Wednesday 25 July 2012

Ciri Anak 'Durhaka' ?


Suatu hari, Melinda bertemu dengan adik kelasnya waktu SMA, Sapto.Mereka pun saling sapa di parkiran toko buku di daerah Timoho Jogja. Obrolan dimulai dari mengenang masa-masa SMA dulu hingga ke pembicaraan perihal keluarga masing-masing.

“Anaknya sekolah di mana mbak?”

“Nah itu dia….

Sejak saya sekolahkan di SDIT….(menyebutkan nama sekolah islam)

Anak saya jadi anak durhaka Mas….”

“Maksudnya?”

“Gimana nggak…..

Dia banyak mencela saya…mencela apa saja yang saya lakukan…!!”

“Contohnya mbak?”

“Pagi jam 5, lagi enak-enak tidur..abis saur

Ehhh, tahu-tahu dibangunin ama dia…buat SUBUHAN….

Terus, abis buka puasa saya khan sering liat sinetron…

Tahu-Tahu itu TV dimatiin sama dia.

Katanya enakan buat ngaji…

Huhhh bikin sebel itu anak….

Gangguin kesenengan Orang Tua…!!!”

“Lho itu khan malah baik mbak?”

“Baik apaan???

Dan yang paling bikin saya malu

Kemarin dia mempermalukan saya di depan Ibu-ibu

“Emang dia bilang apa mbak?”



“Ma….

Kalo jemput jangan pake celana pendek…Maluuuu.

Nyeseeelllll mas…saya nyekolahkan anak saya di sana.

Otaknya udah dicuci ya kali sama guru-guru di sana?

…………………

…………………….

Pantaskah kita, orangtua, mengharap anak kita menjadi generasi baik

Sementara kita tetap berkubang dalam kebatilan..

Justru ketika anak lebih memerlukan satu contoh daripada 1000 nasehat???

Friday 20 July 2012

Untold History of Pangeran Diponegoro [3]




“Habisi !!!” teriak para komandan regu dengan suara yang menggelegar.

Seketika itu juga berlompatanlah para prajurit itu dengan pedang terhunus ke tengah-tengah lapangan yang dipenuhi lautan manusia tanpa daya. Dengan teramat ganas, pasukan Mataram itu menyabetkan pedangnya ke kanan dan kiri, memenggal leher siapa pun yang ada di dekatnya tanpa pandang bulu, apakah itu laki-laki tua, perempuan, bahkan anak kecil. Jerit tangis, lolong kesakitan, dan kumandang doa memenuhi angkasa alun-alun kraton malam itu. Namun tak ada yang sanggup menghentikan kegilaan yang tengah dipertontonkan pasukan Mataram yang notabene kebanyakan juga sudah memeluk agama Islam.


Di atas bukit, Amangkurat I masih berkacak pinggang menyaksikan pembantaian besar yang dilakukan prajuritnya terhadap enam ribuan ulama, santri, dan seluruh keluarganya. Kepalanya mengangguk-angguk puas. Sesekali jemarinya memilin kumisnya yang tebal melintang. Dia benar-benar menikmati pemandangan di bawahnya. Betapa ribuan orang yang tengah menanti ajal itu sebentar lagi akan lenyap dari muka bumi. Musuh-musuhnya akan semakin sedikit. Dan dia akan bisa berkuasa dengan tenang, tanpa diusik oleh siapa pun.

Raja Jawa itu merasa sangat aman berada di atas bukit. Di sekelilingnya berdiri dengan kewaspadaan penuh puluhan Trisat Kenya.

Dalam waktu teramat singkat, ribuan nyawa melayang dengan kepala terpisah dari jasadnya. Tanah alun-alun yang begitu luas seketika berubah menjadi lautan darah. Dari cahaya ratusan tiang obor yang menyala di sekeliling alun-alun, terlihat pasukan Mataram yang sudah belepotan darah itu masih saja bergerak buas membunuh ke sana-kemari tanpa perlawanan. Pasukan yang sebagian pernah ikut menyerang VOC di Batavia semasa kekuasaan Sultan Agung itu kini berbalik menjadi mesin penjagal bagi bangsanya sendiri.

Pembantaian yang sangat mengerikan itu berlangsung tidak sampai setengah jam!

