin dibawa ke tengah laut dengan kapalnya. Bila penyakitnya bertambah, dia tidak dapat menahan diri daripadanya kecuali menjerit. Jeritan itu semakin kuat (hingga kedengaran di sekeliling istana). Dia berteriak kesakitan dalam sakratul mautnya dengan penuh siksa di tengah-tengah laut.

Dr. Abdullah ‘Azzam dalam buku ‘Al Manaratul Mafqudah’, menjelaskan detik-detik menjelang ajal sang hina Mustafa Kemal Attaturk. Menurutnya, sebuah cairan berkumpul di perutnya secara kronis. Ingatannya melemah, darah mulai mengalir dari hidungnya tanpa henti. Dia juga terserang penyakit kelamin (GO). Untuk mengeluarkan cairan yang berkumpul pada bagian dalam perutnya (ascites), dokter mencoblos perutnya dengan jarum. Perutnya membusung dan kedua kakinya bengkak. Mukanya mengecil. Darahnya berkurang sehingga Mustafa pucat seputih tulang.

Dalam Kitab ”Al-Jaza Min Jinsil Amal” Karangan Syeikh Dr. Sayyid Husien Al-Affani disebutkan, walaupun Attaturk dikelilingi para dokter, namun penyakit kangker hatinya baru di ketahui pada tahun 1938 padahal dia telah merasakan pedihnya penyakit tersebut sejak 1936.

Pada Kamis tanggal 10 oktober 1938, Kamal Attatruk terlempar ke 'sampah sejarah' setelah ia mengalami sakaratul maut sebulan lamanya yang tidak ada satupun dari pembantu dan para dokternya yang berani mendekati dia ketika itu.

Setelah 9 hari, barulah mayatnya disembahyangkan, itupun setelah didesak oleh seorang adik perempuannya. Kemudian mayatnya telah dipindahkan ke Ankara dan dipertontonkan di hadapan Grand National Assembly Building. Pada 21 November, ia dipindahkan pula ke sebuah tempat sementara di Museum Etnografi di Ankara yang berdekatan gedung parlemen.

Lima belas tahun kemudian yaitu pada tahun 1953, barulah mayatnya diletakkan di sebuah bukit di Ankara.

Mengkritisi Teologi Liberal Harun Nasution

JURNAL pemikiran Islam Islamia-Republika, edisi Kamis (21 Maret 2013), menampilkan sosok dan pemikiran seorang ulama muda dari Padang, Sumatera Barat, bernama Dr. Eka Putra Wirman. Tulisan itu diberi judul: “Dr. Eka Putra Wirman MA: “Membongkar Mitos Harun Nasution”. Diungkapkan, bahwa Dr. Eka Putra telah berhasil menemukan kekeliruan pemikiran Harun Nasution dalam membaca corak teologi Muhammad Abduh.

Kesimpulan Harun Nasution yang bertahan selama puluhan tahun, bahwa teologi Abduh bercorak Mu’tazilah, dipatahkan oleh Eka Putra melalui penelitian yang serius terhadap Kitab Hasyiah karya Muhammad Abduh. Hasilnya, ternyata Muhammad Abduh bukanlah penganut Mu’tazilah – sebagaimana diklaim Harun Nasution selama ini -- tetapi justru merupakan tokoh pelanjut paham Ahlus Sunnah wal-Jamaah.

Muhammad Abduh dikenal sebagai pemikir dan tokoh pembaru di Mesir yang bersama muridnya, Rasyid Ridho, menulis Tafsir al-Manar. Ketokohannya dikenal luas di dunia, termasuk di Indonesia. Dengan mencantolkan paham Mu’tazilah pada Muhammad Abduh, Harun Nasution memiliki pijakan yang kuat untuk menanamkan paham Mu’tazilah dan liberal di Perguruan Tinggi, dan kemudian meluas ke masyarakat melalui para lulusannya.

Setelah era Prof. Dr. HM Rasjidi, di tahun 1970-an, tidak banyak ilmuwan dan akademisi Muslim di Perguruan Tinggi Islam Indonesia yang secara terbuka, ilmiah, dan sistematis mengkritisi pemikiran Prof. Harun Nasution -- sosok yang oleh banyak orang dianggap sebagai pelopor pembaruan studi Islam di Indonesia. Sebagian lagi bahkan sudah mengkultuskan Prof. Harun dan tidak menyoal berbagai pemikirannya.

Dari sedikit orang yang kritis itulah, nama Dr. Eka Putra Wirman terbilang sangat menonjol. Dosen Teologi Islam di IAIN Imam Bonjol Padang ini sudah menulis sejumlah artikel, makalah, dan buku ilmiah yang “mengupas” dan meluruskan pemikiran Harun Nasution.

Menurut Dr. Eka, usaha Harun Nasution selama berpuluh tahun dalam mempromosikan paham Mu’tazilah dan menggusur Ahlussunnah wal-Jamaah telah berdampak buruk. Mitos Mu’tazilah sebagai pembawa kemajuan umat Islam sangatlah keliru. Apalagi, kata Dr. Eka, Harun Nasution mencatut nama besar Muhammad Abduh dalam mempromosikan teologi Mu’tazilah. Disertasi Harun Nasution di McGill University, yang menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh adalah penganut Mu’tazilah , dikritik keras oleh Eka Putra. Apalagi, Harun Nasution dikenal dengan pernyataannya, bahwa Muhammad Abduh lebih Mu’tazilah daripada Mu’tazilah itu sendiri.

Dr. Eka Putra tidak main-main. Ia melakukan kajian serius terhadap Kitab Hasyiah karya Muhammad Abduh. Hasilnya ia tuangkan dalam sebuah buku berjudul Kesaksian Hasyiah terhadap Teologi Muhammad Abduh (Padang: Puslit Press IAIN Imam Bonjol Padang, 2011).

Dalam buku setebal 187 halaman ini, Dr. Eka menyimpulkan: “Buku Hasyiah menjadi saksi bahwa Abduh adalah pengikut setia al-Asy’ari dan berusaha menjelaskan secara rasional-filosofis gagasan-gagasan teologis yang diungkapkan oleh al-Asy’ari. Pembacaan yang serius terhadap buku ini dengan mudah mementahkan pendapat beberapa penulis teologi di Indonesia bahwa Abduh adalah pengikut aliran Mu’tazilah, atau lebih dekat kepada pemikiran Mu’tazilah, apalagi lebih Mu’tazilah dari Mu’tazilah.”