Tiba-tiba terdengar lengkingan peluit panjang tiga kali yang ditiup para pimpinan regu pasukan. Penyembelihan telah berakhir. Semua orang yang ada di dalam daftar berikut keluarganya sudah dihabisi. Mendengar isyarat peluit itu, Amangkurat I mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi.

Buang semua mayat itu ke parit!

Sebagian prajurit yang masih bersiaga dengan pedang terhunus berjajar satu lapis dalam jarak tiap lima tombak mengepung alun-alun. Pedang dan badan mereka belepotan darah. Prajurit yang lain menyambut datangnya gerobak-gerobak dorong yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Gerobak-gerobak itu segera saja diisi dengan mayat-mayat tanpa kepala dan kepala tanpa jasad hingga penuh. Setelah gerobak penuh, prajurit yang membawa gerobak itu mendorongnya ke arah parit buatan dan membuang semua isinya ke dalam parit yang berair deras menuju ke Kali Opak. Berkali-kali mereka melakukan itu, mondar-mandir bagai kereta maut, hingga tak satu pun jasad tersisa.

Air parit dan Kali Opak yang tadinya jernih berubah menjadi kental berwarna merah. Bau anyir darah tercium di mana-mana.

Tanpa diketahui siapa pun, Wulung Ludhira, bocah sepuluh tahun adik dari Dyah Jayengsari, ternyata masih hidup. Tubuhnya yang kecil tertutup oleh mayat-mayat tanpa kepala yang sebagiannya menindih tubuhnya. Anak yang sudah ditinggal ibunya sejak bayi itu menggigil ketakutan. Ayah dan kakak satu-satunya sudah meninggal dengan cara yang sangat mengerikan. Dia ingin menjerit dan menangis. Tapi suaranya tercekat oleh kengerian yang teramat sangat. Bocah itu hanya bisa diam tak bergerak. Tubuhnya dirasa amat lemas dan juga kaku. Seluruh badan, kepala, dan rambutnya basah oleh darah kental yang membanjir di sekitarnya.

Tiba-tiba Wulung Ludhira merasakan tubuh kecilnya ikut digotong dan dilempar ke dalam gerobak bersama belasan mayat lainnya. Ditumpuk begitu saja menjadi satu. Bocah itu sungguh-sungguh ketakutan. Tubuhnya tidak bisa bergerak. Dia nyaris tidak bisa bernafas.Tapi itu malah menyelamatkan nyawanya.

Bocah kecil itu bisa merasakan jika gerobaknya ditarik dengan kasar oleh sejumlah prajurit. Roda-rodanya yang terbuat kayu dilapis karet hitam berderak-derak sebentar, lalu berhenti. Wulung Ludhira bisa merasakan gerobak tiba-tiba miring. Dia bersama belasan mayat tanpa kepala dan kepala tanpa jasad yang masih hangat itu pun langsung meluncur bebas ke dalam parit yang deras airnya. Dia pun hanyut di parit yang sudah dipenuhi mayat.

Walau pandai berenang, namun bocah itu kesulitan menggerakkan tubuhnya disebabkan mayat dan kepala ada di mana-mana. Dengan menahan kengerian yang teramat sangat, dia berpegangan pada salah satu kaki jasad yang mengambang. Bocah kecil itu terus mengikut kemana air membawanya.

Pekatnya malam membuatnya tak terlihat oleh pasukannya Amangkurat I yang masih sibuk membersihkan alun-alun. Bocah kecil itu kelelahan. Semua kejadian malam itu menguras seluruh tenaga dan perasaannya. Akhirnya Wulung Ludhira pingsan. Dia terus hanyut dibawa air hingga jauh dari alun-alun. Hingga tubuhnya tersangkut akar beringin yang menjulur ke Kali Opak, beberapa kilometer ke selatan Kraton Plered.

Entah sudah berapa lama Wulung Ludhira tak sadarkan diri. Ketika siuman, matahari sudah berada di atas kepalanya. Bocah kecil itu mendapati dirinya masih tersangkut suluran akar beringin yang tumbuh di pinggir kali. Sebagian badannya masih terendam di bawah air kali. Di beberapa tempat, jasad tanpa kepala dan kepala tanpa badan juga tersangkut. Kengerian yang teramat sangat kembali menyergapnya. Walau seluruh tubuhnya sakit, dan juga lelah, dengan sisa-sisa tenaga bocah kecil itu berusaha merangkak naik ke pinggir kali, hingga dia tergeletak di atas rerumputan, satu meter dari air kali.