Eka mengibaratkan posisi Abduh dengan Imam al-Asya’ri seperti Ibnu Rusyd dengan Aristoteles di bidang filsafat. Abduh dan Ibnu Rusyd berperan sebagai penyambung lidah yang “jujur” (lisan al-shidq) dari tokoh yang diikuti dan diidolakannya. “Jadi selama ini, karena terlalu dikultuskan, pendapat Pak Harun Nasution diikuti saja oleh banyak akademisi,” ujar Eka.

Saat ditanya, mengapa kekeliruan itu seolah-olah dibiarkan saja selama puluhan tahun, Dr. Eka menjawab: “Saya yakin, banyak pengagum Pak Harun yang tidak membaca Hasyiah. Membaca pun belum tentu paham, karena tidak mudah memahami kitab-kitab dalam teologi.”

Kitab Hasyiah karya Muhammad Abduh, menurut Eka, merupakan bukti nyata bahwa Muhammad Abduh sama sekali bukan penganut Mu’tazilah. Kitab ini justru mengkritik secara tajam aliran Mu’tazilah. Bahkan, dikatakan Abduh, Mu’tazilah adalah golongan yang “al-mahjubun” (terhalang dari kebenaran). “Kitab ini mengangkat pemahaman Ahlus Sunnah wal-Jamaah yang dikemas dengan rasionalitas yang tinggi,” tambahnya. Untuk itulah, kini Eka Putra, sedang menyiapkan buku yang lebih serius dan komprehensif yang ia beri judul “Restorasi Teologi: Meluruskan Pemikiran Harun Nasution.”


Dalam pengataman Eka, sekarang banyak akademisi pengikut Harun yang mengalami keterpecahan antara pemikiran dan perbuatan. Secara pemikiran ia Mu’tazilah, karena menganggap Allah tidak campur tangan lagi dalam urusan kehidupan manusia. Tapi, pada sisi lain, dia juga beramal secara Ahlussunnah, karena berdoa meminta pertolongan Allah. Itu artinya ia mengundang campur tangan Tuhan yang bertentangan dengan kepercayaan Mu’tazilah. “Jadi tampak lucu. Pemikirannya ikut Harun Nasution, amalnya ikut Ahlussunnah,” kata Eka, alumnus Pesantren Gontor yang menyelesaikan program doktornya di Qarawiyin University Maroko (2003).

****

Prof. Dr. Harun Nasution selama ini dikenal sebagai penyebar kuat paham Mu’tazilah. Tahun 2008, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, menerbitkan buku berjudul ”Paradigma Baru Pendidikan Islam”.


Peran Harun Nasution dalam studi Islam ditulis sebagai berikut: ”Harun Nasution mengusung pembaruan pemikiran keislaman. Dia mengenalkan multi pendekatan dan memperjuangkannya dengan sangat konsisten. Pengaruh pemikirannya sangat kuat di kalangan IAIN dan STAIN seluruh Indonesia dan masih dirasakan sampai sekarang.” (hal. 7)

Ditulis dalam buku ini, bahwa pembaruan Islam perlu dilakukan, karena yang menjadi masalah umat Islam Indonesia adalah bahwa sampai saat ini adalah kurang berkembangnya pandangan pluralistik atau penghargaan atas perbedaan di kalangan umat. Pada zaman Harun, pengajaran keagamaan sangat normatif dan terpaku pada salah satu paham atau aliran pemikiran, atau bahkan kelompok atau pemikiran orang tertentu dan sangat fiqih oriented. Model pendidikan yang seperti itu dapat dipastikan akan menghasilkan lulusan yang mempunyai pemahaman dan pemaknaan agama yang sempit. ”Dampak negatifnya adalah kemungkinan munculnya pemahaman yang melihat segala hal yang berbeda dengan paham tersebut sebagai salah, menyimpang dan bahkan sesat.” (hal. 8).

Untuk melakukan pembaruan pemikiran Islam di IAIN, Harun Nasution mencari akar pembenarannya dalam teologi rasional ala Mu’tazilah dan mengenalkannya kepada masyarakat lewat buku dan pengajarannya di IAIN dan program pascasarjana IAIN Jakarta. ”Selama menjadi rektor (1973-1984) dan setelahnya sampai tahun 1990-an sebagai Direktur pada program studi lanjutan pertama yang dibuka di IAIN Jakarta, Nasution mengembangkan pemikiran Islam rasional dan menjadikan program S1 dan pasca sarjana IAIN Jakarta sebagai agen pembaharuan pemikiran dalam Islam dan tempat penyemaian gagasan-gagasan keislaman yang baru.” (hal. 8).

Begitulah penjelasan tentang kiprah Harun Nasution dalam buku terbitan Departemen Agama tersebut.

Pada tahun 1972, Harun Nasution menerbitkan bukunya yang berjudul: Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah, Analisa Perbandingan, (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1972). Buku ini secara tegas menyatakan, bahwa paham Mu’tazilah – yang dikatakannya sebagai Teologi Liberal -- harus dikembangkan, karena akan mebawa kemajuan. Sebaliknya, paham Ahlussunnah harus disingkirkan, karena tidak membawa kemajuan. Bisa kita simak ungkapan Harun Nasution dalam buku tersebut:

“Teolog-teolog yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat memberi interpretasi yang liberal tentang teks ayat-ayat Qur’an dan Hadis. Dengan demikian, timbullah teologi liberal seperti yang terdapat dalam aliran Mu’tazilah. Teolog-teolog yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang lemah memberikan inyterpretasi harfi atau dekat dengan arti harfi dari teks Qur’an dan Hadis. Sikap demikian menimbulkan teologi tradisional sebagai yang ada dalam aliran Asy’ariyah.

Teologi liberal menghasilkan faham dan pandangan liberal tentang ajaran-ajaran Islam. Penganut-penganut teologi ini hanya terikat pada dogma-dogma yang dengan jelas lagi tegas disebut dalam ayat-ayat Qur’an dan Hadis; yaitu teks ayat-ayat Qur’an dan Hadis yang tidak bisa diinterpretasikan lagi mempunyai arti selain arti letterlek yang terkandung di dalamnya…..

Dengan lain kata, dalam masyarakat yang menganut teologi liberal, kemajuan dan pembangunan dapat berjalan lebih lancer. Dalam teologi tradisional, sebaliknya, penganutnya kurang mempunyai ruang gerak karena mereka terikat tidak hanya pada dogma-dogma, tetapi juga pada ayat-ayat yang mengandung arti zanni, yaitu ayat-ayat yang boleh menngandung arti lain dari arti letterlek yang terkandung di dalamnya. Dan ayat-ayat ini mereka artikan secara letterlek. Dengan demikian, para penganut teologi ini sukar dapat mengikuti perobahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat modern. Rasanya tidak terlalu jauh dari kebenaran, jika dikatakan bahwa teologi tradisionil dapat merupakan salah satu dari faktor-faktor yang memperlambat kemajuan dan pembangunan.

Teologi liberal dengan keadaannya banyak berpegang pada logika lebih sesuai dengan jiwa dan pemikiran kaum terpelajar. Sebaliknya teologi tradisionil, dengan teguhnya ia berpegang pada arti harfi dari teks ayat-ayat Qur’an dan Hadis ditambah dengan kurangnya ia menggunakan logika, kurang sesuai dengan jiwa dan pemikiran golongan terpelajar. (hal. 142-143).

Dengan mengembangkan teologi Mu’tazilah – yang disebut Harun Nasution sebagai ‘teologi liberal’, lalu disebutkan bahwa apa yang diajarkan di IAIN/UIN adalah ‘Islam liberal’, sebagaimana diakui oleh Prof. Azyumardi Azra, mantan Rektor UIN Jakarta: “Sebagai lembaga akademik, kendati IAIN terbatas memberikan pendidikan Islam kepada mahasiswanya, tetapi Islam yang diajarkan adalah Islam yang liberal. IAIN tidak mengajarkan fanatisme mazhab atau tokoh Islam, melainkan mengkaji semua mazhab dan tokoh Islam tersebut dengan kerangka, perspektif dan metodologi modern.” (Lihat, buku IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia (2002, hal. 117, terbit atas kerjasama Canadian International Development Agency (CIDA) dan Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Islam (Ditbinperta) Departemen Agama).

Kesimpulan bahwa Teologi Mu’tazilah membawa kemajuan ditolak oleh Dr. Eka Putra Wirman. Tahun 2010, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI menerbitkan buku Dr. Eka yang berjudul “Kekuatan Ahlus Sunnah wa al-Jamaah”. Melalui bukunya ini, ia mengingatkan pentingnya umat Islam memelihara dan mengembangkan paham Ahlus Sunnah wal-jamaah yang telah meninggalkan mutiara yang berguna bagi kehidupan kaum Muslimin. Pemikiran ini perlu dikaji dan dihidupkan. “Kepentingan internal dimaksudkan untuk menjaga perkembangan pemikiran Islam agar tidak keluar dari koridor yang digariskan dan diikuti para al-salaf al-shalih seperti berkembangnya Liberalisme, Permisivisme dan Sekulerisme,” tulisnya.

Juga, secara eksternal, perlu dilakukan penanggulangan paham-paham keliru dan sesat yang merusak pemikiran Islam. Misal, paham Deisme yang memposisikan Tuhan hanya sebagai pencipta, lalu tidak ikut campur tangan lagi terhadap ciptaan-Nya. “Pemikiran Deisme ini menjauhkan manusia dari Tuhan dan sengaja mengerdilkan fungsi Tuhan,” kata Dr. Eka.

Pemikiran seperti inilah yang sejak dulu dikritisi secara tajam oleh Ahlussunnah wal-Jamaah. Sayangnya, pemikiran semacam ini justru dikembangkan di Perguruan Tinggi. Dampaknya, menurut Dr. Eka Putra, kini sudah sampai ke sekolah-sekolah menengah, karena diajarkan oleh guru-guru mereka yang terpengaruh.

Temuan Dr. Eka Putra Wirman tentang pemikiran Harun Nasution ini kembali mengingatkan para akademisi Muslim dan juga pemerintah untuk melakukan introspeksi terhadap pengagungan atau bahkan pengkultusan pemikiran Harun Nasution. Upaya mengangkat martabat dan kualitas Studi Islam di Indonesia dengan mendasarkan diri pada pemikiran Mu’tazilah dengan menggusur paham Ahlussunnah adalah pemikiran dan langkah yang keliru.

Anggapan bahwa “teologi liberal” Mu’tazilah cocok untuk kehidupan dunia modern juga mitos yang dibangun Harun Nasution. Aneh, jika pemikiran keliru ini terus diajarkan dan dilestarikan.
Kita berharap, temuan Dr. Eka Putra ini dapat menjadi pendorong makin banyaknya ilmuwan yang sadar dan bersungguh-sungguh dalam usaha untuk memperjuangkan kebenaran dan memperbaiki kondisi studi Islam di Indonesia. Amin.* (Depok, 26 Maret 2013).

Sunday 10 March 2013

Kritisi Pembicara, Pelajar Indonesia Diusir dari Gereja AS


Dua pelajar Muslim peserta pertukaran pelajar di Perham, Minnesota, Amerika Serikat mengaku diusir dari gereja, setelah mereka mempertanyakan pembicara tamu yang mengatakan “Islam sama dengan terorisme,” lapor situs Wday.com Selasa (5/3/2013).

Dua pemuda itu, Fikri Rahmat dari Indonesia dan Elshan Mirzazade asal Azerbaijan yang tinggal dengan keluarga Mary Anderson tertarik untuk menghadiri forum publik Assembly of God setelah mendengar Walid Shoebat menjadi pembicara dalam acara tersebut.

Di Amerika Serikat, Walid Shoebat dikenal luas sebagai mantan Muslim yang murtad menjadi pemeluk Kristen, mengaku sebagai mantan teroris yang kemudian menjadi pakar anti-terorisme dan kerap menjelek-jelekkan Islam. Dia pernah berkata, “Al-Qur`an adalah hasil korupsi dari Bibel.”

Kedua pelajar berusia belasan tahun itu diusir keluar dari Gereja Assembly of God di Perham, saat sesi tanya jawab dengan Walid Shoebat sebagai pembicara.

“Kami tidak bermaksud untuk beradu argumentasi dengannya, tetapi kami ingin mengatakan kepada orang-orang bahwa apa yang dikatakannya salah,” kata Elshan, kepada stasiun televisi lokal WDay yang mewawancarainya.

“Saya menyimpulkan dalam pikiran saya bahwa dia menjadi marah karena mungkin dia takut akan kebenaran. Salah seorang temannya mendatangi kami dan berkata, 'keluar, keluar' dengan kasar kepada kami,” cerita Fikri.