Entah kini dia berada di mana. Bocah itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tidak ada rumah barang satu pun. Yang ada hanya hamparan rumput dengan tiga pohon beringin besar yang tumbuh di dekat dirinya. Lainnya hanya berupa semak dan tumbuhan perdu. Anak kecil itu tidak tahu nama tempat ini. Perutnya yang tidak terisi sejak kemarin terasa perih. Tubuhnya dirasa makin lemah. Dia menggigil kedinginan. Bocah itu akhirnya tak sadarkan diri kembali. Dia tergeletak begitu saja di atas rerumputan, dinaungi pohon beringin besar yang ada didekatnya.

Tak lama kemudian, seorang lelaki tua bertelanjang dada, dengan kepala ditutupi caping yang sudah kusam, mendekati bocah itu dengan hati-hati. Ketika mendapati ada bocah kecil yang menggeletak di atas rumput, lelaki tua itu mengusap kepala Wulung Ludhira dengan lembut. Bibirnya yang sudah sedikit keriput tersenyum tulus. Dengan penuh hati-hati akhirnya dia menggendong bocah itu dan bergegas pergi menghilang begitu saja ke arah barat... []

Sunday 15 July 2012

Christopher Columbus, Pembantai Terbesar Sepanjang Sejarah

Christopher Columbus dan Genosida Bangsa Taino

Christopher Columbus dikenal sebagai penemu benua Amerika dan dipandang sebagai pahlawan eksplorasi abad pertengahan oleh banyak sejarawan masa kini. Namun banyak buku teks gagal mengungkapkan berbagai fakta bahwa ia adalah seorang maniak genosida yang mencetuskan apa yang mungkin menjadi kasus terburuk genosida yang dilakukan satu bangsa manusia terhadap bangsa yang lain.

Terobsesi menemukan rute perjalanan laut ke Asia dan Timur Jauh, Columbus dengan kapal 'Enterprise Hindia' pada tahun 1492 berlayar ke laut lepas, dengan dukungan keuangan dari Raja Ferdinand dan Ratu Isabella dari Spanyol.


Namun, bukannya menemukan daerah perdagangan kaya di Timur, Columbus dan krunya menemukan Dunia Baru yaitu Amerika, dan segera mulai menundukkan dan membunuh penduduk setempat dan menghapus kekayaan besar dari tanah tersebut.

Sebuah koloni kecil segera didirikan di Hispaniola yang terdiri dari tiga puluh sembilan krunya, sisanya kembali ke Spanyol dengan Columbus bersama dengan emas, rempah-rempah dan penduduk asli diambil sebagai budak untuk diberikan sebagai hadiah bagi pelanggan kerajaan.

Tahun berikutnya, ia memimpin ekspedisi kedua terdiri dari tujuh belas kapal besar dan berisi satu setengah ribu pendatang baru, yang tiba di Amerika sebulan kemudian. Pada saat ia kembali ke Hispaniola, anak buahnya sudah banyak yang dibunuh oleh penduduk setempat dan koloni kedua kemudian didirikan.

Columbus menghukum suku setempat, yang dikenal sebagai Taino, dengan kejam. Dia memperbudak banyak penduduk lokal dan membantai lebih banyak lagi, menurut Ward Churchill, mantan profesor studi etnis di University of Colorado, sampai tahun 1496,populasi telah berkurang dari sebanyak delapan juta menjadi sekitar tiga juta.

Pada ekspedisi yang ketiga, ia menjelajahi daerah tersebut sebelum kembali ke Hispaniola pada tahun 1498 di mana ia meninggalkan saudara-saudaranya, Diego dan Bartholomew untuk memegang kendali kekuasaan disana. Kondisi semakin menurun sehingga ia mengadakan kampanye teror melawan Taino, memerintah dengan tangan besi hingga menyebabkan banyak yg menentangnya termasuk pendatang baru (bangsa eropa sendiri) dan kepala daerah setempat. Keluhan kebrutalan sampai ke telinga penguasa Spanyol dan pada tahun 1500 mereka mengirim Hakim Ketua untuk membawa Columbus dan saudara-saudaranya kembali ke Spanyol dengan dirantai.

Namun segera setibanya di Sepanyol mereka dilepaskan dan diizinkan melakukan ekspedisi keempat dan terakhir, yang dilakukan dengan kebrutalan yang sama seperti yang sebelumnya. Pada saat ia akhirnya meninggalkan Amerika di tahun 1504, bangsa Taino telah menurun menjadi sekitar 100.000 orang arguably membuat Columbus penjahat perang menurut standar sekarang dan bersalah melakukan beberapa kekejaman terburuk terhadap ras lain dalam sejarah.

Beberapa dibunuh langsung ditempat sebagai hukuman 'atas kejahatan' untuk seperti tidak membayar upeti kepada penjajah. Banyak yang tidak bisa atau tidak mau membayar kemudian tangan mereka dipotong dan dibiarkan berdarah sampai mati. Columbus dan anak buahnya didokumentasikan oleh sejarah Las Casas, dikenal sebagai Brev'sima-n relaci, yang melakukan penggantungan manusia secara massal, orang dipanggang di pantai, pembakaran dipertaruhkan dan bahkan memenggal kepala anak2 dan memberikannya sebagai makanan anjing sebagai hukuman untuk tindak kejahatan yang paling kecil.

Para master Spanyol membantai penduduk pribumi, kadang-kadang ratusan hanya sebagai bentuk olahraga, membuat taruhan tentang siapa yang bisa membelah seorang pria menjadi dua, atau memotong kepala hingga putus dalam satu pukulan, kadang pula mereka memancung kaki anak2 kecil hingga putus hanya untuk menguji ketajaman pedang mereka.

Pembela Columbus berpendapat bahwa sejumlah besar korban tewas akibat penyakit namun mereka gagal untuk mengenali bahwa sebagian besar penyakit ini disebabkan oleh kondisi hidup yang buruk di kamp-kamp kerja paksa. Kehilangan hasil panen mereka dan ladang, banyak jatuh korban disentri dan tifus, yang bekerja sampai mati atau dibiarkan mati kelaparan.

Setelah kematiannya warisan yang mengerikan itu akan hidup, secara 1514, sensus menunjukkan hanya 22.000 Taino tetap hidup. Pada 1542 hanya ada 200 yang tersisa dan setelah itu mereka dianggap punah, seperti yang terjadi pada banyak kasus di seluruh cekungan Karibia.

Hanya dalam waktu sekitar lima puluh tahun Colombus dan para pengikutnya mendapatkan segalanya tetapi mengeliminasi populasi sekitar lima belas juta orang. Proses ini hanya merupakan awal dari pembantaian massal sekitar 100 juta orang oleh bangsa Eropa yang disebut sebagai 'peradaban' di Belahan Barat membuat awal penemuan Dunia Baru(benua Amerika) menjadi kasus genosida massal terburuk dalam sejarah manusia.

Tambahan Fakta2 yg kemudian terungkap berdasarkan dokumen2 dan jurnal2 yg ditulis oleh saksi mata dan oleh Columbus sendiri :

- Ketika bangsa Spanyol baru mendarat di benua Amerika, para orang2 Indian menyambutnya dengan gegap gempita dan rasa ingin tahu, mereka menyuguhi bangsa Spanyol dengan berbagai makanan dan minuman serta memberikan berbagai macam hadiah, Columbus menuliskan hal tsb di buku hariannya:

"Mereka membawakan kita beo dan bola kapas dan tombak dan banyak hal lainnya, yang mereka ingin pertukarkan dgn manik-manik kaca dan lonceng elang '. Mereka rela menyerahkan segala yang mereka miliki. Mereka tegap, dengan tubuh yang baik dan wajah tampan .... Mereka tidak memanggul senjata, dan tidak mengenal senjata, karena aku menunjukkan kepada mereka pedang, mereka memegang bagian yg tajam dan melukai tangan mereka sendiri akibat ketidaktahuannya itu. Mereka tidak mengenal besi/iron. tombak mereka dibuat dari tebu. Mereka akan menjadi budak yg baik. Dengan hanya lima puluh orang, kita bisa menundukkan mereka semua dan membuat mereka melakukan apapun yang kita inginkan."