Elshan menambahkan, “Mereka menggiring kami keluar dan menyuruh kami pergi dan kami berkata, 'OK, OK'. Maka ketika kami pergi, saya berteriak, 'Cara bagus untuk mempromosikan perdamaian, bravo, bravo'.”

Pihak gereja berdalih, kedua remaja itu disuruh pergi saat emosi sudah memuncak.

“Tidak ada yang diusir keluar karena mereka Muslim,” kata Dirk Currier, pastor Assembly of God.

“Dialog itu bukan dialog. [Dialog] Itu berubah menjadi semacam lomba teriak,” kata Currier.

Mary Anderson yang menjadi ibu asuh kedua pemuda Muslim tersebut mengaku kecewa.

“Saya pikir saya mengirim kedua anak itu ke rumah kasih sayang, dan saya kecewa sebab justru kebencian yang diajarkan di sana,” katanya.

Kedua pemuda itu lantas mencari tahu lebih banyak tentang Shoebat. Ternyata kredibilitas pembicara tamu yang disebut-sebut sebagai pakar anti-terorisme yang diundang Gereja Assembly of God itu diragukan.

Menurut WDay, stasiun televisi CNN dan media lainnya pernah mencari tahu kebenaran klaim Shoebat, yang mengaku Homeland Security --lembaga kemanan dalam negeri AS-- pernah memberikannya dana untuk berbicara keliling Amerika guna mengkampanyekan anti-terorisme. Pengakuan Shoebat pernah menjadi anggota Organisasi Pembebasan Palestina PLO juga dipertanyakan kebenarannya. Sementara keluarga dan temannya mengatakan, pengakuan-pengakuan palsu itu dikarang Shoebat untuk keuntungan pribadinya sendiri.

Menyusul laporan WDay mengenai dua pemuda Muslim yang diusir gereja ini, pihak stasiun televisi itu mengaku dihubungi organisasi Muslim terbesar dan disegani di Amerika, Council on American Islamic Relations (CAIR) yang berbasis di Washington DC

Source : http://www.wday.com/event/article/id/76361/ 

Tips Kurangi Kadar Asam Urat


Asam Urat merupakan penyakit yang banyak menyerang pada syaraf dan persendian. Seperti nyeri di persendian tangan atau kaki, tubuh mudah pegal-pegal, dan kadang terserang kesemutan? Waspadalah. Bisa jadi itu adalah tanda bahwa kadar asam urat mulai naik.

Asam urat sebenarnya adalah ‘sampah’ hasil metabolisme yang dilakukan oleh tubuh, dan jika levelnya meninggi, berarti tubuh tak mampu mengeluarkan kelebihan asam urat tersebut dengan maksimal.

Berikut ini adalah tips untuk menurunkan kembali kadar asam urat dalam tubuh, sebelum menjadi komplikasi yang serius :
  1. Kurangi konsumsi makanan seperti daging merah, kacang-kacangan, garam, jamur, serta kembang kol. Makanan ini memiliki kandungan purin yang tinggi, sehingga merangsang terbentuknya asam urat di tubuh.
  2. Kurangi meminum soft drink dengan kadar gula yang tinggi dan camilan yang manis.
  3. Jaga pola makan. Jangan terlalu banyak mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat agar berat badan dapat terjaga. Sebab, kegemukan juga bisa memicu tingginya kadar asam urat.
  4. Mengkonsumsi Air putih dengan jumlah ideal. Karean, air putih dapat menjaga metabolisme tubuh dengan baik dan zat-zat tak berguna seperti kadar asam urat yang berlebih dapat dikeluarkan oleh ginjal.

Thursday 7 March 2013

Pengaruh Makanan Terhadap Perilaku


Suatu ketika Syeikh Muhammad Abduh mengunjungi Perancis. Beberapa mahasiswa menanyakan padanya tentang alasan ajaran Islam mengharamkan babi. “Umat Islam mengatakan babi itu haram karena memakan sampah yang mengandung cacing pita, mikroba, dan bakteri-bakteri berbahaya. Sekarang, semua itu sudah hampir tidak ada karena babi dipelihara di peternakan modern, kebersihannya terjamin, dan proses sterilisasi yang sudah memadai. Bagaimana mungkin babi-babi itu terjangkit cacing pita atau bakteri dan mikroba berbahaya?”

Muhammad Abduh tidak langsung menjawab. Dengan cerdik beliau minta dihadirkan 2 ekor ayam jantan dan 1 ekor ayam betina, serta 2 ekor babi jantan dan 1 ekor babi betina.

Mereka bertanya, “Untuk apa semua ini?”

“Penuhi apa yang saya minta, maka akan saya perlihatkan satu rahasia,” jawab Syeikh

Mereka memenuhi permintaan Muhammad Abduh. Pemikir Islam ini segera mengurung 2 ekor ayam jantan bersama 1 ekor ayam betina dalam 1 kandang. Apa yang terjadi? Dua ekor ayam jantan itu berkelahi dan saling membunuh untuk mendapatkan ayam betina. Setelah itu Muhammad Abduh melepas 2 ekor babi jantan dengan 1 ekor babi betina. Kali ini, mereka menyaksikan sebuah “keanehan”. Tidak ada sedikit pun perkelahian utk memperebutkan babi betina. Tanpa rasa cemburu dan harga diri, babi jantan yang satu justru membantu babi jantan lainnya melaksanakan hajat seksualnya. Mengapa hal ini terjadi? “

Saudara-saudariku semua, daging babi membunuh ‘ghirah’ orang yang memakannya. Itulah yang terjadi pada kalian.

Seorang lelaki dari kalian membiarkan istrinya bersama lelaki lain, tanpa rasa cemburu.

Seorang bapak di antara kalian melihat anak perempuannya bersama lelaki asing, tapi kalian membiarkannya tanpa rasa cemburu dan was-was.

Sesungguhnya, daging babi itu menularkan sifat-sifat buruk pada orang yang memakannya.

Muhammad Abduh kemudian memberikan contoh-contoh baik dalam syariat Islam. Misalnya, Islam mengharamkan beberapa jenis ternak dan unggas yang berkeliaran serta memakan kotorannya. Siapapun yang ingin menyembelihnya harus mengurungnya selama beberapa hari serta memberinya pakan yg sesuai. Mengapa? Agar perutnya terbebas dari kotoran-kotoran yang mengandung bakteri dan mikroba berbahaya yang bisa menular pada manusia. Itulah hukum Allah. Itulah perlindungan dan kasih sayang Al-Khaliq kepada manusia.

Perusahaan Google, FB dan Twitter Imbau Media Kristen Proaktif

Hidayatullah.com—Umat Kristen dan gereja sebaiknya lebih proaktif menyampaikan pesan-pesan agama melalui internet dan jejaring sosial. Pesan ini bukan datang dari siapa-siapa, tapi datang dari tiga pemimpin top teknologi internet dunia, Facebook, Google dan Twitterdalam Konferensi Tahunan Siaran Keagamaan Nasional Minggu kemarin di Nashville (04/03/2013). Ketiga perusahaan tersebut adalahGoogle, Twitter, dan Facebook.

Claire Diaz Ortiz seorang blogger asal Amerika, yang juga dikenal sebagai penulis dan pemimpin inovasi sosial media di Twitter mengatakan perusahaannya pernah melakukan beberapa penelitian sekitar 3 tahun lamanya dan melihat bahwa ayat-ayat Bible memiliki peran yang cukup bagus di jejaring sosial.

"Seseorang akan men-tweet ayat Bible, dan akan ada 500 orang yang akan mere-tweet. Sebagai contoh, Andy Stanley. Ketika dia men-tweet sesuatu di akunnya, maka akan banyak respon yang datang. Hal ini jauh lebih besar bila dibandingkan dengan artis terkenal seperti Lady Gaga dan Justin Bieber yang memiliki jumlah follower 50 kali lipat," kata Diaz-Ortiz, http://www.christianpost.com.

Dalam acara itu, Diaz-Ortiz juga mendorong agar media-media Kristen bisa memanfaatkan jejaring sosial yang ada dalam mempublikasikan konten-konten kekristenan.

Harbath, manager Facebook mengatakan, kalangan media Kristen harus lebih memanfaatkan kehadira FB dan jejaring sosial dalam misi mereka.

"Yang kami inginkan adalah bahwa Anda mulai berpikir tentang bagaimana kami menjadi perantara dalam media sosial, setiap kampanye email, kampanye TV, radio, karena sosial media tidak bertujuan untuk menjauhkan, namun memperkuat. Selain itu, sosial media berguna untuk membantu memperkuat konten yang Anda publikasikan dan itulah mengapa kami bertiga hadir hari ini disini untuk membantu Anda," ungkapnya.

Sementara itu, Rob Saliterman, senior eksekutif Google mengatakan media Kristen harus lebih proaktif dengan kemajuan teknologi yang ada, terlebih dengan banyaknya media sosial yang dapat memberi kontribusi dalam penguatan dan penyebaran konten, seperti YouTube.*

Saturday 2 March 2013

Menentukan Status Anak Lewat Tes DNA Tidak Sesuai Syar'i


Sering kita mendengar tes DNA untuk memastikan siapkah orang tua (bapak) dari anak yang dikandung oleh seorang wanita. Tes ini diklaim cukup valid, sehingga sering dipakai dalam berbagai kasus bahkan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam pengadilan. Terlepas dari permasalahan validitas, kita melihat bagaimana kacamata syariat melihat hal ini.

Membedakan Nasab biologis dan nasab syar’i

Dua hal ini berbeda, sebagai contoh kasus anak yang lahir dari hasil perzinahan. Maka anak tersebut tidak dinasabkan kepada bapaknya secara syariat. Anak tersebut memang adalah anak biologis dari bapaknya (lahir dari benih sperma bapaknya), akan tetapi bukan anak bapak tersebut secara syariat. Berikut penjelasan yang lebih rinci:

Abdullah bin Amr bin Ash, beliau mengatakan,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keputusan bahwa anak dari hasil hubungan dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina dengan wanita merdeka, tidak dinasabkan ke bapak biologisnya dan tidak mewarisinya.”[1]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Anak yang lahir adalah bagi pemilik kasur (dinasabkan kepada suami yang sah), dan seorang pezina tidak punya hak (pada anak hasil perzinaannya).”[2]

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,

“Jika seorang laki-laki memiliki istri atau seorang budak wanita, maka wanita tersebut menjadi firasy bagi suaminya (anak yang dikandung dinasabkan kepada suaminya atau pemilik budak). Selama sang wanita menjadi firasy lelaki maka setiap anak yang terlahir dari wanita tersebut adalah anaknya.[3]

Jadi, anak tersebut tetap dinasabkan (nasab syar’i) kepada pemilik kasur (suaminya yang sah) walaupun misalnya istrinya selingkuh dan anak tersebut lahir bukan dari benih suaminya, maka anak tersebut tetap anak suaminya secara syariat (walaupun nasab biologisnya bukan anak suaminya)

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

“walaupun hingga seorang istri melahirkan anak suaminya yang sedang pergi (tidak ada) selama 20 tahun, makan anak tersebut dinasabkan (nasab syariat) kepada suaminya.”[4]

Dan laki-laki yang berzina tidak berhak atas anak zinanya tersebut, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata,

“Maknanya jika seorang berzina dengan bukan firasy-nya (bukan istri sah), kemudian ia mengklaim anak tersebut adalah anaknya, apakah anak tersebut dinisbatkan kepadanya? Pendapat jumhur ulama bahwa lafadz (hadits) umum, tidak ada hak bagi pezina pada anak tersebut yang (walaupun) diciptakan dari maninya.”[5]

Dengan demikian, seluruh hukum nasab antara anak zina dengan bapaknya tidak berlaku, yaitu:

1. Bapak dan anak zinanya tidak saling mewarisi.

2. bapaknya tidak wajib memberi nafkah kepada anak zinanya.

3. Bapaknya bukan mahram bagi anak zinanya (jika dia wanita),

kecuali jika bapaknya menikah dengan ibu anak tersebut dan telah melakukan hubungan jimak suami-istri (keduanya bertaubat dari zina dan menikah sah) maka anak zina tersebut statusnya adalah rabibah (anak perempuan istri dari suami sebelumnya, yang menjadi asuhannya dan anak perempuan yang dibawa oleh istrinya adalah mahram baginya)

Sebagimana dalam ayat,

“ (diharamkan bagimu) anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu/pengasuhanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya.” (An-Nisa’ :23)

4. Bapaknya tidak bisa menjadi wali, menikahkan anak zinanya itu dalam pernikahan.

Yang menikahkan adalah qhadi (hakim pemerintah, dalah hal ini adalah KUA), sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Penguasa adalah wali nikah bagi perempuan yang tidak memiliki wali nikah”[6]

Jangan sampai bapaknya menikahkan anak zinanya (perempuan), maka status pernikahan tidak sah, maka anak yang lahir dari pernikahan tersebut juga statusnya anak zina secara syariat.