- Columbus dan anak buahnya juga menggunakan Taino sebagai budak seks: adalah hal yg biasa bagi Columbus menghadiahi anak buahnya dengan wanita lokal untuk diperkosa. Saat ia mulai mengekspor Taino sebagai budak ke berbagai belahan dunia, perdagangan seks-budak menjadi bagian penting dari bisnis, seperti Columbus menulis kepada seorang teman pada tahun 1500: "Dengan seratus castellanoes (koin Spanyol) sangat mudah memperoleh wanita seperti halnya untuk pertanian, dan sangat umum dan ada banyak dealer yang bersedia mencari anak perempuan;. mereka 9-10 (tahun) sekarang sedang diminati "

- Akibat kekejaman pemerintahan bangsa Eropa terhadap suku asli, ribuan Indian melakukan bunuh diri massal dengan meminum racun yang terbuat dari singkong (cassava). Banyak orang tua membunuhi bayi2 mereka untuk melepaskan mereka dari penderitaan hidup di bawah kekuasaan Spanyol.

- Salah seorang anak buah Columbus, Bartolome De Las Casas, merasa sgt bersalah atas kekejaman brutal Columbus terhadap penduduk asli, ia berhenti bekerja untuk Columbus dan menjadi seorang imam Katolik. Ia menggambarkan bagaimana orang-orang Spanyol di bawah komando Columbus memotong kaki anak-anak yang lari dari mereka, untuk menguji ketajaman pisau mereka. Menurut De Las Casas, para pria membuat taruhan siapa yang, dengan satu sapuan pedangnya, bisa memotong seseorang menjadi dua. Dia mengatakan bahwa anak buah Columbus 'menuangkan air sabun mendidih daiatas orang2 . Dalam satu hari, De Las Casas pernah menjadi saksi mata tentara Spanyol memotong-motong, memenggal, atau memperkosa 3000 orang asli. "Inhumanities tersebut dan barbarisms itu dilakukan di depan mataku seperti umur tidak bisa paralel," tulis De Las Casas. "Mataku telah melihat tindakan ini begitu asing terhadap sifat manusia yang sekarang saya gemetar saat aku menulis."

- Sepulang dari amerika, Columbus dan anak buahnya menyebarkan penyakit sipilis ke eropa, sebaliknya orang eropa menyebarkan penyakit smallpox ke orang2 indian.

Tuesday 3 July 2012

Tradisi yang Keliru dalam Menyambut Ramadhan

Masih banyak umat Islam di tanah air yang salah persepsi dan salah aksi dalam menyambut kedatangan bulan suci ini. Mereka terjebak dalam arus tradisi yang tidak memiliki landasan syar’i yang shahih. Sebagian besar melakukan tradisi-tradisi tersebut atas dasar warisan budaya orang-orang tua terdahulu, sebagian lainnya melakukannya atas dasar ikut-ikutan biar ramai atau gaul, sebagian lain untuk melampiaskan nafsu syahwat, dan bahkan ada juga yang memanfaatkannya untuk meraup keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Menurut anggapan mereka, amal shalih di bulan Ramadhan kurang afdhal kalau tidak diawali dengan melakukan tradisi-tradisi tersebut.

Di antara contoh tradisi penyambutan bulan Ramadhan yang populer di tengah masyarakat padahal tidak memiliki landasan syar’i yang shahih adalah tradisi-tradisi berikut ini:

Pertama: Padusan / Balimau

Padusan dilakukan dengan adus kramas, mandi besar, untuk menghilangkan hadast besar dan kecil. Awalnya, padusan dapat dilakukan dimanapun dengan menggunakan air suci dan yang menyucikan. Dengan demikian tidaklah perlu untuk melakukan padusan harus di suatu belik atau sumber air tertentu, harus memakai air tujuh rupa, air tujuh sumber dll. Padusan merupakan salah satu tradisi yang selalu hadir mewarnai datangnya bulan puasa.



Dalam perkembangannya saat ini, tradisi ini telah dilakukan oleh banyak kaum muslimin secara salah kaprah. Terjadi berbagai kemungkaran serius dalam melakukan tradisi ini, antara lain:



i. Meyakini padusan sebagai sebuah kewajiban agama yang harus dilakukan sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Padahal tidak ada dalil syar’i dari Al-Qur’an, hadits Nabi SAW, dan contoh dari para shahabat yang menyebutkan tradisi padusan sebagai amal ibadah yang mesti dilakukan di akhir bulan Sya’ban. Hal ini bisa berakibat fatal, menganggap tradisi lokal yang notabenenya bukan ajaran syariat Islam sebagai bagian dari ajaran agama Islam.