Hasil tes DNA untuk menetapkan nasab biologis tidak untuk nasab syar’i

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ditanya mengenai anak hasil zina kemudian bapaknya ditentukan dengan pemeriksaan DNA, beliau menjawab:

“kesimpulannya, anak tersebut dinasabkan (nasab syar’i) kepada bapaknya (pemilik kasur), walaupun hasil tes pemeriksaan (DNA) menunjukkan bahwa anak tersebut bukan anaknya.”[7]

Kesimpulannya:

-Jika sepasang pemuda-pemudi berzina

Kemudian lahir anak zina, maka anak tersebut dinasabkan (secara syar’i) kepada Ibunya tidak kepada bapaknya. Dan tidak berlaku hukum-hukum yang berkaitan dengan hukum bapak-anak sebagaimana telah dijelaskan.

-Jika suami tidak mengakui anak yang dikandung istrinya

Misalnya suami menuduh istrinya berzina. Maka hukum asalnya anak dalam kandungan istrinya itu adalah anaknya secara syariat, meskipun suaminya tidak mengakui anak tersebut anaknya, akan tetapi secara syariat anak dalam kandungan istrinya adalah anaknya secara syar’i (nasab syar’i), meskipun ia bukan bapak biologis dari anak tersebut. Meskipun dengan pemeriksaan tes DNA anak tersebut bukan anaknya.

Jika ia (suami) ingin tidak mengakui anak tersebut secara syar’i dan biologis, maka ia menuduh istrinya berzina dan wajib mendatangkan bukti, jika tidak ada bukti maka sang suami akan dijatuhi hukuman hadd cambuk. Jika ingin tidak dicambuk, maka ia akan melakukan li’an (saling melaknat).

Allah Ta’ala berfirman,

“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu adalah empat kali bersumpah dengan Nama Allah, sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika ia termasuk orang-orang yang berdusta. Isterinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas Nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang kelima bahwa laknat Allah atas-nya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.” [An-Nuur: 6-9]

Alhamdulillah, Semoga bermanfaat.

Referensi :


[1] HR. Ahmad, Abu Daud, dihasankan Al-Albani serta Syuaib Al-Arnauth

[2] Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah dan ‘Aisyah

[3] Syarh Shahih Muslim, An-Nawawi, 10:37, Darul Ihya’ AT-Turast, Beirut, cet.II, 1392 H, syamilah

[4] Al-Mughni 6/420, Darul Fikr, Beirut, cet. I, 1405 H, syamilah

[5] Syarhul Mumti’ 12/17, Dar Ibnul Jauzi, cet. I, 1422 H, syamilah

[6] HR Abu Daud no 2083 dan dinilai shahih oleh Al-Albani)

[7] Al-Irsyad lii Thabibil Muslim pertanyaan no.19, syamilah














Tinggal di Rumah Hantu, Siapa Takut?


Rumah adalah tempat bernaung kita untuk istirahat, membangun komunikasi dengan keluarga, atau bahkan tempat aktivitas kita dalam menjalankan bisnis. Rumah nyaman dengan kelengkapan beragam fasilitas adalah idaman setiap orang. Namun, inti kenyamanan dan ketentraman rumah sebenarnya justru bersumber dari ketenangan hati penghuninya. Yang itu akan dicapai manakala mereka rajin beribadah dan memanfaatkan tempat tinggalnya untuk hal-hal yang diridhai Allah. Apa saja yang perlu kita lakukan di rumah kita, supaya tempat tinggal tersebut nyaman dan damai? Juga agar rumah kita tidak menjadi tempat favorit para setan dan ‘hantu’?

1. Mengucapkan salam sebelum[1] masuk rumah.

Dari Abu Umamah al-Bahily radhiyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihiwasallam bersabda, “Tiga orang yang dijaga oleh Allah ‘azza wa jalla; (Beliau menyebutkan yang ketiga adalah) … orang yang memasuki rumahnya dengan mengucapkan salam…”. HR. Abu Dawud dan sanadnya dinilai sahih oleh al-Hakim. An-Nawawy menyatakan hadits ini hasan.[2]

Catatan:
Salam kita ucapkan, baik di dalam rumah ada orang maupun tidak.[3] Sebab Allah ta’ala berfirman,

“Assalâmu ‘alainâ wa ‘alâ ‘ibâdillâhis shôlihîn (Salam sejahtera atas kami dan para hamba Allah yang salih)”.[4]

2. Mengucapkan basmalah saat masuk rumah.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

“Andaikan seseorang memasuki rumahnya dan berdzikir kepada Allah (dengan membaca basmalah) tatkala masuk dan makan, setan akan berkata, “Kalian tidak mendapatkan tempat menginap dan makanan (di rumah ini). Dan jika ia masuk namun tidak membaca basmalah, setan akan berkata, “Kalian menemukan tempat menginap”, dan jika ia tidak membaca basmalah sebelum makan niscaya setan akan berkata, “Kalian mendapatkan tempat menginap dan makanan”. HR. Muslim (XIII/190 no. 5230) dari Jabir bin Abdullah.

3. Mengucapkan basmalah saat menutup pintu dan perkakas rumah

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

“Jika hari mulai gelap tahanlah anak-anak kalian (untuk keluar rumah) karena saat itu setan berkeliaran. Jika telah lewat sebagian malam biarkanlah mereka. Tutuplah pintu-pintu dan ucapkanlah basmalah, karena sesungguhnya setan tidak akan bisa membuka pintu yang tertutup. Tutuplah teko kalian dan ucapkanlah basmalah. Tutupilah bejana kalian walaupun dengan meletakkan sesuatu di atasnya dan bacalah basmalah. Matikanlah lampu kalian”. HR. Bukhari (hal. 669 no. 3280) dan Muslim (XIII/185 no. 5218) dari Jabir bin Abdullah dengan redaksi Muslim.

4. Memakmurkan rumah dengan ibadah dan membaca al-Qur’an
Setan tidak akan mendekat rumah yang dibacakan di dalamnya al-Qur’an. Kalaupun sudah berada di dalamnya maka ia akan lari terbirit-birit keluar darinya.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan,

“Sesungguhnya Allah telah menulis kitab dua ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Dia turunkan darinya dua ayat yang dijadikan sebagai penutup surat al-Baqarah. Tidaklah dibaca di suatu rumah selama tiga malam melainkan setan tidak akan mendekatinya”. HR. Tirmidzy dari an-Nu’man bin Basyir dan dinyatakan sahih oleh al-Hakim dan al-Albany.