ii. Meyakini bahwa tanpa melakukan padusan, persiapan lahir dan batin untuk memasuki bulan Ramadhan tidak sempurna sehingga timbul keragu-raguan dan kekhawatiran yang tidak berdasar dalil dalam menjalani amal shalih di bulan Ramadhan.

iii. Banyak orang yang meyakini bahwa padusan harus dilakukan di tempat yang wingit, angker ataupun bertuah. Hal tersebut sebenarnya lebih banyak bersifat gugon tuhon semata. Akhirnya, tradisi lokal ini dirasuki oleh unsur khurafat dan rawan mengarah kepada syirik.

iv. Masyarakat berbondong-bondong melakukan padusan massal berbau wisata dan maksiat di tempat-tempat umum seperti umbul, telaga, kolam renang, pantai, dan lokasi-lokasi lain yang bisa digunakan umum untuk mandi bersama. Pemandian Pengging di Boyolali dan Cokrotulung di Klaten, pantai Parangtritis dan lokasi-lokasi pemandian di kawasan Bantul, Gunung Kidul, Magelang, Temanggung, Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga dan lain-lain penuh dengan laki-laki dan perempuan, tua dan muda,yang bukan mahram, yang berenang, mandi, telanjang bulat, dan membuka (baca:mempertontonkan aurat) di muka umum. Ini merupakan kemungkaran besar yang melicinkan jalan bagi perzinahan.

Dari Abu Hurairah R.A dari Nabi SAW bersabda: “Telah ditulis bagi manusia bagian dari dosa zina, dan ia tidak bisa menghindarinya. Zina kedua mata adalah dengan melihat (hal yang diharamkan syariat untuk dilihat). Zina kedua telinga adalah mendengarkan (hal yang diharamkan oleh syariat untuk didengar). Zina lisan adalah dengan berbicara (hal yang diharamkan untuk dibicarakan). Zina tangan adalah dengan memegang (hal yang diharamkan untuk dipegang). Zina kaki adalah dengan melangkah (ke arah yang diharamkan). Zina hati adalah dengan berangan-angan dan menginginkan (hal yang diharamkan). Sedangkan kemaluan akan merealisasikannya atau membatalkannya.” (HR. Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657, dengan lafal Muslim).

Kedua: Kenduri, Meugang atau Megengan

Di beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian Selatan dikenal luas tradisi megengan, yaitu kendurian dengan memotong ayam atau kambing sehari sebelum masuk bulan Ramadhan dengan tujuan bersyukur kepada Allah SWT dan sedekah kepada kaum fakir miskin. Di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) atau yang akrab disebut dengan kota "Serambi Mekah", warganya menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dengan menyembelih kambing atau kerbau. Tradisi ini disebut "Meugang", konon kabarnya tradisi "Meugang" sudah ada sejak tahun 1400 Masehi, atau sejak jaman raja-raja Aceh.

Tradisi "meugang" merupakan kegiatan kekeluargaan. Pada hari itu, semua keluarga dekat berkumpul di rumah orangtua sambil menikmati masakan daging yang disediakan. Anak cucu menyisihkan waktu untuk pulang ke rumah orangtua atau mertua di hari 'meugang' seperti ini.

Tradisi ini dalam praktiknya juga mengandung beberapa kemungkaran, seperti:

1. Meyakini bahwa tradisi adalah suatu acara selamatan yang harus dikerjakan, sehingga orang yang tidak melakukannya dianggap menentang adat istiadat, meninggalkan tradisi luhur nenek moyang, dan bisa terkena bencana. Tidak jarang orang yang tidak melakukannya dikucilkan oleh masyarakat. Padahal sama sekali syariat Islam tidak menganjurkan apalagi mewajibkan tradisi ini. Bahkan, tradisi ini hanya dikenal di beberapa daerah pesisir selatan Jawa yang kental dengan aliran kejawen dan kebatinannya. Sementara daerah-daerah muslim yang lain tidak mengenalnya. Tidak ada dalil dari Al-Qur’an, hadits Nabi SAW, atau contoh dari generasi shahabat yang menganjurkan atau mewajibkan tradisi ini.