Beliau shallallahu’alaihiwasallam juga bersabda,

“Janganlah kalian jadikan rumah kalian (seperti) kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat al-Baqarah”. HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Hadits ini memotivasi kita untuk memperbanyak ibadah di rumah, terutama shalat yang hukumnya sunnah dan membaca al-Qur’an; supaya rumah kita tidak mirip kuburan atau jasad yang mati.[5]

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menerangkan,

“Lakukanlah sebagian shalat kalian di rumah kalian. Jangan jadikan rumah kalian kuburan”. HR. Bukhari dari Ibn Umar radhiyallahu’anhuma.

Beliau menambahkan,

“Sebaik-baik shalat seseorang adalah yang dilakukan di rumahnya, kecuali shalat wajib”. HR. Ibn Khuzaimah dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu’anhu.

Adapun rumah yang dipenuhi dengan suara dangdutan, gendingan atau yang semisal maka akan menjadi tempat favorit setan; sebab suara tersebut adalah seruling mereka. Sebagaimana ditegaskan Nabi shallallahu’alaihiwasallam,

“Aku melarang dua suara dungu dan keji. (1) Suara senandung sia-sia dan permainan serta seruling setan. (2) Suara saat musibah berupa memukuli wajah dan merobek-robek baju”. HR. Al-Hakim dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzy dan al-Albany.

Faidah penting:
Hadits larangan menjadikan rumah seperti kuburan menunjukkan bahwa kuburan bukanlah tempat yang dianjurkan untuk memperbanyak ibadah di dalamnya, kecuali yang ada dalilnya. Sebagaimana dijelaskan para ulama, antara lain: Ibn Batthal (w. 449 H)[6], al-Baghawy (w. 510 H )[7], Ibn Rajab (w. 795 H)[8] dan Ibn Hajar al-‘Asqalany (w. 852 H)[9].
Semoga bermanfaat!
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Kamis, 21 Shafar 1434 / 3 Januari 2013
Oleh: Abdullah Zaen Lc, MA

[1] Cermati: Al-Adzkâr karya an-Nawawy (hal. 373-374).
[2] Lihat: Ibid (hal. 50).
[3] Periksa: Ahkâm al-Qur’ân karya Ibn al-‘Araby (III/321-322), Tafsîr al-Qurthuby (XV/354-355), al-Adzkâr (hal. 49) dan Tafsîr as-Sa’dy (hal. 524).
[4] Diriwayatkan oleh Bukhary dalam al-Adab al-Mufrad (II/592 no. 1055) dan sanadnya dinilai hasan oleh Ibn Hajar dalam Fath al-Bary (XI/26).
[5] Lihat: Tuhfah al-Ahwadzy karya al-Mubarakfury (II/531).
[6] Baca: Syarh Shahih al-Bukhary (II/86).
[7] Cermati: Syarh as-Sunnah (II/411).
[8] Periksa: Fath al-Bary karya beliau (III/232).
[9] Lihat: Fath al-Bary karya beliau (I/528) cet al-Maktabah as-Salafiyyah.

KONTRAS Sudah Lama Minta Kapolri Untuk Bubarkan Densus 88

Keinginan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin yang ingin membubarkan Densus 88 mendapatkan dukungan dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (kontras). Pasalnya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang diontarkan oleh Din terkait ulah Densus 88 memang benar adanya.

“Kami juga sudah minta kapolri untuk bubarkan Densus 88, malah sejak dua tahun yang lalu. Tapi tak ada tanggapan,” kata Koordinator Kontras Haris Azhar di Jakarta, Kamis (28/2/2013) sebagimana yang dilansir suara merdeka.com

Densus, menurut Haris, sudah terlalu menampakan citra buruk di mata masyarakat dan justru menyebabkan terorisme semakin meluas. Menurutnya, kebiasaan tertuduh “teroris” yang kini tidak hanya menyerang hotel dan tempat ibadah menjadi buktinya.

Haris memaparkan, pada awal kemunculannya, tertuduh “teroris” versi densus kerap kali menyerang symbol-simbol yang mereka anggap sebagai perwakilan kaum kafir. Namun akibat keberingasan Densus 88 dalam menangani terorisme, para tertuduh “teroris” versi Densus justru kini lebih senang menyerang polisi.

“Lihat saja tren penyerangan yang dilakukan oleh teroris kini sudah mulai menyasar markas, pos, dan tempat polisi berkumpul. Bukan itu saja, polisinya pun tak segan-segan untuk dibunuh,” kata dia.

Dia pun berharap, agar masalah yang ditimbulkan oleh Densus 88 dapat segera dihentikan dengan menonaktifkan satuan yang berdiri sejak tahun 2003 itu. Sebagai gantinya, dia menyarankan agar kewenangan penanganan terorisme dikembalikan kepada satuan Reskrim di setiap daerah dengan bantuan dari pusat. “Dengan ini tidak akan ada lagi satuan yang merasa lebih berwenang dari satuan manapun. Hal tersebut dapat membatasi kewenangan, sehingga kebrutalan seperti yang dilakukan oleh Densus 88 bisa diredam,” ujarnya.

Friday 1 March 2013

Fitnah Harta

 
Oleh : Dr. Daud Rasyid, MA

Harta adalah alat penunjang kehidupan manusia. Tanpa harta kehidupan berjalan dengan sulit. Ia juga dibutuhkan dalam perjuangan mewujudkan cita-cita. Harta memang secara naluri, dikejar manusia. Di dalam Alqur'an, Allah swt memberitahu hal itu, "dan sesungguhnya manusia mencintai harta itu, sangatlah hebat."

Tanpa diajari atau dirangsang, manusia sudah dengan sendirinya mendambakan punya harta yang banyak. Karena harta berpotensi mendatangkan kesenangan. Yang perlu dipelajari manusia adalah bagaimana mendapatkan harta dengan cara yang benar. Juga bagaimana mengelola harta dengan benar, agar ia tidak berubah menjadi fitnah.

Jadi kalau ada orang menceritakan dirinya mendambakan punya rumah mewah, kendaraan mewah, atau apa saja yang menyenangkan dari dunia, sebenarnya dia sedang menceritakan kenaifan dirinya, sekaligus menyingkap keruntuhan ma'nawiyah (jati diri)nya di hadapan orang lain. Karena Islam diturunkan bukan untuk mengajari manusia mencintai semua itu. Tanpa diajaripun, kesenangan dunia, sudah melekat pada diri manusia.