2. Bersyukur kepada Allah SWT dan bersedekah kepada kaum fakir miskin diperintahkan oleh Islam kapan pun dan di manapun. Namun Islam tidak memberi persyaratan harus menyembelih ayam, kambing, sapi, atau kerbau pada hari terakhir bulan Sya’ban. Persyaratan-persyaratan yang berasal dari tradisi lokal seperti ini justru mempersempit tatacara syukur dan sedekah yang telah diajarkan oleh Islam secara luas sesuai kemampuan kaum muslimin.

3. Pada hari pelaksanaan, semua keluarga menyembelih hewan dan mengadakan acara kendurian untuk dibagi-bagikan kepada tetangga, kerabat, dan kaum miskin. Tujuan sedekah untuk memberi santunan kepada orang yang membutuhkan justru tidak tercapai, karena semua keluarga telah memiliki makanan dan lauk pauk yang layak, bahkan mendapat makanan dan lauk pauk serupa dari para tetangga. Banyak makanan yang akhirnya terbuang dan tidak termakan karena berlebihan. Walhasil, yang terjadi adalah tabdzir, pemborosan yang dilarang oleh agama.

4. Keluarga yang miskin memaksakan diri untuk mengadakan acara kendurian ini, kerabat dan sanak saudara yang miskin dan tinggal di daerah yang jauh juga terpaksa pulang kampung, walau untuk itu harus berhutang kesana-kemari. Ini jelas takalluf, tindakan memaksakan diri di luar kemampuan. Islam melarang umatnya dari melakukan takalluf, terlebih dalam amalan yang tidak ada landasan dalil syar’inya yang shahih.

Allah SWT berfirman:

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan:dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.” (QS. Al-Isra’ (17): 26-27)

Ketiga: Bermaaf-maafan

Di masyarakat kita berkembang tradisi bermaaf-maafan pada hari terakhir bulan Sya’ban, dengan tujuan memasuki bulan suci Ramadhan dalam keadaan kosong, yaitu bersih dari segala dosa dan kesalahan kepada sesama manusia. “Mohon maaf lahir-batin” atau “sama-sama kosong ya” sudah biasa mereka ucapkan kepada sesama muslim.

Meminta maaf dan memberi maaf kepada sesama muslim adalah hal yang diperintahkan dalam Islam. Namun meyakini tradisi maaf-maafan sebagai ritual yang mesti dilakukan sehari sebelum tiba bulan Ramadhan demi menggapai kesempurnaan ibadah di bulan suci Ramadhan adalah keyakinan yang keliru dan mempersempit keluasan ajaran Islam.

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk meminta ampunan kepada Allah dan meminta maaf kepada sesama manusia setiap kali melakukan sebuah dosa dan kesalahan. Meminta ampunan Allah adalah dengan istighfar, taubat nashuha, dan shalat taubah. Meminta maaf kepada sesama manusia adalah dengan mengakui kesalahan kita kepadanya, meminta maafnya, dan mengembalikan haknya yang kita ambil secara zalim dan curang.

Meminta ampunan Allah dan maaf manusia selayaknya dilakukan setiap kali kita berbuat dosa, tidak perlu ditunda-tunda. Makin cepat makin baik, sebab boleh jadi kita lupa, sakit, atau mati sebelum sempat meminta ampunan dan maaf. Akibatnya, kita mati dengan membawa dosa kezaliman. Maka tidak selayaknya kita menabung dosa dan kesalahan selama satu tahun penuh, lalu baru meminta ampunan Allah dan maaf manusia pada hari terakhir bulan Sya’ban atau hari idul fithri!

Allah berfirman,

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui.” (QS. Ali Imran (3): 135)

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’ (4): 17)

Keempat: Nyadran

Nyadran, tradisi yang biasa dilakukan menjelang bulan puasa. Tradisi berziarah ke makam leluhur ini sudah dilakukan sebagian masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa sejak zaman dahulu hingga sekarang.Nyadran atau sadranan berasal dari bahasa Jawa yang artinya berziarah. Pada mulanya nyadran dilakukan ke makam tokoh masyarakat yang sangat dihormati maupun nenek moyang keturunannya. Namun kini, beberapa masyarakat hanya berziarah ke makam famili atau sanak saudaranya.

Dalam prosesi nyadran biasanya para peziarah membawa tiga jenis bunga. Bunga kantil, kenanga dan mawar. Setiap bunga memiliki makna tersendiri. Kantil agar hati peziarah terkait dengan orang yang sudah meninggal. Kenanga sebagai tanda agar semua kenangan selalu diingat. Dan terakhir mawar sebagai permohonan agar dosa arwah dihapus.