Justru kedatangan Alqur'an untuk mewanti-wanti manusia akan bahaya harta. Karena harta berpotensi menyeret manusia kepada kebinasaan di dunia dan akhirat. Harta berpotensi melalaikan manusia dari Allah. Harta berpotensi melupakan manusia dari tujuan hidupnya yang hakiki, yakni mencari kesenangan akhirat.

Tanpa harus dikomentari, silakan baca ayat-ayat berikut ini: 1). Dan tidaklah kehidupan dunia melainkan kesenangan yang menipu. 2). Dan tidaklah kehidupan dunia melainkan permainan dan lahwun. 3). Apakah kamu lebih suka pada kehidupan dunia ketimbang akhirat, maka tidaklah kesenangan hidup dunia di akhirat melainkan hanya sedikit (at Taubah:38). 4). Dijadikan indah dalam pandangan manusia, kecintaan pada syahwat dari perempuan, anak, tumpukan emas, perak, kuda tunggangan, hewan ternak, dan pertanian. Yang demikian itu adalah kesenangan hidup di dunia, dan Allah memiliki tempat kembali yang jauh lebih baik (Ali Imron 14). 5). Carilah apa yang didatangkan Allah bagimu berupa negeri akhirat. Dan jangan engkau lupakan bagianmu di dunia (al-Qashash: 77).

Masih banyak ayat lain dengan nada serupa, menceritakan rendahnya hakikat dunia dan harta di mata Allah. Dan Allah memperingatkan orang-orang beriman agar tidak tertipu oleh dunia yang telah banyak menggelincirkan umat lain di luar Islam.Tapi tidak satu pun ayat Allah atau hadits Nabi yang menggesa manusia untuk mengejar harta dan kenikmatan dunia, apalagi dengan mengatakan "jangan tanya darimana sumbernya".

Tak diragukan, ucapan itu hanya muncul dari golongan 'Ahlud Dunia'. Kalau ini dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin manusia mengganti Tuhannya dari Allah menjadi hawa nafsu. Mengganti alhaq menjadi albatil.Terjemahannya dalam dunia politik praktis, mengganti calon kepala daerah yang soleh tapi dananya terbatas, dengan calon yang koruptor asal uangnya banyak.

Jika pola pikir seperti ini tidak pantas ada pada seorang mukmin biasa, apalagi pada level seorang pemimpin (al Qa'id atau Imam). Jika itu benar-benar terjadi, maka inilah namanya qiyadah sedang menebar racun kepada bawahannya. Atau juga bisa dikatakan sang Imam sudah batal wudhu'nya, sehingga keimamannya sudah tidak sah lagi.

Dalam sebuah ayat, Allah benar-benar melarang hamba-Nya melirik kekayaan/kelebihan yang dimiliki orang lain. Ayat itu berbunyi sebagai berikut: "Janganlah kamu mendambakan apa yang diberikan Allah kepada sebagian kamu di atas sebagian lain."

Jadi artinya apa? Memperhatikan kesenangan orang lain, kemudian mengkhayal-khayalkan kelebihan yang dimiliki orang lain, ternyata dalam perspektif Qurani, adalah perbuatan tercela, dan merusak muru'ah.

Konon lagi mengelus-ngelus mobil mewah orang, terpesona dengan rumah orang, mirip seperti orang sedang mengalami gangguan kejiwaan, wal 'Iyadzu billah. Orang-orang mukmin tak perlu diajari mencintai harta. Ajaran itu justru adalah ajaran syetan. Hanya syetan yang mengajarkan cinta harta. Yang perlu diajarkan kepada orang-orang mukmin, agar tetap tabah menghadapi rintangan dalam perjuangan.

Perjuangan sungguh memerlukan kesabaran yang luar biasa. Apalagi perjuangan menegakkan Dienullah. Tetapi ganjaran yang dijanjikan Allah di balik perjuangan itu adalah aljannah, sebuah kesenangan tanpa batas, tak pernah terlintas di benak manusia, tak pernah terlihat di dunia dan tak pernah kedengaran sebelumnya.

Kesenangan yang ada di sini (dunia) hanyalah kesenangan palsu; jika ada, ia disyukuri, tak perlu menyibukkan. Jika tidak, tak perlu bersedih. Justru kesedihan kita, apabila kita kehilangan iman dan idealisme. Jika sebuah kemenangan diraih, ia bukan kenikmatan yang perlu ditepuki, tetapi justru amanah yang harus dipertanggungjawabkan pada hari tidak ada sesuatu pun yang dapat disembunyikan, perhitungan sangat keras dan dahsyat.

Begitulah seharusnya nasihat seorang pemimpin yang istiqomah di jalan Allah. Sebagaimana dulu nasehat Khoirul Anbiya' Muhammad Saw kepada shahabatnya seperti dilaporkan oleh Abu Sa'id al-Khudry r.a, beliau berkata, ketika kami duduk di sekitar mimbar Rasul, kudengar beliau bersabda, "Yang paling kutakutkan pada kalian, jika dibukakan Allah kepada kalian kesenangan dunia dan gemerlapnya."

Jika nash-nash yang ada kita perhatikan, Allah dan Rasul-Nya tidak mengkhawatirkan umat ini akan bahaya kekurangan dan kemiskinan, sebagaimana peringatannya terhadap kesenangan, harta dan dunia. Artinya, orang tidak akan sampai jatuh dalam dosa besar karena kemiskinannya. Tetapi manusia bisa jatuh dalam dosa besar karena kekayaan yang dia miliki. Bahaya-bahaya apa sajakah itu? Mulai dari sumber kekayaan itu.

Seseorang banyak menjadi kaya dengan cara yang tidak halal. Setelah menjadi kaya, ia tidak kuat menghadapi dorongan hawa nafsu yang muncul karena harta. Karena dengan harta yang banyak, pintu-pintu maksiat terbuka luas di hadapannya. Dalam kondisi ini banyak orang yang tidak kuat menahannya. Oleh karena itulah dalam suatu kesempatan, Nabi Saw memberitahukan bahwa cobaan paling berat bagi Bani Israil adalah perempuan. Sedang cobaan yang paling berat bagi ummatku adalah harta (Hadits Shohih).

Lalu apakah pantas seorang pemimpin merangsang anggotanya untuk mengejar harta, sementara Nabi Saw menyuruh ummatnya agar berhati-hati dengan harta dan dunia?

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Faried - Premium Blogger Themesf | Affiliate Network Reviews