Para peziarah juga membakar kemenyan. Membakar kemenyan dianggap sebuah simbol keagungan. Asap kemenyan yang membumbung ke atas diyakini sebagai sebuah perumpamaan doa peziarah ke atas sehingga menghubungkan diri kepada Tuhan. Itu adalah simbol perjalanan doa peziarah supaya bisa diterima.

Selain tiga bunga tadi, ada juga prosesi nyadran diwarnai beberapa makanan sebagai sesajen yakni apem dan ketan. Kedua makanan ini juga memiliki makna tersendiri.

Ketan adalah simbol untuk merekatkan hubungan persaudaraan. Semua orang datang bersama-sama dan merapatkan garis sosial. Sementara apem supaya mereka diampuni. Setelah diampuni dosanya kemudian merekatkan hubungan saudara maka peziarah akan ingat kepada Tuhan. Acara Nyadran akan berakhir dengan makan bersama, dengan saling menukarkan makanan yang dibawa setiap keluarga.

Islam menganjurkan umatnya untuk banyak-banyak mengingat kematian, dan ziarah kubur merupakan sarana yang efektif untuk mengingat kehidupan akhirat. Meski demikian, tatacara ziarah kubur dalam tradisi nyadran kental dengan nuansa ajaran kebatinan dan kejawen. Perbedaan mendasar ziarah kubur dalam Islam dengan tradisi nyadran adalah sebagai berikut:

Nyadran hanya dilakukan pada bulan Sya’ban, terutama sekali di akhir Sya’ban. Adapun ziarah kubur dalam Islam dianjurkan dalam semua bulan dalam satu tahun, tidak ada pengkhususan atau keutamaan khusus pada bulan Sya’ban semata.

• Nyadran dipersyaratkan membawa bunga Kantil, Kenanga, dan Mawar, sesajen berupa apem dan ketan, serta membakar kemenyan. Simbolisasi seperti ini adalah warisan agama Hindu dan kejawen. Adapun Islam sama sekali tidak memerintahkan umatnya membawa bunga, sesajen, dan kemenyan dalam ziarah kubur. Menurut Islam, orang yang telah mati tidak butuh bunga, sesajen atau kemenyan. Kebutuhannya adalah doa dari anak yang shalih dan kaum muslimin.

• Proses nyadran meliputi menabur tiga jenis bunga, memberikan sesajen, membakar kemenyan, doa dan makan bersama. Adapun proses ziarah kubur dalam Islam adalah berdoa ketika masuk areal makam (arti doanya:Semoga keselamatan dilimpahkan kepada kalian wahai penduduk kuburan, dari kalangan muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat. Insya Allah, kami akan menyusul kalian. Kami memohon keselamatan kepada Allah untuk diri kami dan diri kalian), mendoakan orang yang telah mati, dan mengambil pelajaran agar senantiasa ingat dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat. Tidak ada makan-makan bersama atau tukar-menukar makanan.

• Proses nyadran mengaitkan dikabulkannya doa dengan tiga jenis bunga, sesajen, dan kemenyan. Adapun Islam mengaitkan terkabulnya doa dengan waktu-waktu, tempat-tempat, keadaan-keadaan, dan syarat-syarat yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-sunnah. Tiga jenis bunga, dua makanan sesajen, kemenyan, dan kuburan bukanlah unsur-unsur yang menyebabkan terkabulnya doa.

• Proses nyadran rawan menimbulkan bid’ah (meyakini doa di kuburan lebih mustajab) dan syirik (meyakini orang yang mati bisa mengabulkan permohonan orang yang hidup), dan tabdzir (mengeluarkan biaya tinggi untuk masakan yang sebenarnya kurang dibutuhkan). Hal-hal mungkar seperti ini tidak terdapat dalam ziarah kubur yang sesuai dengan syariat Islam.

Sudah selayaknya tata cara penyambutan Ramadhan dilakukan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW. Bukan hanya dengan mengikuti tradisi, budaya, atau latah mengikuti prilaku kebanyakan manusia yang sebenarnya tidak mengenal ajaran Islam dengan baik

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Faried - Premium Blogger Themesf | Affiliate Network Reviews